Isi Artikel |
NASIB PETANI
Harga Tinggi Pupuk Subsidi
Hadi, bukan nama se-
benarnya, pengecer
pupuk bersubsidi di
Tuban, Jawa Timur, sudah
merasa lelah. Berkali-kali dia
harus menghadapi demon-
strasi di depan kios miliknya.
Adapun peserta demonstrasi
adalah tetangganya sendiri.
Pria 56 tahun ini memutar
otak dan kemudian meran-
cang ide. Dia kumpulkan pe-
tani di desanya. Di hadapan
mereka, Hadi berterus te-
rang, alokasi pupuk bersub-
sidi tidak cukup untuk me-
menuhi 1.600 petani yang
ada. Tahun 2021, petani yang
masuk Rencana Definitif Ke-
butuhan Kelompok (RDKK)
hanya separuhnya, 800
orang.
Ia ingin petani yang tidak
tercatat dalam RDKK tetap
mendapat bagian pupuk. Ca-
ranya, menyisihkan bagian
pupuk petani yang dapat ja-
tah ke petani yang tidak da-
pat. Pada awalnya, ide ini di-
tentang petani yang tercatat
dalam RDKK. Namun, kare-
na kemampuannya menjelas-
kan, ditambah rekam jejak-
nya sebagai sosok yang dise-
gani, dia mampu meyakinkan
petani yang menolak idenya.
Proporsional
Dari sini, dia menciptakan
sistem sendiri berbasis karcis
warna kuning, pink, dan biru.
”Jadi tidak semua warga bisa
datang terus beli pupuk. Ha-
rus pakai kartu yang saya ba-
gikan,” katanya.
Meski semua dapat, pupuk
yang terbatas tak terbagi rata
ke petani. Mereka yang dapat
jatah di RDKK diberi lebih.
Intinya, sistem yang dicipta-
kan membagi pupuk secara
proporsional ke seluruh pe-
tani di desa itu. Semakin luas
lahan petani, semakin banyak
jatah pupuknya.
Namun, sistem ini tidak
sesuai dengan mekanisme
penebusan dalam Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 49
Tahun 2020 tentang Alokasi
dan Harga Eceran Tertinggi
Pupuk Bersubsidi Tahun
2021. ”Apa boleh buat, saya
lebih baik menabrak aturan
sedikit daripada saya konflik
dengan petani, mereka itu te-
tangga saya sendiri,” katanya.
Alokasi pupuk subsidi di
Tuban tahun 2021 sebanyak
185.568 ton. Jumlah ini jauh
lebih kecil daripada usulan
sesuai RDKK sebanyak
363.251 ton. Data Dinas Per-
tanian Tuban menyebut, alo-
kasi ini setara dengan 51 per-
sen dari usulan petani
(Bersambung ke hlm 15 kol 1-5)
Harga Tinggi Pupuk Subsidi
Lantaran jumlahnya sedikit,
petani kembali menerobos
aturan dengan membeli pupuk
bersubsidi ke joki. Pembelian
di joki, meski harganya jauh
lebih tinggi dari harga eceran
tertinggi (HET) pupuk bersub-
sidi, stoknya selalu tersedia.
Pupuk subsidi urea dan
NPK Phonska di kios tak res-
mi dijual Rp 180.000-Rp
200.000 per zak (50 kg). Pu-
puk itu dijual bebas di bebe-
rapa kios di Kecamatan Kerek,
Tuban. Ironisnya, stok di jalur
tak resmi itu selalu ada, bah-
kan lebih banyak daripada stok
di gudang resmi. Pupuk yang
datang ke kios-kios tak resmi
itu banyak. ”Dalam satu ma-
lam bisa lima sampai sepuluh
rit,” kata Hadi. Sudah berta-
hun-tahun petani Tuban hidup
dalam situasi ini.
Saking sedikitnya jatah pu-
puk, petani yang tidak memi-
liki modal membeli pupuk di
luar kios resmi menebar pu-
(Sambungan dari halaman 1)
puk apa adanya. ”Alhamdulil-
lah hasilnya masih lumayan
bagus,” kata Nur, petani jagung
di Tuban.
Mengalihkan jatah
Di Sumatera Selatan, penya-
lur resmi pupuk bersubsidi di
Banyuasin, Beni, juga bukan
nama sebenarnya, mengambil
risiko hukum demi membagi
pupuk secara adil. Ia meng-
alihkan jatah pupuk subsidi ke
warga yang tak memperoleh
sama sekali. Caranya dengan
mengalihkan lahan penerima.
”Saya kasihan orang tidak
dapat. Maka, kalau ada yang
mau pakai pupuk ke kebun ke-
lapa atau tambak, saya bilang
tidak dahulu, ini ada yang be-
lum dapat. Mereka biasanya ya
terima,” tuturnya.
Pupuk subsidi menjadi ba-
hasan paling hangat di Banyu-
asin. ”Bagaimana ini kelom-
pokku cuma dapat 20 kantong,
padahal jumlah anggota ada 30
orang. Bagaimana membagi-
nya? Pada ke mana pupuk ta-
hun ini,” cetus salah satu pe-
tani di acara kumpulan tetang-
ga, akhir 2021 lalu.
Musim tanam akhir 2021-
awal 2022 ini, masa yang berat
bagi mereka. Alokasi pupuk
subsidi berkurang, sedangkan
harga pupuk nonsubsidi me-
lambung hingga Rp 500.000-
Rp 600.000 per kantong isi 50
kg. Pupuk subsidi yang ditebus
Rp 125.000 per kantong amat
mereka butuhkan.
Sebagai Ketua Kelompok
Tani, Suryadi (41) mudah jadi
sasaran kecurigaan di situasi
begini. Setiap musim penebus-
an pupuk subsidi, Ketua Ke-
lompok Tani Maju Makmur,
salah satu kelompok tani di
Desa Sumber Mulya Banyua-
sin, menerima titipan uang da-
ri 30 anggota kelompoknya
untuk menebus pupuk subsidi
ke pengecer.
Menolak
Saat petani kesulitan men-
dapatkan pupuk subsidi di kios
resmi, para petani ini dikejut-
kan oleh pasokan pupuk sub-
sidi masuk yang melimpah ke
desa-desa mereka di luar jalur
resmi. Pupuk warna merah itu
dijual bebas tanpa syarat KTP
atau kartu tani dengan harga
dua kali lipat dari harga pupuk
subsidi. Terdesak kebutuhan,
ada beberapa petani tergiur
karena harga pupuk bersubsidi
di jalur tak resmi ini masih
jauh di bawah harga pupuk
nonsubsidi.
Petani di Desa Sumber Mul-
ya juga memperoleh tawaran
pupuk subsidi di jalur tak res-
mi sebanyak 200 karung de-
ngan harga Rp 250.000 per ke-
masan. Namun, hampir semua
petani di sana menolak mem-
beli. Mereka takut disebut pe-
nadah jika membelinya.
Mereka curiga karena pu-
puk subsidi di jalur resmi be-
gitu terbatas, tetapi di luar ja-
lur resmi justru berlimpah.
”Jangan-jangan, pupuk itu dari
alokasi kami yang dikurangi
tahun ini, terus mau dijual dua
kali lipat ke kami lagi,” kata
Suryadi.
Poniman (45), petani Ba-
nyuasin, juga mempertanyakan
kenapa banyak pupuk subsidi
di jalur tak resmi ditawarkan
ke desa-desa, termasuk desa-
nya. Desa itu menerima kirim-
an 100 karung melalui peran-
tara warga lokal dengan harga
Rp 250.000 per kemasan.
Pupuk dijual lewat peranta-
ra yang juga satu desa dengan
Poniman. Perantara itu minta
pembayaran di muka, baru
nantinya pupuk didatangkan
dengan kapal dari Palembang.
”Kan, seharusnya petani bisa
beli lebih murah dari yang tak
resmi itu kalau alokasi sesuai,”
ujarnya.
Di desa Poniman, pupuk
subsidi tak resmi itu laris. Na-
mun, petani membeli dengan
sembunyi-sembunyi. Mereka
takut meski hanya membawa
1-2 karung. Sementara itu, ra-
tusan ton pupuk subsidi me-
lenggang bebas di jalur tak res-
mi selama bertahun-tahun.
(IRE/DVD/FAI/RAM/NDY)
|