Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul DANA ALOKASI UMUM: Akumulasi Carry Over Diusulkan Naik 5%
Tanggal 24 Agustus 2016
Surat Kabar Bisnis Indonesia
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Badan Anggaran
Isi Artikel  DANA ALOKASI UMUM Akumulasi Carry Over Diusulkan Naik 5%  Kurniawan A. Wicaksono  Rabu, 24/08/2016 09:11 WIB   JAKARTA — Akumulasi penjagaan kenaikan pagu per daerah dan carry over dari tahun anggaran 2016, pagu dana alokasi umum dalam RAPBN 2017 diusulkan mengalami kenaikan 5% pada saat pos dana perimbangan lainnya mengalami penurunan. Dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2017, pagu dana alokasi umum (DAU) tahun depan di usulkan senilai Rp404,7 triliun, naik 5% dibandingkan pagu dalam APBNP 2016 senilai Rp385,36 triliun. Padahal, pos lainnya, bahkan pagu dana transfer khusus (DTK) turun 16,4%. Boediarso Teguh Widodo, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu mengatakan secara umum pagu DAU tahun depan terdiri atas tiga komponen besar yakni pagu murni DAU 2017, tambahan anggaran untuk mencegah penurunan DAU tiap daerah, dan carry over dari APBNP 2016. “Nanti ini akan kita bahas dengan DPR jadi hasil akhirnya nanti setelah pembahasan. Saya belum bisa menyampaikan sekarang karena itu kan terkait dengan persentase DAU itu dari pendapatan dalam negeri,” katanya pada saat ditemui di kawasan DPR, Selasa (23/8). Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 33/2004, besaran DAU nasional yang ditetapkan dalam APBN minimal 26% dari pendapatan dalam negeri (PDN) neto. PDN neto itu di hitung dari total penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan pe nerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Khusus untuk carry over, lewat Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.07/2016, Otoritas Fiskal menetapkan senilai Rp19,4 triliun terhadap 169 daerah. Dalam aturan yang diundangkan 16 Agustus 2016 ini, penyaluran sebenarnya bisa dilakukan tahun ini asalkan realisasi penerimaan negara mencukupi. Dalam pasal 1 ayat (2) aturan ter sebut dinyatakan penentuan daerah dan besaran penundaan penyaluran sebagian DAU didasarkan pada perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi saldo kas di daerah pada akhir 2016 yang dikategorikan sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, dan sedang. Penundaan DAU itu terbagi atas empat bulan yakni September, Oktober, November, dan Desember dengan nilai per bulannya berkisar antara Rp5 miliar hingga lebih dari Rp80 miliar.     PENGALIHAN WEWENANG Selain carry over, Boediarso melanjutkan, kenaikan pagu DAU itu juga dikarenakan ada pengalihan beberapa kewenangan dari kabupaten/kota kepada provinsi, termasuk kewenangan pendidikan SMA/SMK meningkat. “Ini menyebab kan belanja provinsi meningkat,” katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, agar provinsi dapat mendanai kewenangan tersebut – terutama peningkatan belanja pegawai – akibat perpindahan guru SMA/SMK, alokasi DAU untuk provinsi ditambah sekitar Rp15,4 triliun. Sejalan dengan pelepasan kewenangan itu, pemerintah pusat masih mengupayakan agar alokasi DAU kabupaten/kota 2017 tidak turun dibandingkan pagu tahun ini. Apalagi, sambungnya, masih banyak daerah yang mengandalkan DAU sebagai sumber pendapatan. Seperti diketahui, DAU selama ini dianggap sebagai salah satu jenis dana perimbangan yang mem punyai peran penting dalam me ningkatkan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Boediarso menambahkan untuk meningkatkan fungsi DAU sebagai pemerataan keuangan antardaerah, formulasi alokasi dasar (AD) dan celah fiskal (CF) perlu diatur proporsisinya. CF diusahakan lebih besar dari AD. AD, menilik dokumen Nota Ke uangan, dihitung atas dasar persentase jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (PNSD) yang mencakup gaji pokok dan ditambah tunjangan keluarga serta tunjangan jabatan. Sementara itu, CF dihitung dari selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah. “Agar DAU tidak hanya digunakan untuk belanja pegawai dan bisa menjadi instrumen untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah, maka porsi AD perlu dibatasi, yaitu maksimal 49%,” kata Boediarso. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Ja - weng menilai kenaikan DAU ini bisa menunjukkan langkah yang keliru di tengah penurunan DTK. Pada kenyataannya, DAU sering dihabiskan hanya untuk belanja pe gawai yang notabene tidak berpengaruh besar pada gerak eko - nomi. “DAU itu sering di ang gap seperti check kosong.” Menurutnya, jika pemerintah me mang konsisten untuk mengge rakkan ekonomi lewat stimulus dari tiap daerah, penajaman dan penambahan pagu dana alokasi khusus (DAK) yang masuk dalam DTK yang dipilih. Walaupun sebagai specific grant, penggunaan DAK diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas nasional. Dengan demikian, walaupun ada yang berbasis proposal dae rah, DAK memberikan mul tiplier ke pembangunan nasional lebih besar
  Kembali ke sebelumnya