Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Manfaatkan Peluang Benahi UU Cipta Kerja
Tanggal 08 Februari 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman 1
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
- Komisi VI
- Komisi IX
Isi Artikel


Manfaatkan
Peluang Benahi
UU Cipta Kerja
Isu ketenagakerjaan, kehutanan, lingkungan, dan
pertanahan dalam UU Cipta Kerja masih menjadi sorotan
publik. Oleh karena itu, revisi UU sapu jagat ini
diharapkan jadi momentum perbaikan yang substansial.


JAKARTA, KOMPAS — Putusan
Mahkamah Konstitusi terkait
Undang-Undang Cipta Kerja
patut dilihat sebagai kesem-
patan kedua untuk melakukan
reformasi struktural ekonomi
yang lebih inklusif dan ber-
kelanjutan.
Saat ini, Undang-Undang
Nomor 11Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja dan Undang-Un-
dang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Per-
aturan Perundang-undangan
(PPP) sudah masuk dalam
daftar Program Legislasi Na-
sional Prioritas 2022.
Sebelum memperbaiki UU
Cipta Kerja, pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat
akan terlebih dulu merevisi
UU PPP. Langkah ini diambil
menyikapi putusan Mahka-
mah Konstitusi pada 25 No-
vember 2021 yang menyata-
kan UU Cipta Kerja cacat for-
mil dan inkonstitusional ber-
syarat. Pembuat UU pun diberi waktu dua tahun untuk
memperbaiki UU Cipta Kerja.
Jika dalam dua tahun tidak
ada perbaikan, UU itu akan
dinyatakan inkonstitusional
permanen.
Dalam acara Kompas Col-
laboration Forum yang digelar
harian Kompas secara daring
dan dihadiri para CEO se-
jumlah perusahaan yang ber-
gabung dalam Kompas Col-
laboration Forum, Jumat
(4/2/2022), Menteri Koordi-
nator Bidang Perekonomian
Airlangga Hartarto menga-
takan, setelah revisi UU PPP
disahkan, UU Cipta Kerja
akan direvisi dengan merujuk pada tata cara pembentukan
peraturan perundang-undang-
an yang baru.
”Kami percaya revisi bisa se-
lesai lebih cepat dari tenggat,
yaitu sebelum puncak KTT
G-20 (pada November 2022),”
ujar Airlangga.
Saat ini, pemerintah menyi-
apkan naskah akademik UU
Cipta Kerja yang baru. Terkait
arah revisi UU ini, Airlangga
menjelaskan, ada empat isu
yang sedang dikaji melalui kerja
sama dengan beberapa univer-
sitas, yakni ketenagakerjaan,
kehutanan, lingkungan, dan
pertanahan (agraria). ”Itu em-
pat hal yang paling disoroti oleh
publik,” katanya.
Kendati demikian, di sisi lain,
Airlangga mengatakan, ada as-
pirasi dari pelaku usaha, khu-
susnya investor asing, agar sub-
stansi UU Cipta Kerja tidak
diubah.
Ketua Badan Legislasi DPR
Supratman Andi Agtas menga-
takan, penyelesaian revisi UU
PPP akan dilakukan secepat
mungkin. Revisi UU PPP di-
lakukan terbatas untuk mema-
sukkan definisi, teori, dan pen-
jelasan mengenai mekanisme
pembentukan undang-undang
dengan metode omnibus law
(sapu jagat).
Revisi UU PPP juga akan
mengatur mengenai meaningful
participation (partisipasi ber-
makna) seperti disoroti dalam
putusan MK. Partisipasi ber-
makna itu harus mencakup tiga
syarat, yaitu publik memiliki
hak untuk didengarkan penda-
patnya, dipertimbangkan pen-
dapatnya, dan diberikan pen-
jelasan sejauh mana pendapat-
nya diakomodasi oleh pemben-
tuk UU.
Terkait kepastian arah revisi
UU Cipta Kerja, Wakil Ketua
Badan Legislasi DPR Ahmad
Baidowi menambahkan, sejauh
mana substansi UU Cipta Kerja
akan diubah sepenuhnya ber-
gantung pada hasil pembahasan
DPRdanpemerintah kelak. ”Itu
tergantung pembahasan, apa-
kah akan ada perubahan sub-
stansi atau tidak,” katanya.
Perbaikan substansial
Ketua Departemen Ekonomi
Centre for Strategic and In-
ternational Studies (CSIS) Yose
Rizal Damuri menilai, putusan
MK dapat dijadikan kesem-
patan untuk membenahi refor-
masi struktural ekonomi. Per-
baikan substansial dibutuhkan
untuk menyesuaikan langkah
transformasi ekonomi Indone-
sia agar lebih sesuai dengan
prinsip pembangunan ekonomi
yang inklusif, berkelanjutan,
dan berperspektif global.
Saat ini, sejumlah substansi
dalam UU Cipta Kerja masih
problematik karena dipandang
dapat berdampak buruk pada
kelestarian lingkungan dan ke-
sejahteraan masyarakat. Peme-
rintah perlu mengidentifikasi
berbagai elemen publik dan
lembaga independen untuk
menjaring pendapat dan me-
metakan arah revisi.
Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada Maria
SW Sumardjono mengatakan,
proses perbaikan substansi UU
Cipta Kerja tidak bisa dilakukan
diam-diam.
Pembuat UU wajib memberi
hak kepada publik untuk meng-
awal penyusunan ulang regulasi
ini. Tidak sekadar formalitas,
tetapi harus menjunjung par-
tisipasi publik yang murni. ”Ini
pekerjaanrumahbesar yangha-
rus dikawal, tidak bisa hanya
asal mengubah,” ujar Maria.
Revisi, misalnya, harus di-
lakukan untuk memperbaiki se-
jumlah substansi terkait sektor
agraria, kehutanan, dan ling-
kungan yang belum memenuhi
aspirasi publik. Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional perlu
mengoreksi substansi perta-
nahan dalam UU Cipta Kerja
yang melanggar konsep dan
asas-asas UU Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok Agraria
yang masih berlaku.
UU Cipta Kerja juga harus
menegaskan aspek penjaminan
hak asasi manusia, seperti
pengakuan terhadap masyara-
kat hukum adat melalui surat
keputusan kepala daerah.
Dekan Fakultas Hukum Uni-
versitas Jember Bayu Dwi Ang-
gono mengingatkan, sekalipun
tidak gamblang menyebut revisi
substansi UU Cipta Kerja, da-
lam putusannya, MK menekan-
kan pentingnya partisipasi ber-
makna dalam penyusunan UU
Cipta Kerja.
Artinya, penyusunan UU itu
harus dimulai lagi dari awal,
sejak tahap penyusunan, pe-
nyerapan aspirasi publik, hing-
ga pembahasan di DPRbersama
pemerintah. Semua tahapan itu
harus memenuhi syarat par-
tisipasi yang bermakna.
”Jika betul-betul menerap-
kan partisipasi bermakna, pasti
akan ada masukan dari publik
yang harus didengar dan di-
pertimbangkan sehingga dapat
pula mengubah substansi UU
Cipta Kerja,” kata Bayu.
(AGE/REK/MTK/DIM)

Manfaatkan
Peluang Benahi
UU Cipta Kerja
Isu ketenagakerjaan, kehutanan, lingkungan, dan
pertanahan dalam UU Cipta Kerja masih menjadi sorotan
publik. Oleh karena itu, revisi UU sapu jagat ini
diharapkan jadi momentum perbaikan yang substansial.


JAKARTA, KOMPAS — Putusan
Mahkamah Konstitusi terkait
Undang-Undang Cipta Kerja
patut dilihat sebagai kesem-
patan kedua untuk melakukan
reformasi struktural ekonomi
yang lebih inklusif dan ber-
kelanjutan.
Saat ini, Undang-Undang
Nomor 11Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja dan Undang-Un-
dang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Per-
aturan Perundang-undangan
(PPP) sudah masuk dalam
daftar Program Legislasi Na-
sional Prioritas 2022.
Sebelum memperbaiki UU
Cipta Kerja, pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat
akan terlebih dulu merevisi
UU PPP. Langkah ini diambil
menyikapi putusan Mahka-
mah Konstitusi pada 25 No-
vember 2021 yang menyata-
kan UU Cipta Kerja cacat for-
mil dan inkonstitusional ber-
syarat. Pembuat UU pun diberi waktu dua tahun untuk
memperbaiki UU Cipta Kerja.
Jika dalam dua tahun tidak
ada perbaikan, UU itu akan
dinyatakan inkonstitusional
permanen.
Dalam acara Kompas Col-
laboration Forum yang digelar
harian Kompas secara daring
dan dihadiri para CEO se-
jumlah perusahaan yang ber-
gabung dalam Kompas Col-
laboration Forum, Jumat
(4/2/2022), Menteri Koordi-
nator Bidang Perekonomian
Airlangga Hartarto menga-
takan, setelah revisi UU PPP
disahkan, UU Cipta Kerja
akan direvisi dengan merujuk pada tata cara pembentukan
peraturan perundang-undang-
an yang baru.
”Kami percaya revisi bisa se-
lesai lebih cepat dari tenggat,
yaitu sebelum puncak KTT
G-20 (pada November 2022),”
ujar Airlangga.
Saat ini, pemerintah menyi-
apkan naskah akademik UU
Cipta Kerja yang baru. Terkait
arah revisi UU ini, Airlangga
menjelaskan, ada empat isu
yang sedang dikaji melalui kerja
sama dengan beberapa univer-
sitas, yakni ketenagakerjaan,
kehutanan, lingkungan, dan
pertanahan (agraria). ”Itu em-
pat hal yang paling disoroti oleh
publik,” katanya.
Kendati demikian, di sisi lain,
Airlangga mengatakan, ada as-
pirasi dari pelaku usaha, khu-
susnya investor asing, agar sub-
stansi UU Cipta Kerja tidak
diubah.
Ketua Badan Legislasi DPR
Supratman Andi Agtas menga-
takan, penyelesaian revisi UU
PPP akan dilakukan secepat
mungkin. Revisi UU PPP di-
lakukan terbatas untuk mema-
sukkan definisi, teori, dan pen-
jelasan mengenai mekanisme
pembentukan undang-undang
dengan metode omnibus law
(sapu jagat).
Revisi UU PPP juga akan
mengatur mengenai meaningful
participation (partisipasi ber-
makna) seperti disoroti dalam
putusan MK. Partisipasi ber-
makna itu harus mencakup tiga
syarat, yaitu publik memiliki
hak untuk didengarkan penda-
patnya, dipertimbangkan pen-
dapatnya, dan diberikan pen-
jelasan sejauh mana pendapat-
nya diakomodasi oleh pemben-
tuk UU.
Terkait kepastian arah revisi
UU Cipta Kerja, Wakil Ketua
Badan Legislasi DPR Ahmad
Baidowi menambahkan, sejauh
mana substansi UU Cipta Kerja
akan diubah sepenuhnya ber-
gantung pada hasil pembahasan
DPRdanpemerintah kelak. ”Itu
tergantung pembahasan, apa-
kah akan ada perubahan sub-
stansi atau tidak,” katanya.
Perbaikan substansial
Ketua Departemen Ekonomi
Centre for Strategic and In-
ternational Studies (CSIS) Yose
Rizal Damuri menilai, putusan
MK dapat dijadikan kesem-
patan untuk membenahi refor-
masi struktural ekonomi. Per-
baikan substansial dibutuhkan
untuk menyesuaikan langkah
transformasi ekonomi Indone-
sia agar lebih sesuai dengan
prinsip pembangunan ekonomi
yang inklusif, berkelanjutan,
dan berperspektif global.
Saat ini, sejumlah substansi
dalam UU Cipta Kerja masih
problematik karena dipandang
dapat berdampak buruk pada
kelestarian lingkungan dan ke-
sejahteraan masyarakat. Peme-
rintah perlu mengidentifikasi
berbagai elemen publik dan
lembaga independen untuk
menjaring pendapat dan me-
metakan arah revisi.
Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada Maria
SW Sumardjono mengatakan,
proses perbaikan substansi UU
Cipta Kerja tidak bisa dilakukan
diam-diam.
Pembuat UU wajib memberi
hak kepada publik untuk meng-
awal penyusunan ulang regulasi
ini. Tidak sekadar formalitas,
tetapi harus menjunjung par-
tisipasi publik yang murni. ”Ini
pekerjaanrumahbesar yangha-
rus dikawal, tidak bisa hanya
asal mengubah,” ujar Maria.
Revisi, misalnya, harus di-
lakukan untuk memperbaiki se-
jumlah substansi terkait sektor
agraria, kehutanan, dan ling-
kungan yang belum memenuhi
aspirasi publik. Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional perlu
mengoreksi substansi perta-
nahan dalam UU Cipta Kerja
yang melanggar konsep dan
asas-asas UU Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok Agraria
yang masih berlaku.
UU Cipta Kerja juga harus
menegaskan aspek penjaminan
hak asasi manusia, seperti
pengakuan terhadap masyara-
kat hukum adat melalui surat
keputusan kepala daerah.
Dekan Fakultas Hukum Uni-
versitas Jember Bayu Dwi Ang-
gono mengingatkan, sekalipun
tidak gamblang menyebut revisi
substansi UU Cipta Kerja, da-
lam putusannya, MK menekan-
kan pentingnya partisipasi ber-
makna dalam penyusunan UU
Cipta Kerja.
Artinya, penyusunan UU itu
harus dimulai lagi dari awal,
sejak tahap penyusunan, pe-
nyerapan aspirasi publik, hing-
ga pembahasan di DPRbersama
pemerintah. Semua tahapan itu
harus memenuhi syarat par-
tisipasi yang bermakna.
”Jika betul-betul menerap-
kan partisipasi bermakna, pasti
akan ada masukan dari publik
yang harus didengar dan di-
pertimbangkan sehingga dapat
pula mengubah substansi UU
Cipta Kerja,” kata Bayu.
(AGE/REK/MTK/DIM)


UU CIPTA KERJA
Implementasi Belum
Memenuhi Harapan
JAKARTA, KOMPAS — Setelah satu tahun, penerapan Un-
dang-Undang Cipta Kerja untuk mempermudah perizinan
berusaha, meningkatkan investasi, dan menciptakan lapangan
kerja belum memenuhi harapan. Masih terjadi penerbitan izin
usaha tanpa disertai analisis risiko yang matang sesuai dengan
kondisi riil di daerah.
Kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) pada Desember 2021 menunjukkan, satu tahun
setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja dan peraturan turunannya resmi berlaku, implemen-
tasinya belum optimal.
Sistem perizinan terpadu berbasis risiko atau Online
Single Submission Risk-Based Approach
(OSS-RBA) yang dibuat untuk memudah-
kan proses perizinan usaha masih ber-
masalah. Ditemukan kebijakan pusat-daerah yang belum
matang dan sinkron, perizinan sektoral yang belum ter-
integrasi, serta keterbatasan teknologi dan sumber daya
manusia. Selain itu, terdapat masalah minimnya sosialisasi
yang membingungkan pelaku usaha dan menghambat ke-
lancaran perizinan.
Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman menje-
laskan, salah satu problem utama ketidaksiapan implementasi
sistem OSS-RBA adalah pemetaan analisis risiko usaha yang
belum jelas. Untuk menyederhanakan perizinan, UU Cipta
Kerja mengubah rezim perizinan berusaha menjadi berbasis
risiko.
Tiap bidang usaha ditakar risiko beroperasinya berdasarkan
(Bersambung ke hlm 15 kol 1-2)

Implementasi
(Sambungan dari halaman 1)
kode Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia (KBLI) de-
ngan menimbang aspek kese-
hatan, keselamatan, lingkung-
an, dan lain-lain. Syarat dan
proses perizinan usaha risiko
rendah-menengah dibuat lebih
mudah ketimbang usaha beri-
siko tinggi yang perlu syarat
tambahan berupa analisis me-
ngenai dampak lingkungan.
Menurut Armand, daftar
KBLI sebagai penentu kategori
bidang usaha berbasis risiko itu
belum lengkap dan belum se-
suai dengan kondisi riil daerah.
Penyebabnya, proses pemetaan
analisis risiko diurus pemerin-
tah pusat tanpa keharusan
melibatkan pemerintah daerah
dan masyarakat setempat.
Pemberian izin usaha sesuai
risiko riil di lapangan juga ter-
hambat karena banyak daerah
belum memiliki rencana detail
tata ruang (RDTR). Akibat pe-
metaan analisis risiko yang bu-
ruk dan RDTR yang belum ter-
integrasi dengan sistem OSS-
RBA, pemberian izin usaha bisa
melenceng dari peruntukandan
melanggar tata ruang.
Usaha dengan kategori risiko
yang sebenarnya tinggi di suatu
daerah bisa saja lolos dengan
label risiko rendah atau me-
nengah. Hal itu mengancam ke-
lestarian lingkungan dan kuali-
tas hidup warga sekitar.
”Sekarang mungkin belum
terlihat dampaknya karena
usahanya belum beroperasi.
Namun, ini tinggal menunggu
waktu akan jadi masalah pada
masa depan,” kata Armand,
pekan lalu.
Keresahan serupa disuara-
kan pemerintah daerah. Kepala
Dinas Penanaman Modal-Pela-
yanan Terpadu Satu Pintu Su-
lawesi Tenggara Parinringi me-
ngatakan, sistem OSS-RBA
yang belum terintegrasi dengan
RDTR kerap membuat peng-
urusan izin lokasi usaha tertun-
da. ”Ini yang membuat orang
pikir-pikir lagi untuk buka usa-
ha karena izinnya sering ter-
kendala. Belum lagi dampak
lingkungannya. Istilahnya, dana
masuk ke pusat, kita yang ke-
bagian masalah,” tuturnya.
Menurut Wakil Ketua
Umum Kadin Indonesia Sar-
man Simanjorang, keterlibatan
daerah dalam menentukan ri-
siko jenis usaha sangat penting
untuk mendukung implemen-
tasi sistem OSS-RBA. Perlu ada
komunikasi intens antara pe-
merintah pusat-daerah serta
pelaku usaha dan masyarakat
untukmenyusunkategori risiko
usaha sesuai kondisi riil daerah.
Karakteristik alam dan kehi-
dupan sosial di setiap daerah
berbeda sehingga tingkat risiko
pun tidak bisa dipukul rata.
Ia berharap, berbagai per-
soalan itu bisa diluruskan lewat
revisi UU Cipta Kerja sesuai
perintah Mahkamah Konstitu-
si. ”Sebab, kalau suatu hari
muncul pencemaran limbah,
lingkungan rusak, masyarakat
terdampak, yang harus meng-
hadapi itu daerah, bukan pusat.
Apalagi, izin usaha yang saat ini
diambil alih pusat, seperti tam-
bang, termasuk dalam usaha
risiko tinggi,” ujar Sarman.
(AGE/JAL/CIP/ERK)

PENANGANAN PANDEMI
Antisipasi Lonjakan Kasus
di Luar Jawa dan Bali
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan kasus harian Covid-19 di
Indonesia dua pekan terakhir didominasi dari Jawa-Bali.
Bahkan, di kawasan Tangerang Raya dan Depok, penambahan
kasus harian melewati puncak penularan varian Delta. Jika
berkaca dari gelombang penularan varian Delta tahun lalu,
lonjakan kasus akan menyusul terjadi di luar Jawa-Bali.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19,
penambahan kasus Covid-19 secara nasional pada Minggu
(6/2/2022) kembali memecahkan rekor dengan 36.057 kasus
baru. Padahal, kasus harian dua pekan lalu masih di bawah
3.000 kasus. Penambahan kasus ini mayoritas dari DKI
Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Bali. Demikian
halnya, korban jiwa bertambah 57 orang, menjadi rekor dalam
jumlah kasus selama gelombang Omicron.
Kasus aktif bertambah 25.431 orang sehingga total 188.899
orang. Sementara positivity rate atau rasio hasil tes positif
memakai tes reaksi berantai polimerase (PCR) 40,49 persen,
lebih tinggi dari rata-rata seminggu terakhir 31,5 persen.
”Sebulan ke depan harus berhati-hati untuk luar Jawa-Bali
karena akan terjadi pola (kenaikan kasusCovid-19) seperti saat
gelombang Delta (Juli-Agustus 2021) ataupun puncak pertama
(Januari 2021),” kata Juru Bicara Vaksinasi Kementerian
Kesehatan Siti Nadia Tarmizi di Jakarta.
Melebihi Delta
Sejak kasus pertama di Indonesia diumumkan pertengahan
Desember 2021, jumlah kasus Omicron mencapai 3.914 orang.
MenurutNadia, jika laju penularan tak segera ditekan, kasus di
daerah lain berpotensi menyusul melewati puncak Delta.
Karena itu, masyarakat diminta meningkatkan disiplin me-
nerapkan protokol kesehatan.
Kasus aktif Covid-19 di Kota Bekasi, Jabar, mencapai 10.124
kasus dan 9.721 kasus di antaranya menjalani isolasi mandiri.
Sementara Pemerintah Kota Surabaya, Jatim, menyiapkan
Rumah Sakit Lapangan Tembak untuk mengantisipasi lon-
jakan pasien Covid-19.
Adapun lima hari terakhir, kasus Covid-19 di DKI Jakarta
meningkat signifikan. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta
Ahmad Riza Patria, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan
kenaikan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masya-
rakat kepada pemerintah pusat.
Lonjakan kasus di Jawa-Bali didominasi kasus tanpa gejala
dan bergejala ringan. Keterisian tempat tidur di rumah sakit
secara nasional 23,35 persen dari total kapasitas. Namun, di
DKI Jakarta yang menjadi episentrum penularan Covid-19,
okupansi di atas 60 persen.
Meski dampak keparahan Omicron lebih ringan daripada
Delta, lonjakan kasus meningkatkan risiko kematian pasien
dengan komorbid dan lanjut usia serta memperbanyak pen-
derita Covid-19 berkepanjangan (long covid). ”Jumlah pasien
Covid-19 yang kami rawat meningkat,” kata dokter Eva Sri
Diana, dokter spesialis paru yang bertugas di Jakarta.
(TAM/AIK/BRO/DAN/VAN/HLN)Buruh Sudah Jatuh,
Tertimpa Tangga

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Begitu kondisi buruh selama pagebluk Covid-19. Tidak hanya
terimbas pandemi, pekerja juga terdampak implementasi Undang-Undang Cipta Kerja.
Agnes Theodora/
Sucipto


Satu tahun berlalu sejak
Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja mulai berlaku.
Implementasi regulasi sapu ja-
gat itu dibayangi ketidakpas-
tian iklim kerja dan kesejah-
teraan pekerja yang kian ter-
gerus.
Maman (32), bukan nama
sebenarnya, harus merelakan
angan-angannya menjadi kar-
yawan tetap. Setelah delapan
tahun bekerja sebagai buruh
kontrak di sebuah pabrik plas-
tik di Bekasi, Jawa Barat,
alih-alih dijadikan pekerja
tetap sesuai yang dijanjikan, ia
”turun status” menjadi buruh
alih daya atau borongan (out-
sourcing).
”Alasannya untuk efisiensi
dan karena sudah ada un-
dang-undang baru. Padahal,
saya sudah dijanjikan dan di-
rekomendasikan untuk diang-
kat menjadi karyawan tetap,”
kata Maman, awal Januari
2022.
Status Maman sebagai bu-
ruh kontrak diakhiri dan di-
alihkan menjadi buruh alih da-
ya dengan uang ”tali asih” atau
kompensasi Rp 2 juta. Maman
kini bekerja di bawah peru-
sahaan outsource yang bekerja
sama dengan perusahaan la-
manya itu. Posisi, beban kerja,
dan upah tidak berubah. Ha-
nya saja, kini Maman tidak pu-
nya kepastian kerja karena
berstatus alih daya.
Sebelum UU Cipta Kerja
berlaku, pekerjaan yang boleh
dialihdayakan terbatas pada li-
ma jenis pekerjaan penunjang
(non-core business), yaitu jasa
pembersihan, penyediaan ma-
kanan (katering), tenaga peng-
amanan atau satpam, jasa pe-
nunjang di pertambangan dan
perminyakan, serta jasa ang-
kutan pekerja.
Namun, UU Cipta Kerja
menghapus batasan itu. Kini,
semua pekerjaan bisa dialih-
dayakan, termasuk pekerjaan
inti (core-business) di usaha
terkait. Ketentuan ini terma-
suk dalam poin utama yang
diprotes buruh karena menja-
dikan praktik outsourcing se-
makin masif. Padahal, dengan
status alih daya, buruh men-
jadi rentan lantaran tidak ada
kepastian kerja, jaminan per-
lindungan, dan hak lainnya se-
bagai pekerja.
Menurut Maman yang be-
kerja sebagai staf pergudangan,
praktik pemutihan kontrak
untuk dijadikan buruh alih da-
ya di pekerjaan non-penunjang
itu sudah dilakukan perusaha-
an bahkan sebelum UU Cipta
Kerja. ”Kali ini lebih seme-
na-mena karena sekarang se-
olah-olah diperbolehkan,” ka-
tanya.
Maman menyesal menyang-
gupi uang tali asih yang di-
tawarkan. Namun, saat itu, dia
merasa tak punya pilihan lain
karena harus tetap bekerja dan
mempertahankan sumber naf-
kah keluarga. Apalagi, di
tengah kondisi pandemi, men-
cari pekerjaan baru semakin
sulit.
Semakin fleksibel
Seperti Maman, buruh di
sektor tekstil, kulit, dan alas
kaki juga merasakan dampak
status kerja yang semakin fleksibel itu. Di Kawasan Berikat
Nusantara Cakung, Jakarta Ti-
mur, misalnya, pemutihan ker-
ja dilakukan terhadap pekerja
tetap untuk kemudian dipe-
kerjakan kembali dengan sta-
tus kontrak.
Ketua Umum Federasi Ser-
ikat Buruh Persatuan Indone-
sia (FSBPI) Dian Septi menga-
takan, pada beberapa kasus,
ada modus pekerja diminta
mengundurkan diri dan me-
nerima uang kompensasi agar
perusahaan tak perlu memba-
yar pesangon. ”Rata-rata bu-
ruh menerima karena merasa
terdesak. Selain karena butuh
kerja dan uang, ada relasi ku-
asa yang timpang dalam ne-
gosiasi.”
Setelah penerapan UU Cipta
Kerja, diperparah dampak
pandemi, makin banyak dite-
mukan praktik buruh kontrak
dan buruh alih daya, semen-
tara buruh kontrak kian sulit
diangkat menjadi tetap. Meski
masih ada yang dijadikan bu-
ruh tetap, tawaran pemutihan
jadi kontrak lebih marak ter-
jadi. ”Dengan iming-iming
kompensasi tidak setimpal,
bahkan jauh di bawah UU Cip-
ta Kerja,” ujar Dian.
Menurut dia, sebelum UU
Cipta Kerja, buruh yang ter-
kena pemutihan masih men-
dapat pesangon sebanyak satu
kali ketentuan pada Un-
dang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasca-UU Cipta Kerja, buruh
yang terkena pemutihan hanya
dibayar pesangon 0,1-0,25 per-
sen dari ketentuan.
Hal itu bahkan lebih rendah
dari pesangon yang diatur di
UU Cipta Kerja dan PP Nomor
35 Tahun 2021 tentang Per-
janjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT), Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja.
”Ini praktik yang dulu sudah
dilakukan diam-diam, tetapi sekarang dilegalkan,” kata Di-
an.
Hak pesangon
Dampak UU Cipta Kerja ti-
dak hanya dirasakan pekerja
kerah biru, tetapi juga pekerja
kerah putih. Eky Mery, warga
Jakarta yang bekerja di posisi
marketing communication se-
buah perusahaan perdagangan,
mengalami PHK, Juni 2021,
dengan alasan perusahaan me-
rugi dan melakukan efisiensi.
Namun, Eky tidak menda-
pat pesangon sesuai ketentuan
perjanjian kerja bersama
(PKB) yang sudah disepakati
perusahaan dengan serikat pe-
kerja. ”Perusahaan langsung
menerapkan aturan UU Cipta
Kerja, padahal itu belum di-
sepakati untuk diterapkan.
PKB yang berlaku sebenarnya
masih sesuai UU Ketenagaker-
jaan yang lama,” katanya.
Hal itu bertentangan de-
ngan kebijakan Kementerian
Ketenagakerjaan yang menya-
takan, kehadiran UU Cipta
Kerja tidak mendegradasi ku-
alitas PP dan PKB. Direktur
Hubungan Kerja dan Pengu-
pahan Kemenaker Dinar Titus
Jogaswitani mengatakan, UU
Cipta Kerja tidak serta-merta
mengubah peraturan internal
perusahaan, kecuali telah di-
sepakati pekerja dan perusa-
haan.
Awalnya, Eky bersama
serikat pekerja di perusahaan-
nya menempuh langkah me-
diasi. Namun, upaya itu tak
membuahkan hasil. Kini,
Eky dan pekerja lain yang
mengalami PHK mengajukan
gugatan ke pengadilan hu-
bungan industrial (PHI). ”Ka-
rena sudah berbulan-bulan
bersengketa, banyak (korban
PHK lain) yang lelah dan
akhirnya menerima di-PHK
meski tidak sesuai dengan
PKB,” katanya.
Dampak UU Cipta Kerja
yang membawa ketidakpastian
kerja juga disoroti Hirson
Kharisma, advokat di Balikpa-
pan, Kalimantan Timur. Saat
mendampingi kliennya sebagai
tergugat di PHI Samarinda,
dalam putusan pengadilan,
majelis hakim menyatakan,
hubungan kerja antara klien-
nya dan perusahaan berakhir
berdasarkan Pasal 43 Ayat (2)
PP Nomor 35 Tahun 2021.
Menurut PP itu, pengusaha
dapat melakukan PHK terha-
dap buruh dengan alasan per-
usahaan melakukan efisiensi
untuk mencegah terjadinya ke-
rugian. Padahal, dalam UU Ke-
tenagakerjaan, PHK salah sa-
tunya bisa dilakukan ketika
perusahaan merugi dua tahun
berturut-turut. Kerugian itu
pun harus dibuktikan dengan
laporan keuangan yang diaudit
akuntan publik.
”Frasa ’mencegah terjadinya
kerugian’ itu mencerminkan
tidak adanya kepastian hukum.
Perusahaan bisa saja menggu-
nakan alasan itu kapan saja
untuk memberhentikan peker-
ja,” ujar Hirson.
Revisi UU Cipta Kerja
Menurut Sekretaris Jende-
ral Organisasi Pekerja Seluruh
Indonesia Timboel Siregar,
perbaikan substansi ketenaga-
kerjaan di UU Cipta Kerja jadi
keniscayaan. Sebab, implemen-
tasi sejumlah pasal di UU itu
justru dirasakan menekan ke-
sejahteraan pekerja.
Selain status kerja yang kian
fleksibel dan berkurangnya
hak pesangon, dampak lain
yang kini juga dirasakan pe-
kerja adalah tertahannya ke-
naikan upah minimum tahun
2022 di bawah tingkat inflasi
tahunan akibat sistem peng-
upahan baru di UU Cipta Ker-
ja. ”Ini semakin menekan daya
beli pekerja di tengah impitan
pandemi. Kita butuh investasi,
tetapi jangan sampai dalam prosesnya itu justru menekan
pekerja,” katanya.
Dihubungi terpisah, Sekre-
taris Jenderal Kementerian
Ketenagakerjaan Anwar Sanusi
mengatakan, pemerintah se-
dang mengevaluasi sejumlah
pasal ketenagakerjaan di UU
Cipta Kerja yang paling banyak
digugat buruh ke Mahkamah
Konstitusi. Pasal tersebut, an-
tara lain, ketentuan PKWT/pe-
kerja kontrak, pekerja alih da-
ya, hak pesangon, dan upah
pekerja.
Kajian itu melibatkan aka-
demisi dari berbagai universi-
tas serta ke depannya meli-
batkan pekerja dan pengusaha.
”Di sini kita buka opsi meng-
evaluasi. Sebab, kalaupun
misalnya nanti revisi aspek
formil UU Cipta Kerja selesai,
gugatan materiil akan tetap
disampaikan lagi ke MK,” ujar-
nya.Menurut dia, implementasi
UU Cipta Kerja selama seta-
hun terakhir merupakan tan-
tangan sulit di tengah pande-
mi. Pemerintah pun berusaha
menempatkan diri di antara
kebutuhan pekerja dan peng-
usaha.
”Pandemi berdampak sangat
besar kepada pekerja. Di sisi
lain, kita juga harus menjalan-
kan UU Cipta Kerja. Tentu ti-
dak ada satu solusi jitu untuk
menyelesaikan semua,” ujar-
nya.
Untuk memastikan pene-
rapan UU Cipta Kerja tak me-
nekan buruh, Kemenaker akan
memperkuat pengawasan kete-
nagakerjaan, baik dari sisi
jumlah pengawas maupun ka-
pasitas.
Saat ini, jumlah pengawas
dan mediator masih sangat
terbatas dan terpusat di ibu
kota provinsi. ”Situasi sudah
berbeda. Sekarang ini masalah
ketenagakerjaan betul-betul di-
namis dan ini menjadi tan-
tangan untuk kami,” katanya.

70 TAHUN TAKHTA ELIZABETH II
Restu Ratu, Penantian
Bahagia bagi Camilla
Perhatian publik
Inggris dan negara
di bawah
monarkinya saat 70
tahun takhta Ratu
Elizabeth II terfokus
pada pengumuman
Sang Ratu atas
status Camilla, istri
Pangeran Charles,
sebagai calon per-
maisuri kerajaan.
Kisah lama tentang keti-
daksetiaan dan ”orang
ketiga” dalam pernikah-
an Pangeran Charles-Putri Di-
ana, yang kemudian retak dan
Putri Diana meninggal dalam
kecelakaan di Paris tahun 1997,
tak akan terlupakan. Butuh
bertahun-tahun publik Inggris
untuk bisa memaafkan Pange-
ran Charles dan Camilla Par-
ker Bowles, ”orang ketiga” itu.
Namun, perlahan-lahan su-
asana hati publik Inggris ber-
ubah. Perubahan bermula pada
2005 saat Charles menikahi
Camilla. Dengan pembawaan
rendah hati dan rasa humor-
nya selama bertahun-tahun
menjalani tugas-tugas keraja-
an, termasuk lebih dari 100
kegiatan amal, Camilla—Du-
chess of Cornwall—merebut
hati publik Inggris.
Bahkan, hati Ratu Elizabeth
II luluh. Ratu berusia 95 tahun
itu, tepat di hari istimewa 70
tahun takhtanya, merestui Ca-
milla (74) untuk menjadi per-
maisuri kerajaan saat kelak
Charles (73) menjadi raja.
”Apabila tiba pada masanya,
anak saya Charles menjadi ra-
ja, saya tahu Anda akan men-
dukung dia dan istrinya, Ca-
milla, seperti dukungan pada
saya. Dengan setulus hati saya
berharap, jika waktunya tiba,
Camilla akan dikenal sebagai
permaisuri (queen consort) ka-
rena kesetiaan pelayanannya,”
tulis Elizabeth di paragraf lima
surat tanggal 5 Februari 2022,
menyambut peringatan 70 ta-
hun takhtanya.
Elizabeth menggunakan is-
tilah permaisuri untuk mem-
bedakannya dengan ratu. Per-
maisuri adalah istri raja yang
berkuasa dan tidak setara de-
ngan raja, sedangkan ratu se-
tara dengan raja. Ada pula su-
ami Ratu Inggris Raya. Ia tak
disebut raja, tetapi hanya pa-
ngeran permaisuri.
Pengumuman Elizabeth
bahwa Camilla bisa menjadi
permaisuri menjadi puncak
penerimaan Sang Ratu atas
menantunya itu. Sebelumnya,
Elizabeth mengangkat Camilla
menjadi salah satu anggota
Dewan Orang Terhormat (Pri-
vy Council), yang berisi bang-
sawan dan tokoh masyarakat,
dengan tugas utama penasihat
keluarga kerajaan.
Bahkan, pada awal 2022, 

Camilla dilantik menjadi salah satu dari maksimal 24 ang-
gota Kelompok Garter. Kelompok itu merupakan grup ke-
bangsawaan paling tua yang masih ada di Kerajaan Inggris
Raya. Dibentuk pada abad ke-14 oleh Edward III bersama 24
bangsawan lain, kelompok itu disebut bangsawan paling
setia dan berbakti pada kerajaan.
Kini, Camilla disebut sebagai calon permaisuri. Memang,
belum diketahui, apakah Camilla akan benar-benar menjadi
permaisuri. Pada Juli nanti, ia akan berusia 75 tahun, se-
mentara Charles berumur 74 tahun, November mendatang.
Agar Camilla menjadi permaisuri, jelas Charles harus ter-
lebih dulu menjadi raja. Jalan Charles menjadi raja hanya
dua: Ratu Elizabeth II mundur atau meninggal.
Meski beberapa kali dirawat, Elizabeth cukup prima un-
tuk ukuran orang berusia usia 95 tahun 10 bulan. Ia juga
belum menunjukkan tanda akan turun takhta.
Kelangsungan monarki
Saat menikah, Camilla mengumumkan tak mau dipanggil
putri dan permaisuri jika Charles menjadi raja. Ia memilih
gelar Istri Adipati Cornwall, sesuai salah satu gelar rendah
Charles, yakni Adipati Cornwall, setelah menikah.
Karena itu, betapa besar sukacita Charles mendengar
pengumuman Sang Ratu. ”Kami benar-benar sadar akan
kehormatan yang ditunjukkan melalui harapan ibu saya,”
kata Charles dalam pernyataan tertulis. ”Sejak kami bersama
melayani dan mendukung Yang Mulia dan rakyat komunitas
kami, istri terkasih selalu menjadi pendukung utama saya.”
Pengumuman Elizabeth soal status Camilla dinilai bagian
dari rencana Sang Ratu memastikan kelangsungan monarki
Inggris. ”Ratu begitu realis dan, Anda tahu, ia menangani
urusan yang harus dijalankan,” ujar sejarawan Robert Lacey.
”Ya, mereka menyebutnya ’perusahaan’, kan? (Pengu-
muman) ini menempatkan Camilla di dalam ’perusahaan’ itu
secara memadai sekarang dan masa depan,” lanjut Lacey.
Istilah ”perusahaan” memang beberapa kali dipakai untuk
merujuk pada keluarga kerajaan. Hari Minggu kemarin,
kerajaan pun merilis foto terbaru Ratu Elizabeth dalam pose
tersenyum lebar. (AP/AFP/REUTERS/RAZ/SAM)

Mengurai ”Keruh”
Minyak Goreng
Sederet jurus telah diluncurkan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng.
Namun, dampaknya belum optimal. Jurus-jurus baru diperlukan guna mengurainya.

Sejumlah kebijakan pe-
ngendalian harga minyak
goreng di dalam negeri
sudah digulirkan sepanjang Ja-
nuari tahun ini. Kendati harga
rata-rata nasional berangsur
turun, harga minyak goreng
masih relatif tinggi, setidaknya
masih di atas ketentuan harga
eceran tertinggi. Pasokannya
juga masih seret sehingga se-
bagian masyarakat masih ke-
sulitan mendapatkan minyak
goreng dengan harga terjang-
kau di ritel modern ataupun di
pasar tradisional.
Padahal, kebijakan kewajib-
an pemenuhan kebutuhan pa-
sar domestik (domestic market
obligation/DMO) minyak kela-
pa sawit mentah (CPO) dan
CPO olahan atau olein telah
lebih dari sepekan bergulir.
Kementerian Perdagangan ju-
ga belum menerbitkan izin
ekspor dua komoditas bahan
baku minyak goreng tersebut.
Ada apa?
Direktur Jenderal Perda-
gangan Dalam Negeri Kemen-
terian Perdagangan Oke
Nurwan dalam diskusi publik
”Solusi Minyak Goreng Naik,
Subsidi atau DMO?” yang di-
gelar Institute for Develop-
ment of Economics and Fi-
nance (Indef), Kamis
(3/2/2022), mengatakan, kebi-
jakan pengendalian harga mi-
nyak goreng bukan kebijakan
coba-coba (trial and error).
Menurut dia, kebijakan itu
berevolusi lantaran tidak di-
tanggapi positif. Kebijakan
awal, yakni penyediaan minyak
goreng kemasan sederhana se-
harga Rp 14.000 per liter, tidak
berjalan baik. Alasannya, ka-
pasitas pabrik tak mencukupi
jika harus memproduksi mi-
nyak goreng premium. Peme-
rintah kemudian menggulirkan
kebijakan minyak goreng ke-
masan sederhana dan premi-
um satu harga. Langkah ini ju-
ga tidak berjalan dengan baik
karena ada indikasi kebocoran
ekspor CPO dan olein.
Akhirnya, Kementerian Per-
dagangan menggulirkan kebi-
jakan DMO CPO dan olein pa-
da 27 Januari 2022. Berbareng
dengan langkah itu, Kemente-
rian Perdagangan mematok
harga eceran tertinggi (HET),
yakni Rp 11.500 per liter untuk
minyak goreng curah, Rp
13.500 per liter untuk minyak
goreng kemasan sederhana,
dan Rp 14.000 per liter untuk
minyak goreng premium.
Selain itu, sampai pekan la-
lu, Kementerian Perdagangan
juga belum menerbitkan izin
ekspor CPO dan olein karena
syarat DMO belum dipenuhi
eksportir. Namun, stok minyak
goreng di dalam negeri masih
seret. ”Saya tidak tahu apakah
ini bentuk perlawanan atau
masih dalam tahap persiapan
dan penyesuaian atas kebijak-
an tersebut. Pemerintah tidak
boleh kalah. Kami tetap akan
memonitor dan memastikan
kebutuhan minyak goreng mu-
rah tersedia,” ujarnya.
Dugaan kartel
Oke menambahkan, kebijak-
an DMO yang digulirkan me-
rupakan salah satu cara pe-
merintah melepaskan
ketergantungan harga minyak
goreng dari pengaruh harga
CPO dunia. Dengan ketentuan
DMO 20 persen untuk CPO
dan olein serta harga DMO Rp
9.300 per kilogram untuk CPO
dan Rp 10.300 per kg untuk
olein, produsen minyak goreng
diharapkan bisa mendapatkan
jaminan bahan baku dengan
harga yang lebih murah dari
harga internasional.
Dalam kesempatan yang
sama, Ketua Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
Ukay Karyadi berpendapat,
problem minyak goreng sebe-
narnya sudah keruh sejak di
hulu. Ada alokasi lahan negara
untuk perusahaan-perusahaan
kelapa sawit melalui mekanis-
me hak guna usaha.
Di sisi lain, kepemilikan
perkebunan kelapa sawit se-
makin terkonsentrasi ke swas-
ta atau dikelola perusaha-
an-perusahaan besar ketim-
bang rakyat. Setiap tahun, ada
perkebunan sawit rakyat yang
diakuisisi perusahaan swasta
menengah, kemudian perusa-
haan swasta menengah itu di-
akuisisi perusahaan besar.
”Kami mencatat sudah ada
10 perkebunan rakyat yang di-
akuisisi swasta, lima perusaha-
an Malaysia mengakuisisi per-
usahaan nasional, dan satu
perusahaan Malaysia menga-
kuisisi perusahaan Malaysia di
Indonesia,” ujar Ukay.
Menurut Ukay, KPPU mulai
memanggil sejumlah perusa-
haan minyak goreng, Jumat
(4/2), guna mendalami indikasi
upaya menaikkan harga mi-
nyak goreng secara bersamaan
atau kartel. Dari 74 perusaha-
an yang menjadi anggota dua
asosiasi, 30 perusahaan berge-
rak di industri minyak goreng.
”Empat di antaranya merupa-
kan perusahaan besar yang
terintegrasi dengan perkebun-
an dan pabrik pengolahan atau
pemurnian minyak kelapa sa-
wit. Empat pabrik ini mengua-
sai 46,5 persen pasar minyak
goreng di dalam negeri,” ujar-
nya.
Pekan ini, KPPU akan kem-
bali memanggil produsen mi-
nyak goreng untuk meminta
keterangan dan mencari alat
bukti terkait dugaan persaing-
an usaha tidak sehat. Pada ta-
hap awal, KPPU akan fokus
untuk menemukan minimal
satu alat bukti pelanggaran
Undang-Undang Nomor 5 Ta-
hun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persa-
ingan Usaha Tidak Sehat.
Beban konsumen
Peneliti Center of Food,
Energy, and Sustainable Deve-
lopment Indef, Rusli Abdullah,
menilai, langkah pengendalian
harga belum efektif menekan
harga minyak goreng ke level
Rp 14.000 per liter. Pengelu-
aran konsumen untuk mem-
beli minyak goreng pun sema-
kin besar.
”Di tengah keuntungan be-
sar pengusaha minyak goreng
dan CPO, bahkan dobel keun-
tungan bagi perusahaan mi-
nyak goreng yang terintegrasi
dengan industri sawit, konsu-
men harus menanggung beban
tinggi atas kenaikan harga mi-
nyak goreng,” ujarnya.
Menurut Rusli, pengendali-
an harga yang tepat saat ini
atau untuk jangka pendek ada-
lah mengintervensi harga mi-
nyak goreng curah. Namun,
untuk jangka panjang, hilirisasi
minyak curah menjadi minyak
kemasan diperlukan agar pe-
ngendalian dan pengawasan-
nya lebih mudah.
Terkait kebijakan DMO,
efektivitasnya menstabilkan
harga minyak goreng diperki-
rakan baru terlihat satu bulan
ke depan. Agar kebijakan
efektif, pemerintah perlu me-
mastikan pasokan CPO ke
pabrik minyak goreng berjalan
baik, termasuk memastikan
harganya sesuai patokan, se-
hingga harga jual minyak go-
reng di konsumen bisa lebih
murah.

Kompas_07_02_22_h.9

Penerimaan Masyarakat Jadi Tantangan Transisi Energi
JAKARTA, KOMPAS — Konsep,
kompetensi, dan konektivitas,
termasuk penerimaan masya-
rakat dalam transisi energi dari
fosil ke energiterbarukan, perlu
dimatangkan dalam upaya me-
nuju bebas emisi pada 2060.
Pola pikir masyarakat yang se-
lama ini terbiasa dengan peng-
gunaan energi termurah juga
mesti diubah.
Hal itu dikatakan Menteri
Pertambangan dan Energi
1978-1988 Subroto dalam webi-
nar nasional ”Siapkah Indone-
sia Menuju Transisi Energi?”
yang digelar Ikatan Alumni Fa-
kultas Hukum Universitas Di-
ponegoro, Sabtu (5/2/2022).
Menurut Subroto, pokok-pokok
kesiapan Indonesia dalam tran-
sisi energi masih perlu dikaji.
Pada konsep, ujar Subroto,
perlu dibuat peta jalan yang
melibatkan pemerintah sebagai
satu kesatuan dan semua pe-
mangku kepentingan. Terkait
kompetensi, perlu dikaji secara
mendalam bagaimana modal
dan kesiapan tenaga kerja. Da-
lam konektivitas, penyebarlu-
asan kepada masyarakat perlu
lebih digencarkan.
”(Penerimaan dari masyara-
kat)itu yang menjaditantangan
utama. Saat ini, (dalam) transisi
energi belum tercapai konsen-
sus nasional,” kata Subroto.
Menurut data Ditjen Energi
Baru Terbarukan dan Konser-
vasi Energi (EBTKE) Kemen-
terian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), target penye-
diaan listrik dari energi ter-
barukan terus meningkat. Dari
9.427 megawatt (MW) pada
2017 menjadi 11.804 MW pada
2022. Itu mencakup hibrida,
bayu, surya, bioenergi, panas
bumi, dan air. Angka itu belum
termasuk pengembangan pem-
bangkit listrik tenaga surya
(PLTS) Atap.
Ketua Umum Masyarakat
Energi Terbarukan Indonesia
Surya Darma mengatakan, ada
sejumlah tantangan dalam
transisi energi. Dalam kelistrik-
an, kapasitas terpasang adalah
73 gigawatt. Sebesar 88 persen
dengan fosil, termasuk batu-
bara, sedangkan 12 persen ener-
gi terbarukan. ”Ini kontradiktif
dengan upaya-upaya penurun-
an karbon. Di satu sisi ingin
turunkan emisi, tetapi di sisi
lain pemanfaatan batubara luar
biasa,” katanya.
Menurut Surya, hingga 2025,
energi fosil masih akan sangat
dominan di Indonesia. Baru pa-
da periode 2025-2050, pengem-
bangan energi terbarukan bakal
lebih agresif. Namun, terbatas-
nya pendanaan dan SDM bisa
menjadi kendala kendati sudah
ada komitmen nasional, yakni
penurunan emisi karbon 29
persen pada 2030.
Pengembangan energi terba-
rukan, ujar Surya, tak mungkin
sepenuhnya dilakukan peme-
rintah. ”Perlu menarik berbagai
pihak, termasuk untuk finan-
sial. Tidak mudah mendapat-
kan 100 miliar dollarAS (hingga
2025), apalagi dari APBN. Perlu
disiapkan beberapa skenario
agar berbagai pihak ikut men-
dukung,” ujarnya.
Direktur Perencanaan dan
Pengembangan Infrastruktur
EBTKE Ditjen EBTKE Kemen-
terian ESDM Hendra Iswah-
yudi mengatakan, pemerintah
terus mendorong peningkatan
energi terbarukan. Upaya yang
dilakukan, antara lain, penye-
lesaian sejumlah regulasi dan
mandatori bahan bakar nabati.
Selain itu, diberikan pula in-
sentif fiskal dan nonfiskal untuk
energi terbarukan, kemudahan
perizinan, serta mendorong per-
mintaan energi listrik. (DIT)


Rompi Antipeluru dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University berhasil mengembangkan
rompi antipeluru yang bahan bakunya berasal dari serat tandan kosong kelapa sawit

Deonisia Arliinta

 

ki Indonesia sudah
dapat memproduksi
rompi antipeluru, se-
luruh bahan bakunya masih ha-
rus didatangkan dari luar ne-
geri. Peneliti dari Fakultas Ma-
tematika dan Ilmu Pengetahu-
an Alam IPB University kini
berhasil mengembangkan rom-
pi antipeluru dengan bahan ba-
ku serat tandan kosong kelapa
sawit yang sangat melimpah di
Indonesia.
Hingga saat ini, Indonesia
merupakan salah satu produsen
kelapa sawit terbesar di dunia.
Pada proses pengolahan tandan
buah segar kelapa sawit akan
dihasilkan minyak sawit men-
tah (CPO), kernel, tandan
kosong, serat mesocarp, cang-
kang, dan limbah cair (POME).
Pengolahan CPO biasanya
akan menyisakan 40-60 persen
limbah padat yang terdiri dari
batang, pelepah, cangkang, dan
tandan kosong kelapa sawit
(TKKS).
Khusus untuk TKKS, setiap
hektar kebun kelapa sawit bisa
menghasilkan sekitar 7,7 juta
ton TKKS. Sebagai gambaran
akan potensi TKKS di Indone-
sia, menurut data Kementerian
Pertanian tahun 2019, luas tu-
tupan sawit di Indonesia men-
capai 16,38 juta hektar. Luasan
ini tentu terdiri atas beraneka
usia tanaman sawit yang turut
menentukan produktivitasnya.
Namun, selama ini tandan
kosong tersebut belum diolah
secara optimal. Oleh inovator
dari Departemen Fisika Fakul-
tas Matematika dan Ilmu Pe-
ngetahuan Alam (FMIPA) IPB
University, Siti Nik-
matin, limbah pa-
dat hasil pengolah-
an kelapa sawit, ya-
itu TKKS, tersebut
akhirnya
diolah
menjadi serat alam
untuk bahan baku
rompi antipeluru.
Ini merupakan
kabar baik untuk
pemanfaatan lim-
bah sawit. Selain itu, inovasi ini
bisa menyumbang penghemat-
an devisa negara serta men-
dukung kemandirian Indonesia
dalam menghasilkan bahan ba-
ku peralatan militer tersebut.
Ini mengingat rompi antipeluru
yang diproduksi di Indonesia
saat ini masih menggunakan
serat kevlar berbahan sintetis
yang harus diimpor.
”Dengan
berlimpahnya
TKKS, dibutuhkan diversifikasi
produk. Penggunaan bahan sin-
tetis kevlar yang saat ini di-
gunakan jadi bahan baku juga
perlu ada solusi produk sub-
stitusinya. Karena itu, inovasi
ini diharapkan bisa menjadi so-
lusi atas dua persoalan terse-
but,” kata Siti.
Ia menuturkan, serat TKKS
memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan dengan serat sin-
tetis. Dari penelitian yang telah
dilakukan, keunggulan tersebut
antara lain ketersediaannya
yang berlimpah dan berkelan-
jutan, dapat diperbarui, dapat
terdegradasi secara biologis,
harga murah, dapat diproses
dengan alat sederhana, serta
memiliki sifat mekanis dan ter-
mal yang baik.
Proses pengolahan
TKKS memiliki dua bagian
penting, yakni spikelet (bulir
pada tandan) dan stalk (tang-
kai). Dalam pembuatan serat
untuk bahan baku rompi anti-
peluru, bagian stalk yang di-
gunakan. Stalk dibersihkan dari
impuritas dengan kandungan
kimia hemiselulosa sebesar 15
persen, selulosa 73 persen, lig-
nin 8 persen, ekstraktif 3 per-
sen, kadar air 3 persen, dan
derajat kristalinitas sebesar
41,40 persen.
Serat TKKS yang diambil da-
ri bagian stalk tersebut kemu-
dian dibuat benang pilin yang
sebelumnya direndam menggu-
nakan bahan tahan api CaOH2
dengan konsentrasi tiga molar
selama 30 menit. Untuk mem-
perkuatnya, epoksi dilakukan
menggunakancampuranepoksi
dan pengeras dengan perban-
dingan 1:1 pada aplikasi bio-
komposit antipeluru.
Benang pilin yang sudah di-
bentuk lalu ditenun menjadi
lembaran kain dengan alat te-
nun bukan mesin. Untuk mem-
buat rompi antipeluru, lembar-
an kain yang sudah dihasilkan
ditumpuk sampai 15 lapisan
yang disusun dalam bentuk
anyaman dengan orientasi su-
dut tegak lurus dengan susunan
seperti sandwich.
Tumpukan tersebut kemudi-
an ditekan menggunakan mesin
sehingga ketebalannya bisa
mencapai 2 sentimeter. Jika ti-
dak melalui proses ini, tum-
pukan dari lembaran kain ter-
sebut bisa mencapai 10-20 sen-
timeter.
Setelah itu, proses yang di-
lakukan sama seperti membuat
rompi pada umumnya. Pola di-
buat terlebih dahulu, kemudian
dibentuk menjadi sebuah rom-
pi.
Adapun proses penelitian
yang dilakukan ini
mendapatkan du-
kungan dari Badan
Pengelola Dana
Perkebunan Kela-
pa
Sawit
(BPDPKS).
Hasil pengujian
Siti mengatakan,
rompi antipeluru
yang dibuat dari
tandan kosong kelapa sawit kini
sudah sampai pada tahap pro-
totipe. Hasil uji makrobalistik
menunjukkan, lembaran anti-
peluru yang dihasilkan tidak
tembus peluru.
Uji balistik yang dilakukan
menggunakan senjata bertipe
Glock Inc Smyrna Ga dengan
peluru tipe MUI-JHP A1 9 x 19
mm. Pada proses pengujian, pe-
luru ditembakkan dengan ke-
cepatan 320 meter per detik
dan jarak tembak 30 meter de-
ngan asumsi peluru bergerak
lurus beraturan.
Hasil uji balistik juga me-
nunjukkan material rompi dari
TKKS ini mampu menyerap
momentum sebesar 392 x 104
kg.m/s2 dan merambatkan
energi kinetik ke seluruh luasan
lembaran antipeluru. Dengan
begitu, proyektil atau peluru da-
pat bergerak ke arah gravitasi.
Dalam pengamatan visual, lem-
baran antipeluru juga tidak
mengalami keretakan ataupun
pecah.
Pengujian lebih lanjut
Siti menuturkan, sejumlah
pengujian lebih lanjut masih
harus dilakukan untuk me-
nyempurnakan material anti-
peluru yang dikembangkan,ter-
utama terkait fleksibilitas ma-
terial yang digunakan.
Dalam proses pengujian,
rompi yang dikembangkan ini
dinilai masih kurang nyaman
untuk digunakan karena terlalu
kaku dan masih cukup berat.
Pengujian lebih lanjut juga
perlu dilakukan untuk peng-
gunaan senjata laras panjang
sebelum akhirnya bisa diguna-
kan langsung di lapangan.Peng-
ujian lain perlu dilakukan un-
tuk melihat dampak pada organ
tubuh pengguna.
”Harapannya, penelitian ini
dapat digunakan secara luas se-
bagai material baju antipeluru
yang saat ini 100 persen masih
diimpor. Ini diperlukan untuk
memperkuat pertahanan nega-
ra kita, khususnya untuk per-
alatan pendukung dari alutsista
(alat utama sistem persenjata-
an),” tutur Siti.
Secara terpisah, Rektor IPB
University Arif Satria menyam-
paikan, selain rompi antipeluru,
inovasi lain juga dilakukan oleh
peneliti IPB University terkait
pemanfaatan limbah kelapa sa-
wit. Inovasi tersebut antara lain
penyanitasi tangan (hand sani-
tizer) organik, helm, serta pa-
kaian dari limbah sawit.
”Dari sisi hulu kita juga terus
kembangkan pemanfaatan sa-
wit dengan prinsip sustain-
ability (keberlanjutan). Kita ha-
rus membuktikan bahwa kita
juga terus bergerak menuju sa-
wit yang berkelanjutan,” kata-
nya.
Menurut situs
internet
BPDPKS, saat ini biomassa ke-
lapa sawit, seperti pelepah, ba-
tang, cangkang, serat mesocarp,
tandan kosong kelapa sawit, dan
palm kernel meal (PKM), sudah
dimanfaatkan meski belum op-
timal. Contohnya, TKKS dan
pelepah sebagai mulsa di kebun,
limbah cair untuk biogas, lim-
bahcair danTKKSuntukpupuk
kompos, dan PKM sebagai cam-
puran pakan ternak.
Selain itu, BPDPKS dalam
program penelitian dan pe-
ngembangannya juga mendanai
beberapa proposal penelitian
pemanfaatan produk samping
dari kebun sawit, di antaranya
pemanfaatan dan pengolahan
TKKS serta batang tanaman sa-
wit.
TKKS juga berpotensi di-
manfaatkan menjadi biokom-
posit untuk helm, bahan baku
poliester, bioplastik, biooil/bi-
ogas, dan dimetil-eter (DME)
untuk substitusi LPG. Adapun
bagian batang tanaman sawit
bisa dimanfaatkan sebagai ba-
hanpaku pembuatankayu lapis,
glukosa pati, serta asam laktat.

  Kembali ke sebelumnya