Isi Artikel |
JAKARTA, KOMPAS — Ketidakpastian ekonomi dan perkembangan teknologi informasi merupakan tantangan besar yang perlu dihadapi. Kalau dibiarkan, ketidakpastian ekonomi akan menjadi letupan krisis finansial dan berdampak pada industri yang masih bersifat konvensional.
Mantan Wakil Presiden Boediono mengatakan hal itu dalam peresmian Bank Indonesia (BI) Institute di Jakarta, Senin (22/8). Hadir dalam acara itu Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, serta beberapa mantan Gubernur BI.
Menurut Boediono, Indonesia sedang menghadapi ketidakpastian lingkungan dunia, juga ketidakpastian politik dan keamanan. Kalau hal itu dibiarkan berlarut-larut, akan timbul letupan berupa krisis finansial. Indonesia pernah mengalami hal itu pada tahun 1998.
"Jangan sampai BI sebagai penjaga stabilitas sistem keuangan salah langkah dan salah mengambil keputusan. Kalau hal itu terjadi, dampak dan pemulihannya lama," katanya.
Boediono menambahkan, tantangan selanjutnya adalah teknologi. Tren teknologi sekarang adalah menjadi ujung tombak ekonomi untuk efisiensi.
Teknologi baru yang diterapkan tersebut dapat mengubah segalanya, termasuk sistem ekonomi. Teknologi baru juga berpotensi mengancam industri konvensional.
Agus mengemukakan, BI Institute didirikan sebagai bagian dari program transformasi BI. "BI Institute memiliki dua tujuan utama, yaitu menjadikan BI sebagai learning based organization serta menjadi pusat studi dan riset terkemuka tingkat dunia," ujarnya.
Suku bunga
Terkait dengan reformulasi kebijakan moneter BI, anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Destri Damayanti, mengatakan, upaya BI mengganti suku bunga acuan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate merupakan keputusan yang tepat. Pasalnya, suku bunga acuan yang dibutuhkan saat ini adalah yang benar-benar mencerminkan likuiditas perbankan.
Namun, proses transmisi ke suku bunga perbankan tidak seketika bisa terjadi. Perbankan harus menyesuaikan dahulu kondisi biaya dana jangka pendek dan jangka panjang.
LPS juga belum akan menurunkan suku bunganya karena masih akan melihat tren penurunan suku bunga deposito di pasar terlebih dahulu. "Kami akan melihatnya lagi pada September nanti," katanya.
Setelah BI mengganti suku bunga acuan dari BI Rate menjadi BI 7-day Reverse Repo Rate, para pelaku pasar menunggu kebijakan Otoritas Jasa Keuangan untuk menentukan batasan bunga deposito. Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana, mengatakan, ada beberapa formula alternatif untuk menentukan batasan tersebut, seperti membuat batasan dalam berbagai tenor yang dikaitkan dengan satu acuan atau mengaitkan setiap tenor instrumen, seperti satu bulan atau tiga bulan, dengan struktur yang beragam.
Jika hanya ada satu batasan, dikhawatirkan terjadi konsentrasi dana pada periode pendek saja sehingga tidak memberikan insentif bagi tenor panjang.
Terkait kondisi perekonomian di Tanah Air saat ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas target-target ekonomi yang akan dicapai pada masa mendatang.
"Kami bicara, diskusi, hal-hal yang kita hadapi ke depan. Bagaimana defisit anggaran, kami kaji. Bagaimana kemungkinan ini diperbaiki ke depan supaya masyarakat lebih memercayai anggaran. Jangan tiap tahun mengubah anggaran sampai tiga kali," kata Kalla.
Kalla mengungkapkan, target penerimaan negara dari perpajakan akan dipengaruhi oleh realisasi jumlah dana yang diterima dari program pengampunan pajak. Jika target Rp 165 triliun tidak tercapai, pemerintah harus melakukan penghematan lagi.
(HEN/JOE/SON)
|