Judul | Anggota Fraksi PKS Kecewa Rapat Gabungan Batal Gara-gara Menteri Perdagangan Tidak Hadir |
Tanggal | 19 Februari 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VII |
Isi Artikel | KOMPAS.com – Rapat Gabungan Komisi IV, Komisi VI, dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada Kamis (17/2/2022) batal digelar. Ketidakhadiran Muhammad Lutfi menjadi penyebab utama rapat gabungan batal digelar. Hal tersebut menimbulkan kekecewaan semua peserta dan institusi yang hadir. Pasalnya, persoalan pangan yang saat ini tengah dihadapi masyarakat harus segera dituntaskan. Anggota DPR RI Komisi IV Andi Akmal Pasluddin dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan, para pimpinan komisi di DPR dan menteri-menteri lain telah hadir kecuali Menteri Perdagangan. Rapat gabungan ini pun tak bisa diwakilkan. Menurutnya, pihak yang hadir sudah membatalkan semua agenda untuk membahas penyelesaian persoalan pangan yang selama tiga bulan terakhir telah menimbulkan gejolak di masyarakat. Bahkan, pimpinan DPR pun telah mengosongkan jadwal untuk memimpin rapat. Pasalnya, secara aturan rapat gabungan harus dikepalai oleh pimpinan DPR. Selain itu, imbuh Andi Akmal, sebentar lagi, DPR akan memasuki masa reses. Hal ini membuat agenda rapat selanjutnya akan terbentur dengan agenda kunjungan kerja atau kunjungan daerah pemilihan. “Terlebih, rapat gabungan sangat strategis dilakukan sehingga pengendalian harga pangan pokok dapat segera dilakukan secara efektif dan efisien”, tutur Andi Akmal dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (19/2/2022). Legislator asal Sulawesi Selatan II itu menjelaskan, pembahasan rapat gabungan akan menyisir persoalan rantai pasok pangan dari hulu hingga hilir. Salah satunya adalah masalah pada pupuk, baik subsidi maupun pupuk tak bersubsidi. Persoalan pupuk, lanjut Andi Akmal, sudah berlangsung selama puluhan tahun dan masih belum diselesaikan. Anggaran pupuk bersubsidi sebesar Rp 15-32 triliun yang dialokasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih belum berhasil menuntaskan persoalan pupuk pada petani. Masalah tersebut meliputi kekurangan stok pupuk subsidi, kenaikan harga pupuk nonsubsidi hingga dua kali lipat, serta peredaran pupuk palsu di lapangan. Efek lanjutan persoalan pupuk pun berujung pada penurunan produksi pertanian. “Akibatnya, pemerintah mengambil solusi impor bahan pangan untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi sendiri,” ujarnya. Memicu kecurangan Politisi PKS itu menguraikan, harga pupuk nonsubsidi yang tinggi telah memicu pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan pupuk bersubsidi. Padahal, mereka tidak berhak menggunakannya. Selain itu, alokasi pupuk subsidi juga hanya sebesar 8,87-9,55 juta ton. Jumlah ini hanya memenuhi kebutuhan 37-42 persen dari total kebutuhan. Padahal, anggaran yang sudah digelontorkan mencapai Rp 63-65 triliun. Untuk mengatasi masalah tersebut, lanjut Andi Akmal, pemerintah bisa mengganti pola subsidi pupuk subsidi atau memenuhi anggaran yang dibutuhkan. Kehadiran Menteri ESDM dapat memberi gagasan dan tata laksana untuk memenuhi pasokan dan harga gas untuk produksi pupuk agar efektif dan efisien. “Selama tidak diganti pola subsidinya atau tidak dipenuhi jumlah kebutuhannya, persoalan pupuk akan terus ada. Akibatnya, produksi pangan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah mengambil solusi impor”, ujar Akmal. Mengenai rapat gabungan, lanjut Andi Akmal, DPR memiliki opsi penundaan rapat di awal sidang setelah reses atau di masa reses ada sidang khusus. Meski demikian, ia menyarankan kepada pemerintah agar rapat dipercepat supaya permasalahan pangan dapat cepat teratasi. Ia mencontohkan, banyak ibu rumah tangga menghadapi masalah kelangkaan minyak goreng selama tiga bulan terakhir. Seandainya pun ada, harga minyak goreng sudah melambung tinggi. Kondisi ini tentu amat memprihatinkan. Selain kelangkaan minyak goreng, masalah lainnya adalah harga kedelai yang melambung di pasaran. Hal ini memicu pembuat tahu dan tempe menurunkan produksi hingga 30 persen. “Saya berharap, pada rapat gabungan berikutnya, semua menteri dapat hadir. Dengan demikian, persoalan pangan yang perlu melibatkan beberapa institusi negara dapat segera teratasi. Selama masih ada operasi pasar, persoalan pangan berarti belum selesai,” katanya. |
Kembali ke sebelumnya |