Judul | Ragam Varietas Padi Lokal di Indonesia |
Tanggal | 22 Januari 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 0 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV |
Isi Artikel | Ragam Varietas Padi Lokal di Indonesia Sejumlah varietas padi lokal masih menjadi primadona di sejumlah daerah. Mungkin cita rasa enak dan tekstur yang pas menjadi alasan mengapa beras varietas lokal masih diburu. Lebih dari itu, padi varietas lokal merupakan aset berharga sumber kekayaan hayati. Bagi sebagian orang, kebiasaan menghirup uap nasi panas yang disajikan penjual bukanlah hal aneh. Ini menjadi cara untuk melatih indra penciuman apakah nasi yang digunakan berasal dari jenis yang mereka kenal. ”Wah, mentik wangi nih!” ”Ini mah aroma pandan wangi.” Selanjutnya, mulut dan lidah akan menjadi ’juri’ yang menilai tekstur nasi. Apakah cukup pulen atau pera saat dikunyah?
Saat mengetik kata ’beras anak daro’ di laman pencarian situs jual-beli daring, akan muncul lebih dari lima penjual yang menawarkan beras tersebut dengan berbagai ukuran dan jenama. Sejumlah penjual mendeskripsikan produk yang dijual secara rinci pada kolom deskripsi produk. Hal ini cukup membantu pembeli yang baru pertama kali mencoba beras varietas lokal.
Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Pert/SR.120/2/2006 tentang Syarat Penamaan dan Tata Cara Pendaftaran Varietas Tanaman, pengertian varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun-temurun oleh petani serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh negara. Pendaftarannya dilakukan oleh bupati/wali kota/gubernur yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili kepentingan masyarakat pemilik varietas lokal di wilayahnya untuk memberikan nama varietas lokal berdasarkan persyaratan penamaan.
Pada September 2007, padi varietas lokal anak daro telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Langkah ini merupakan upaya untuk melindungi keberadaan varietas lokal agar tetap lestari seiring dengan berkembangnya inovasi varietas unggul baru. Dalam situs resmi PPVTPP, ada lebih dari 500 jenis padi varietas lokal yang terdaftar sepanjang tahun 2005-2021. Berikut sejumlah nama varietas lokal yang terdaftar, antara lain pandan wangi asal Cianjur, siam saba (Banjar), mentik wangi susu (Magelang), pringkasap (Subang), gading ayu (Sleman), harum solok (Solok), kombong (Toraja Utara), pare wangi (Sumba Barat Daya), adan putih (Nunukan), padi barak cenana (Tabanan Bali), dan sigambiri putih (Sumatera Utara). Beras Solok Kompas/Heru Sri Kumoro Kompas/Heru Sri Kumoro Kompas/Heru Sri Kumoro Kompas/Lasti Kurnia Dalam penelitian berjudul ”Karakterisasi Aroma dan Rasa Beberapa Varietas Beras Lokal Melalui Quantitative Descriptive Analysis Method” yang termuat dalam jurnal Informatika Pertanian Vol 22 Nomor 1 Tahun Juni 2013 dijelaskan, jika dibandingkan varietas unggul baru, beras lokal memiliki kelebihan tersendiri, yaitu rasa nasi yang enak, umumnya memiliki aroma yang harum, sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, harga jual yang tinggi, serta relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Kelemahannya adalah umur tanam yang lama atau lebih dari enam bulan, potensi hasil yang rendah, dan tingkat adaptasi lingkungan yang tidak stabil.
Sampel tersebut diujikan pada panelis terlatih dengan sejumlah atribut penilaian, yakni aroma pandan, serealia, creamy, sweet, buttery, dan green, serta rasa manis, pahit, asin, dan gurih. Hasilnya, aroma dari sampel rojolele dan mandoti mempunyai kemiripan yang dicirikan oleh aroma pandan, serealia, buttery, dan green. Karakteristik aroma sweet dan creamy terdapat pada sampel cicih merah. Sementara sampel mentik wangi, bengawan solo, dan anak daro memiliki kemiripan sifat, tetapi tidak dicirikan oleh satu aroma yang khas.
Kearifan lokal Padi menduduki kasta istimewa di tengah masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Sunda, mereka sangat memuliakannya. Padi dilambangkan sebagai Nyai Pohaci atau Dewi Padi atau Dewi Sri yang lekat sekali dengan asal mula padi hingga pemberi kesuburan tanaman. Padi bukan hanya sekadar sumber pangan, melainkan juga menunjukkan solidaritas sosial di tengah masyarakat.
Salah satunya di Desa Sinarresmi, Sukabumi, Jawa Barat, yang masyarakatnya masih menggarap sawah secara tradisional. Mereka masih berpegang teguh pada peraturan adat. Bahkan, proses menanam padi hingga panen diikuti dengan rangkaian upacara atau ritual adat. Penelitian berjudul ”Leuit Si Jimat: Wujud Solidaritas Sosial Masyarakat di Kasepuhan Sinarresmi” (2016), peneliti di Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Risa Nopianti, menyebutkan, sistem pertanian di Sinarresmi digarap secara tradisional yang didasarkan pada aturan adat sehingga penggunaan alat atau bahan-bahan kimia dalam pertanian dilarang. Mereka juga menanam benih padi varietas lokal yang dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun. Selain untuk menjaga keberlangsungan varietas lokal, juga sebagai ketahanan pangan warga kasepuhan. Terbukti jenis padi varietas lokal mampu bertahan lama apabila disimpan di dalam leuit dibandingkan dengan jenis padi varietas unggulan.
Di Indonesia, budidaya tanaman padi diperkenalkan oleh masyarakat China, seperti dikatakan Prof Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia (2005). Mereka mengajarkan teknik mengolah sawah menggunakan tenaga hewan dan alat-alat pertanian kepada masyarakat pribumi. Jenis padi baru juga diperkenalkan oleh mereka, yaitu padiejeree. Pada tahun 1611, di Jakarta, orang Belanda menemukan sebuah pecinan yang dihuni masyarakat China yang telah mapan. Mereka berfokus pada perdagangan beras dan pabrik arak (minuman fermentasi yang terbuat dari beras dan tebu). Pada saat itu, Belanda disebut kurang memperhatikan sektor pertanian. Hingga tahun 1740, mereka baru menyadari bahwa ternyata sektor tersebut mampu menyelamatkan krisis perekonomian. Adan Krayan dan Mentik Kompas/Danu Kusworo Kompas/Harry Susilo Kompas/Danu Kusworo Kompas/Iwan Setiyawan Kompas/Ferganata Indra Riatmoko Kompas/Iwan Setiyawan Kompas/Regina Rukmorini Hal tersebut diperkuat dari bukti-bukti arkeologi yang ada, para ahli berkeyakinan bahwa padi untuk pertama kalinya ditanam dan menjadi tanaman budidaya di China, seperti tertulis dalam buku Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia (2012). Penyebarannya melalui migrasi manusia yang membawa biji-biji padi, kemudian ditanam di lokasi mereka bermukim. Tanaman padi mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga secara perlahan tumbuhannya mengalami perubahan sifat yang menyesuaikan dengan sekitarnya. Teknologi Di sejumlah daerah, varietas lokal masih diminati petani. Beberapa petani coba bereksperimen menyilangkan benih yang memiliki sifat unggul. Pengetahuan ini tidak datang tiba-tiba, tetapi didapat dari pengalaman sehari-hari di lapangan dan budaya turun-temurun yang diwariskan leluhur. Mereka juga memperkayanya dalam beragam pelatihan. kompas Dikutip dari arsip Kompas, para petani padi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, melakukan pemuliaan padi dengan menyilangkan varietas Ciherang dan Leci (varietas lokal). Pengetahuan tentang persilangan benih itu datang setelah pemerintah Desa Nunuk menggelar pelatihan pemulia padi sejak Juli 2019. Sebanyak 25 petani usia 40 tahun ke bawah yang tergabung dalam Kelompok Petani Pemulia Padi Nunuk dibekali pengetahuan pertanian organik dan cara mengendalikan hama penyakit. Dengan menyilangkan Ciherang dan Leci yang batangnya kuat, diharapkan muncul varietas unggul. Benih itu membawa sifat kedua varietas, seperti tahan hama penyakit dan tidak mudah rebah. Namun, masih diperlukan delapan musim tanam atau empat tahun untuk menyeleksi ratusan bulir gabah hasil persilangan tersebut (Kompas, 14/10/2019). Konon, jumlah padi varietas lokal yang ada di Indonesia mencapai ribuan. Sifat-sifat unggul yang dimiliki varietas lokal bisa digunakan oleh para pemulia tanaman untuk menghasilkan tanaman dengan sifat yang lebih baik. Selain keunggulan dari segi tanaman, diharapkan pula menghasilkan rasa dan kepulenan yang menyesuaikan dengan selera konsumen.
Seiring perkembangan, teknologi benih melahirkan sejumlah varietas unggulan baru dari sejumlah penelitian. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kementerian Pertanian telah menghasilkan sejumlah inovasi varietas unggul, yakni inbrida padi sawah irigasi (INPARI), hibrida padi (HIPA), inbrida padi gogo (INPAGO), dan inbrida padi rawa (INPARA).
Menurut peneliti pascapanen di BB Penelitian Tanaman Padi Kementan, Zahara Mardiah, hasil evaluasi sensoris ini juga akan menentukan preferensi benih tersebut dipasarkan. Sebab, lanjut Zahara, setiap daerah memiliki tingkat kesukaan rasa dan fisik pada beras yang berbeda. Masyarakat di luar Jawa, terutama di Sumatera Barat dan beberapa daerah di Sulawesi, cenderung menyukai nasi bertekstur pera, sedangkan di Jawa menyukai nasi yang pulen. |
Kembali ke sebelumnya |