Judul | Uji Konstitusionalitas: Jenderal Andika: Batas Usia Pensiun TNI Jadi Materi Revisi UU TNI |
Tanggal | 08 Februari 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi I |
Isi Artikel | UJI KONSTITUSIONALITAS Jenderal Andika: Batas Usia Pensiun TNI Jadi MateriRevisi UU TNI
Terkait permohonan agar MK menyamakan usia pensiun prajurit TNI dengan anggota Polri, Jenderal TNI Andika Perkasa mengungkapkan bahwa pengaturan usia pensiun menjadi isu dalam revisi UU TNI oleh pemerintah dan DPR.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Salah satu isu yang akan direvisi di dalam undang-undang tersebut ialah ketentuan mengenai batas usia pensiun bagi prajurit TNI, baik perwira, bintara, maupun tamtama. Revisi UU TNI tersebut telah masuk Program Legislasi Nasional atau Prolegnas. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan hal tersebut saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU TNI di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (8/2/2022). Ketentuan mengenai usia pensiun prajurit TNI yang diatur di dalam Pasal 53 dan Pasal 71 Huruf a UU No 24/2004 saat ini tengah dipersoalkan oleh sejumlah pihak. Dalam sidang, selain mendengarkan keterangan Panglima selaku pihak terkait dalam perkara tersebut, sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usaman juga mendengarkan keterangan dari DPR, yang diwakili oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan. Persoalan batas usia pensiun bagi prajurit TNI tersebut dipersoalkan oleh Euis Kurniasih dkk, didampingi oleh kuasa hukum Iqbal Tawakkal Pasaribu. Dua pasal yang dipersoalkan oleh Euis dkk tersebut mengatur ”prajurit TNI melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara dan tamtamta”. Pengaturan batas usia pensiun untuk prajurit TNI tersebut berbeda dengan anggota Kepolisian Negara RI, yakni usia pensiun semua anggota Polri adalah 58 tahun tanpa membedakan kepangkatan. Padahal, menurut para pemohon, prajurit TNI dan anggota Polri memiliki kesamaan tuntutan akan kondisi fisik dan kesehatan dalam menjalankan tugas negara. Pengaturan yang berbeda bagi prajurit TNI dan anggota Polri, yang sama-sama merupakan alat negara dan kekuatan utama dalam skstem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tersebut, bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 27D Ayat (2) dan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945. Perbedaan pengaturan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengakibatkan hilangnya kesempatan dan manfaat yang sama untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. ”Mengenai perubahan batas usia pensiun, saat ini pemerintah dan DPR RI akan membahas RUU perubahan UU TNI yang telah masuk Prolegnas. Dalam materi RUU tersebut, termasuk pula rencana perubahan batas usia pensiun,” ujar Andika. Mengenai substansi pengaturan di dalam RUU tersebut, Andika tidak bersedia membacakannya. Rencana pemerintah dan DPR mengubah UU TNI juga diungkapkan oleh Arteria Dahlan. Menurut dia, revisi UU TNI masuk ke dalam daftar Prolegnas 2019-2024 dengan nomor urut 131. ”Memang (RUU TNI) ini long list, tapi bukan tidak mungkin menjadi Prolegnas prioritas. Selain itu, pada tahun 2019, draf RUU dan naskah akademik perubahan UU TNI pernah disusun oleh BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional),” kata Arteria. Terkait dengan persoalan batas usia pensiun yang dipersoalkan para pemohon, Arteria mengungkapkan, batas usia pensiun secara profesional ditentukan oleh pembentuk UU berdasarkan kebutuhan tiap-tiap institusi, sesuai tugas dan kewenangannya. Penentuan batas usia pensiun tersebut juga harus sesuai dengan road map kebutuhan personel dan keahlian berdasarkan analisis jabatan. Menurut Arteria, penentuan batas usia pensiun pada hakikatnya merupakan kebijakan hukum yang terbuka atau open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk UU. Ini sesuai dengan putusan-putusan MK terdahulu, misalnya putusan 30-74/PUU-XII/2014, 49/PUU-IX/2011, dan sebelum-sebelumnya yang mempertimbangkan bahwa batasan usia minimum merupakan kebijakan hukum terbuka yang sewaktu-waktu dapat diubah sesuai perkembangan yang ada. Hal tersebut merupakan kewenangan penuh pembentuk UU yang apa pun pilihannya tidak dilarang selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan 49/PUU-IX/2011, seperti dikutip oleh Arteria Dahlan, MK menyebutkan bahwa UUD 1945 tidak menentukan batas usia minimum tertentu sebagai kriteria yang berlaku umum untuk semua jabatan ataupun aktivitas pemerintahan. Artinya, tambahnya, UUD 1945 menyerahkan pengaturan tersebut kepada pembentuk UU untuk mengaturnya. MK pun telah memberikan batasan yang jelas mengenai open legal policy. Dalam putusan tahun 2017, pembentuk UU bebas mengatur sebuah ketentuan open legal policy, tetapi hal itu dalam kerangka tidak melampaui kewenangan, tidak melanggar moralitas dan rasionalitas, tidak menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi. MK direncanakan melanjutkan sidang uji materi UU TNI tersebut dengan mendengarkan keterangan dari pemerintah dan dua ahli yang diajukan oleh pemohon pada 23 Februari mendatang.
|
Kembali ke sebelumnya |