Judul | Aliran Dana Korupsi Tabungan Wajib Perumahan TNI AD Akan Ditelusuri |
Tanggal | 07 Februari 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi I |
Isi Artikel | Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman berkomitmen kembalikan dana tabungan prajurit yang dikorupsi salah satu jenderal bintang satu. Jenderal Dudung juga akan libatkan BPKP telusuri aliran dana.
JAKARTA, KOMPAS — Menyusul terungkapnya korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat atau TWP AD, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman berjanji untuk menelusuri aliran penyelewengan dana tersebut. Penelusuran direncanakan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. KSAD Jenderal Dudung Abdurachman mengakui telah terjadi dugaan korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat periode 2019-2020. Penyelewengan dana prajurit itu melibatkan Brigadir Jenderal Yus Adi Kamrullah (YAK), mantan Direktur Keuangan TWP AD yang menjabat sejak Maret 2019. Saat ini, YAK berstatus sebagai tersangka. Di samping proses hukum yang telah berjalan, pihaknya juga akan berupaya menelusuri aliran dana korupsi sekaligus mengembalikan dana kepada prajurit yang berhak. Audit keuangan akan dilakukan tidak hanya saat korupsi terjadi, tetapi juga selama lima tahun ke belakang. Menurut rencana, audit akan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dudung akan berkomunikasi dengan Kepala BPKP untuk membicarakan hal tersebut. ”Saya tidak mau uang prajurit diselewengkan. Ini harus dipertanggungjawabkan. Bagaimanapun caranya harus kembali,” kata Dudung dalam forum pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di Mabesad, Jakarta, Senin (7/2/2022). Diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi dana TWP AD ditangani oleh tim penyidik koneksitas pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer menjelaskan, tim yang dimaksud terdiri dari unsur kejaksaan, Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad), dan Oditurat Jenderal TNI. Pada Sabtu (5/2/2022) malam, tim telah menyerahkan berkas dan dua tersangka terkait perkara koneksitas dugaan korupsi TWP AD periode 2013-2020 kepada Oditur Militer Tinggi II Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Dalam perkara tersebut, penyidik menetapkan dua tersangka. Dari pihak militer, yakni YAK, sedangkan dari sipil adalah Ni Putu Purnama Sari (NPP) selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta. Saat ini, YAK ditahan di Instalasi Tahanan Militer Puspomad, sedangkan NPP di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung. Gaji prajuritKasus dugaan korupsi ini bermula dari penempatan dana TWP yang tidak sesuai dengan ketentuan. Ada pula dugaan telah dilakukan investasi di luar ketentuan pengelolaan TWP berdasarkan Keputusan KSAD. Dana yang dimaksud digunakan untuk kepentingan pribadi dan kerja sama bisnis antara NPP dan pihak lain. Dari penyidikan diketahui dana TWP yang disalahgunakan termasuk dalam domain keuangan negara sehingga bisa menjadi kerugian keuangan negara. Sumber dana TWP berasal dari gaji prajurit yang dipotong setiap bulan. Berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP, penyalahgunaan dana tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 133,76 miliar. ”Negara harus terbebani dengan kewajiban mengembalikan uang yang telah disalahgunakan tersebut kepada prajurit,” kata Leonard (Kompas.id, 6/2/2022).
Dihubungi secara terpisah, Oditur Jenderal TNI Marsekal Muda Reki Irene Lumme membenarkan, perkara dugaan korupsi tersebut telah disidik. Berkas perkara dan tersangka pun telah diserahkan kepada Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. ”Karena sudah diserahkan ke pengadilan, tentunya (saat ini) menunggu jadwal sidang dari Ditmilti II Jakarta,” katanya. Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, belum ada koordinasi antara pihaknya dan TNI AD mengenai penelusuran aliran dana korupsi TWP AD. Tidak menutup kemungkinan hal itu akan segera dilakukan. Terkait dengan aliran dana dan kemungkinan pengembalian sejumlah uang itu kepada para prajurit yang berhak, kata Ateh, BPKP nanti akan melihat dan mempelajarinya terlebih dahulu. 3 cara pengembalianPengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, ada beberapa cara pengembalian hasil korupsi bergantung pada keberadaan harta tersebut. Jika masih dimiliki oleh pelaku, pengembalian bisa ditempuh melalui tiga cara. Pertama, diserahkan secara sukarela oleh pelaku. Kedua, disita dalam proses hukum pidana, tetapi baru bisa dicairkan setelah ada putusan pidana tetap yang memutus bahwa harta hasil korupsi diserahkan kepada negara, yakni TNI. Terakhir, dengan gugatan gabungan perdata yang dilakukan bersama dengan perkara pidana yang berlangsung. Sementara itu, jika hasil korupsi ada di tangan pihak ketiga dengan dasar transaksi yang legal. harus ada gugatan pembatalan transaksi. Gugatan itu juga menyertakan permintaan agar pengadilan menyita jaminan, serta permintaan agar putusan pengadilan bisa dijalankan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum banding dan kasasi. Dengan begitu harta negara atau TNI tidak bisa dipindahtangankan karena berstatus penyitaan. ”Dalam konteks tersebut, BPKP bisa dilibatkan dalam perhitungan nilai harta sitaan sekaligus sebagai pihak penerima penyerahan mewakili negara,” ujarnya. |
Kembali ke sebelumnya |