Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul DI BALIK POLEMIK HARGA MINYAK GORENG
Tanggal 12 Februari 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman A
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
- Komisi VI
Isi Artikel

Kompas_12_02_22_h.A(17)_di_balik_polemik_harga

DI BALIK POLEMIK
HARGA MINYAK GORENG
Ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional dan ritel modern masih terbatas dan dijual dengan
harga di atas patokan eceran tertinggi. Krisis pasokan minyak goreng yang berlarut-larut
membutuhkan intervensi jangka pendek agar tidak makin membebani pengeluaran masyarakat.
WIRDATUL AINI
Kenaikan harga mi-
nyak sawit mentah
atau crude palm oil
global memicu ke-
naikan harga mi-
nyak goreng dalam negeri da-
lam beberapa bulan terakhir.
Pada Desember 2021, Badan
Pusat Statistik melaporkan ke-
naikan harga minyak goreng se-
cara tahunan sebesar 33,78 per-
sen menjadi Rp 21.125 per liter.
Kenaikan ini merupakan yang
tertinggi jika dibandingkan de-
ngan kenaikan harga bahan po-
kok lainnya, seperti cabai rawit,
daging sapi, tepung terigu, dan
daging ayam.
Lonjakan harga ini telah
menjadikan minyak goreng se-
bagai komoditas dominan yang
memberi andil inflasi nasional
selama 2021 dengan besaran
0,31 persen. Padahal, tahun se-
belumnya minyak goreng hanya
menyumbang inflasi sebesar
0,10 persen.
Untuk menurunkan gejolak
harga minyak goreng, peme-
rintah menerapkan berbagai re-
gulasi. Regulasi itu mulai dari
kebijakan minyak goreng satu
harga sebesar Rp 14.000, la-
rangan terbatas ekspor CPO
dan turunannya, mewajibkan
eksportir memenuhi kebutuh-
an pasar domestik CPO dan
olein sebesar 20 persen, me-
nentukan harga domestik CPO
dan olein (domestic price ob-
ligation), hingga menentukan
harga eceran tertinggi (HET).
Ragam intervensi dansubsidi
tersebut membuat pemerintah
harus membayar selisih harga
kepada para pengusaha minyak
goreng. Anggaran yang dialo-
kasikan untuk subsidi minyak
goreng sebesar Rp 7,6 triliun.
Anggaran ini meningkat dua ka-
li lipat dari sebelumnya dan
akan dikucurkan selama enam
bulan.
Meskipun sejumlah kebijak-
an tersebut telah bergulir sejak
bulan lalu, masyarakat masih
sulit mendapat pasokan minyak
goreng di ritel modern ataupun
pasar tradisional. Selain itu,
harga minyak goreng ternyata
masih relatif tinggi.
Hasil pantauan Ombudsman
menemukan bahwa HET di be-
berapa wilayah belum berlaku.
Masyarakat sulit mendapatkan
minyak goreng sesuai dengan
HET yang diatur dalam Per-
aturan Menteri Perdagangan
Nomor 6 Tahun 2022 karena
adanya keterlambatan pelaksa-
naan. Keterlambatan tersebut
disebabkan melibatkan produ-
sen dalam melakukan distri-
busi. Pasokan yang tersendat,
perilaku panic buying, dan pe-
nimbunan minyak goreng me-
nambah problem kelangkaan
minyak goreng.
Pandangan lain tentang pe-
nyebab kelangkaan minyak go-
reng disampaikan ekonom
Faisal Basri yang melihat ada-
nya pergeseran konsumsi CPO
di dalam negeri. Konsumsi CPO
bergeser dari industri pangan
menjadi industri biodiesel.
Kondisi ini terjadi sejak pe-
merintah menerapkan program
B20 pada 2020. Program ini
mewajibkan pencampuran 20
persen biodiesel dengan bahan
bakar minyak jenis solar.
Adanya program ini mem-
buat alokasi CPO untuk bio-
diesel berangsur naik, dari 5,83
juta ton pada 2019 menjadi 7,23
juta ton pada 2020. Sebaliknya,
konsumsi CPO untuk industri
pangan turun dari 9,86 juta ton
pada 2019 menjadi 8,42 juta ton
pada 2020. Pola kenaikan porsi
biodiesel diprediksi akan ber-
lanjut seiring dengan pening-
katan porsi CPO dalam biodie-
sel melalui program B30
(mengandung biodiesel 30 per-
sen).
Kebijakan pemerintah yang
mendorong program biodiesel
ini menjadi trade off atau
mengorbankan suatu aspek un-
tuk memperoleh aspek lain bagi
RISET
CPO industri pangan. Adanya
jaminan pemerintah bahwa
perusahaan biodieseltidak akan
merugi melalui subsidi ketika
harga di dalam negeri lebih ren-
dah dari harga internasional
membuat pengusaha lebih cen-
derung menyalurkan CPO-nya
pada biodiesel. Gabungan Peng-
usaha Kelapa Sawit Indonesia
(Gapki) memproyeksikan porsi
CPO untuk biodiesel mencapai
43 persen dari konsumsi
CPO dalam negeri pada tahun
ini.
Ironi produksi
Melonjaknya harga minyak
goreng di Indonesia menjadi
sebuah ironi mengingat Indo-
nesia merupakan salah satu ne-
gara penghasil CPO terbesar di
dunia. Namun, di balik itu, ter-
nyata banyak perkebunan sawit
di Indonesia yang dimiliki oleh
investor luar, seperti Malaysia
dan Singapura.
Data Kementerian Pertanian
menunjukkan produksi minyak
sawit Indonesia pada tahun
2018 dalam bentuk minyak sa-
wit mentah (CPO) sebesar 40,6
juta ton dan minyak inti sawit
(kernel palm oil) sebesar 8,1 juta
ton. Produksi ini berasal dari
14,3 juta hektar areal perke-
bunan kelapa sawit. Dengan lu-
asan tersebut, Organisasi Pa-
ngan dan Pertanian (FAO) me-
nyatakan Indonesia menguasai
42,02 persen luas tanaman ke-
lapa sawit di dunia.
Produksi CPO Indonesia
mengalami peningkatan pro-
duksi dengan rata-rata pertum-
buhan produksi CPO sebesar
8,41 persen sepanjang periode
2010 hingga 2019. Pertumbuh-
an CPO tertinggi terjadi pada
tahun 2006 dengan lonjakan
produksi CPO mencapai 46,28
persen dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Besarnya produksi industri
kelapa sawit di Indonesia telah
menjadikan kelapa sawit seba-
gai andalan utama ekspor ko-
moditas perkebunan. Ekspor
dalam wujud CPO terus meng-
alami peningkatan seiring de-
ngan peningkatan produksi dan
permintaan dunia. Ekspor CPO
Indonesia dan turunannya
mencapai 13,47 juta ton pada
2010 dan meningkat menjadi
18,51 juta ton pada 2017. Tidak
heran jika CPO menjadi salah
satu penyumbang devisa ekspor
terbesar di Indonesia.
Ditinjau dari harganya, harga
CPO global saat ini masih di
atas 1.300 dollar AS per ton.
Sebagai komoditas global, ke-
naikan harga CPO memenga-
ruhi produksi minyak goreng di
dalam negeri. Ketika hargaCPO
global sedang tinggi, produksi
minyak goreng kesulitan men-
dapatkan bahan baku sebab
produsen lebih mengutamakan
ekspor daripada memenuhi ke-
butuhan dalam negeri. Karena
itu, ketika harga CPO global
meroket, produksi minyak
goreng harus bisa bersaing de-
ngan produk CPO yang dieks-
por.
Namun, produsen yang kom-
pak menaikkan harga minyak
goreng dengan dalih penyesu-
aian harga CPO global karena
permintaan yang meningkat
membuat Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
menduga adanya praktik kartel.
Praktik ini merujuk pada se-
kelompok produsen yang men-
dominasi pasar yang bekerja
sama untuk meningkatkan
keuntungan sebesar-besarnya
dengan cara menaikkan harga.
KPPU mencatat banyak me-
rek minyak goreng di Indonesia
dimiliki oleh satu grup perusa-
haan yang sama sehingga 40
persen pangsa minyak goreng
dikuasai oleh empat perusaha-
an besar. Produsen minyak go-
reng ini masuk dalam kelompok
ekspor CPO sehingga memung-
kinkan jumlah produksi minyak
goreng menyesuaikan harga
CPO global.
Upaya kebijakan
Selain menyubsidi harga, pe-
merintah menanggapi polemik
minyak goreng dengan mene-
tapkan kebijakan domestic mar-
ket obligation (DMO) dan do-
mestic price obligation (DPO)
kepada eksportir CPO dan olein
untuk menjamin ketersediaan
stok dan keterjangkauan harga
minyak goreng di dalam negeri.
Seluruh eksportir diwajibkan
memasok produknya ke dalam
negeri sebesar 20 persen dari
volume ekspor.
Melalui ketentuan DMO 20
persen dan DPO yang diterap-
kan sebesar Rp 9.300 per kilo-
gram untuk CPO dan Rp 10.300
per kilogram untuk olein, pro-
dusen akan mendapatkan ja-
minan bahan baku dengan har-
ga yang lebih murah dari in-
ternasional. Aturan ini meru-
pakan upaya pemerintah untuk
melepaskan ketergantungan
harga CPO dunia.
Akan tetapi, kebijakan DMO
bukanlah pertama kali dilaku-
kan di Indonesia. DMO pernah
diterapkan pada tahun 2007
melalui Surat Keputusan Men-
teri Pertanian No.339/Kp-
ts/PD.300/5/2007 dan menuai
kegagalan. Komitmen perusa-
haan dalam memenuhi alokasi
yang ditetapkan dalam DMO
tidak terealisasi. Pada Mei 2007
hanya terealisasi 59 persen dari
jumlah komitmen yang wajib
dipenuhi produsen CPO, se-
dangkan sampai 12 Juni 2007
hanya terealisasi 10 persen dari
jumlah komitmen.
Masih tingginya harga CPO
dunia dan belum efektifnya ke-
bijakan DMO menjadi tantang-
an utama yang masih dihadapi
pemerintah. Terlepas dari
berbagai macam penyebab po-
lemik minyak goreng, hingga
saat ini harga dan stok minyak
goreng di pasaran masih terus
bergejolak. Kondisi ini mem-
buat beban daya beli masya-
rakat yang masih terdampak
oleh pandemi makin bertam-
bah berat.
Sambil menunggu efektivitas
kebijakan DMO untuk mensta-
bilkan harga, pemerintah dapat
mengimbanginya dengan mela-
kukan intervensi harga minyak
goreng curah bagi masyarakat
kecil. Jaminan pasokan CPO ke
pabrik-pabrik minyak goreng
juga harus diawasi agar distri-
busi ke tingkat konsumen dapat
segera berjalan lancar dengan
harga yang terjangkau.
(LITBANG KOMPAS)

  Kembali ke sebelumnya