Isi Artikel |
Kompas_10_02_22_h.1-15_
KONFLIK WARGA
Harmoni di Wadas Buyar
Saat Semua Merasa Benar
PURWOREJO, KOMPAS — Pro-kontra terhadap suatu rencana
sudah tentu wajar adanya. Namun, di Desa Wadas, Purworejo,
Jawa Tengah, perbedaan pendapat itu berujung konflik yang
merusak kehangatan ikatan silaturahmi antartetangga dan
keluarga. Setiap warga merasa paling benar.
Memasuki Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten
Purworejo, Rabu (9/2/2022), tulisan seperti ”Wadas Lestari
Tanpa Eksploitasi”, ”Wadas Melawan”, dan ”Bukan Generasi
Penjual Tanah Orang Tua” menjadi penyambut alih-alih salam
hangat warga kampung. Suasana perdesaan yang biasanya
adem dan harmonis seolah terasa lebih ”panas”.
Suasana panas ini berawal dari rencana penambangan batu
andesit di desa yang berjarak sekitar 16 kilometer sebelah
timur laut pusat kota Purworejo. Batuan itu direncanakan
sebagai material pembangunan Bendungan Bener. Adapun
Bendungan Bener adalah proyek strategis nasional yang akan
dibangun dengan dana APBN sebesar Rp 2,060 triliun.
Cholifah (45), warga Desa Wadas, mengatakan, rencana
pembangunan lokasi penambangan dan pembangunan Ben-
dunganBener sudah mulai disosialisasikan kepada warga sejak
tiga tahun silam. Tidak hanya memicu perbedaan pendapat,
rencana pembangunan itu kini berdampak pada hubungan
kekerabatan dan silaturahmi antarwarga.
Cholifah yang setuju menjual tanahnya mulai dijauhi.
”Karena tidak ingin (pesta pernikahan putri tetangganya)
berdekatan dengan rumah saya, lokasi pesta dipindahkan di
rumah anaknya yang lain yang lebih jauh,” ujarnya.
Di pihak berbeda, ada warga seperti Sih yang menolak
penambangan. ”Saya akan tetap mempertahankannya karena
tanah ini adalah warisan keluarga,” katanya.
Mengaku tidak pernah terlibat dalam demonstrasi apa pun,
Sih mengatakan ikut dalam shalat Mujahadah di masjid yang
digelar kelompok warga kontra tambang, Selasa (8/2). Ketika
itulah dia sangat terkejut karena aparat sangat represif dan
menangkap banyak orang di dalam masjid.
”Kakak, adik, bahkan keponakan saya yang cuma
duduk-duduk dan bermain di
masjid ikut diciduk,” ujar Sih,
bukan nama sebenarnya.
Saat ditemui, Rabu sekitar
pukul 13.00, Sih mengaku ang-
gota keluarganya yang ditahan
polisi belum pulang ke rumah.
Situasi tersebut membuat se-
bagian warga trauma.
Tim kuasa hukum warga Wa-
das dari Lembaga Bantuan Hu-
kum Yogyakarta, Julian Duwi,
mengatakan, dari 64 orang yang
ditangkap, 10 orang merupakan
anak di bawah umur.
Meski demikian, Kepala Ke-
polisian Daerah Jawa Tengah
Inspektur Jenderal Ahmad
Luthfi mengatakan, informasi
di sejumlah akun media sosial
yang menyebutkan polisi ber-
laku represif pada Selasa (8/2)
tidak benar. Saat di masjid, po-
lisi menyebar untuk melin-
dungi warga pro penambangan
yang berlari menyelamatkan di-
ri dari amuk kelompok kontra.
Menurut Luthfi, polisi me-
mang mengamankan 64 warga.
Namun, semuanya sebatas di-
mintai keterangan dan padaRa-
bu sore dilepaskan.
Camat Bener Agus Widiyan-
to mengatakan, pengukuran ta-
nahmelibatkanpetugas dariDi-
nas Pertanian Kabupaten Pur-
worejo yang bertugas melaku-
kan identifikasi tanaman yang
tumbuh di atas lahan.
Masalah pembebasan tanah
ini, menurut Agus, menimbul-
kan perpecahan di kalangan
warga. Sebagian warga yang pro
pembangunan ingin agar peng-
ukuran pembayaran ganti rugi
dipercepat, sedangkan warga
yang kontra beralasan pemba-
ngunan kawasan penambangan
akan merusak lingkungan dan
mengganggu kehidupan warga.
Pembangunan kawasan pe-
nambangan akan dilakukan di
617 bidang tanah. Pemilik 353
bidang tanah setuju pemba-
ngunan, pemilik 264 bidang ta-
nah menentangnya.
Komisioner Pendidikan dan
Penyuluhan Komnas HAM, Be-
ka Ulung Hapsara, mengatakan,
tindakan polisi yang represif
dengan menangkap warga sa-
ngat disesalkan. Dia meminta
pengukuran tanah ditunda dulu
hingga situasi kondusif.
Gubernur Jateng Ganjar Pra-
nowo kemarin meminta maaf
kepada warga terkait kericuhan
di Wadas. Namun, kendati
menghadapi penolakan warga,
rencana pembangunan tam-
bang tetap diteruskan. ”Kami
akan terus mencoba berkomu-
nikasi dengan warga yang ma-
sih menolak,” ujarnya.
Ia menuturkan, beberapa ka-
li dibuka ruang dialog dan dis-
kusi dengan warga. Dalam fo-
rum-forum tersebut, Komnas
HAM dilibatkan. Namun, ma-
yoritas warga yang tidak setuju
dengan proyek penambangan
material pendukung pemba-
ngunan Bendungan Bener di-
sebut Ganjar tidak hadir.
Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan
Mahfud MD menambahkan,
warga yang menolak penam-
bangan sudah pernah menggu-
gat ke PTUN hingga tingkat
kasasi. Di tingkat kasasi, semua
gugatan ditolak sehingga sudah
berkekuatan hukum tetap.
(EGI/XTI/HRS/PDS/REK/NAD)
|