Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Legislasi: Nasib Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Kian Suram
Tanggal 31 Maret 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi I
Isi Artikel Pembahasan sejumlah rancangan undang-undang yang penting buat publik tersandera akibat tak kunjung tuntasnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. JAKARTA, KOMPAS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tidak dilanjutkan di Masa Persidangan IV DPR Tahun Sidang 2021-2022. Perpanjangan pembahasan akan kembali diajukan kepada pimpinan DPR pada masa persidangan selanjutnya. Penghentian pembahasan dinilai tak mencerminkan komitmen pembentuk undang-undang yang selalu mengklaim peduli terhadap keamanan data. Penghentian pembahasan juga mengakibatkan pembahasan sejumlah rancangan undang-undang lain tersandera. Kabar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak akan dilanjutkan di Masa Persidangan IV Tahun Persidangan 2021-2022 disampaikan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan. Pembahasan tak dilanjutkan karena di akhir Masa Persidangan III DPR Tahun Persidangan 2021-2022, Komisi I DPR tidak mengajukan permohonan perpanjangan pembahasan RUU PDP kepada pimpinan DPR. Dengan demikian, pembahasan RUU PDP tidak akan dilanjutkan di masa sidang kali ini yang akan memasuki masa reses pada 15 April 2022. Jika nantinya pembahasan ingin dilanjutkan kembali, sembilan fraksi di DPR dan pihak pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan kepada pimpinan DPR. ”Pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 (11 Januari-18 Februari 2022), Panja RUU PDP Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU PDP dengan pemerintah karena masih menunggu kesiapan pemerintah untuk membahas pasal-pasal krusial dalam RUU PDP, di antaranya mengenai kelembagaan (otoritas pengawas PDP),” ujarnya, Kamis (31/3/2022). Farhan menuturkan, Komisi I DPR telah mengajukan perpanjangan waktu pembahasan RUU PDP sebanyak enam kali. Perpanjangan yang terakhir disetujui Rapat Paripurna DPR pada 7 Desember 2021 untuk membahas RUU PDP pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022. Namun, selama satu masa persidangan itu, tak terlihat pembahasan secara formal sehingga soal kedudukan otoritas lembaga pengawas data masih buntu. Mayoritas fraksi di Komisi I DPR tetap menginginkan otoritas lembaga pengawas data yang independen, sementara pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin lembaga pengawas di bawah Kemenkominfo. Penghentian pembahasan RUU PDP itu menjadi ironi karena kejahatan pencurian data dan serangan siber kian marak. Berdasarkan laporan monitoring yang dikeluarkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan melalui surel phishing sepanjang 2021 mencapai 3.816 kasus. Akibat dari serangan phishing dan bentuk peretasan lainnya, sepanjang 2021, BSSN menerima 179 laporan kasus pencurian data. Dari laporan tersebut, sektor pemerintah paling banyak melapor, yakni 60 kasus. Di antaranya, peretas bahkan meminta tebusan kepada pemilik data. Jika tebusan tidak dibayarkan, datanya tidak dapat diakses kembali. Ada pula yang data pribadinya dijual. Catatan Kompas, sejumlah kasus kebocoran data pribadi seperti ratusan juta data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dijual di forum RaidForum (Mei 2021), kebocoran data 13 juta akun pengguna Bukalapak (Maret 2019), data 91 juta pengguna Tokopedia (Mei 2020), dan data 2,3 juta warga di situs Komisi Pemilihan Umum (Mei 2020). logo Kompas.id TEKS › Politik & Hukum›Nasib Pembahasan RUU... LEGISLASI Nasib Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Kian Suram Pembahasan sejumlah rancangan undang-undang yang penting buat publik tersandera akibat tak kunjung tuntasnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Oleh IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO, RINI KUSTIASIH 31 Maret 2022 21:30 WIB · 6 menit baca Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). JAKARTA, KOMPAS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tidak dilanjutkan di Masa Persidangan IV DPR Tahun Sidang 2021-2022. Perpanjangan pembahasan akan kembali diajukan kepada pimpinan DPR pada masa persidangan selanjutnya. Penghentian pembahasan dinilai tak mencerminkan komitmen pembentuk undang-undang yang selalu mengklaim peduli terhadap keamanan data. Penghentian pembahasan juga mengakibatkan pembahasan sejumlah rancangan undang-undang lain tersandera. Kabar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak akan dilanjutkan di Masa Persidangan IV Tahun Persidangan 2021-2022 disampaikan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan. Pembahasan tak dilanjutkan karena di akhir Masa Persidangan III DPR Tahun Persidangan 2021-2022, Komisi I DPR tidak mengajukan permohonan perpanjangan pembahasan RUU PDP kepada pimpinan DPR. Dengan demikian, pembahasan RUU PDP tidak akan dilanjutkan di masa sidang kali ini yang akan memasuki masa reses pada 15 April 2022. Jika nantinya pembahasan ingin dilanjutkan kembali, sembilan fraksi di DPR dan pihak pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan kepada pimpinan DPR. ”Pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 (11 Januari-18 Februari 2022), Panja RUU PDP Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU PDP dengan pemerintah karena masih menunggu kesiapan pemerintah untuk membahas pasal-pasal krusial dalam RUU PDP, di antaranya mengenai kelembagaan (otoritas pengawas PDP),” ujarnya, Kamis (31/3/2022). Baca juga: Peretasan Kian Ganas, Pencurian Data Marak Terjadi Saat Jam Kerja Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). Farhan menuturkan, Komisi I DPR telah mengajukan perpanjangan waktu pembahasan RUU PDP sebanyak enam kali. Perpanjangan yang terakhir disetujui Rapat Paripurna DPR pada 7 Desember 2021 untuk membahas RUU PDP pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022. Namun, selama satu masa persidangan itu, tak terlihat pembahasan secara formal sehingga soal kedudukan otoritas lembaga pengawas data masih buntu. Mayoritas fraksi di Komisi I DPR tetap menginginkan otoritas lembaga pengawas data yang independen, sementara pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin lembaga pengawas di bawah Kemenkominfo. Penghentian pembahasan RUU PDP itu menjadi ironi karena kejahatan pencurian data dan serangan siber kian marak. Berdasarkan laporan monitoring yang dikeluarkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan melalui surel phishing sepanjang 2021 mencapai 3.816 kasus. Akibat dari serangan phishing dan bentuk peretasan lainnya, sepanjang 2021, BSSN menerima 179 laporan kasus pencurian data. Dari laporan tersebut, sektor pemerintah paling banyak melapor, yakni 60 kasus. Di antaranya, peretas bahkan meminta tebusan kepada pemilik data. Jika tebusan tidak dibayarkan, datanya tidak dapat diakses kembali. Ada pula yang data pribadinya dijual. Catatan Kompas, sejumlah kasus kebocoran data pribadi seperti ratusan juta data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dijual di forum RaidForum (Mei 2021), kebocoran data 13 juta akun pengguna Bukalapak (Maret 2019), data 91 juta pengguna Tokopedia (Mei 2020), dan data 2,3 juta warga di situs Komisi Pemilihan Umum (Mei 2020). Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Padahal, dalam pidato Ketua DPR Puan Maharani pada Rapat Paripurna DPR saat Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, 15 Maret 2022, RUU PDP merupakan salah satu dari 13 RUU prioritas. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pun pernah menyebut akan meminta penjelasan dari pimpinan Komisi I DPR untuk mengetahui perkembangan pembahasan RUU PDP agar segera diselesaikan. Sekalipun pimpinan DPR menunjukkan atensi ke RUU PDP di awal masa sidang kali ini, ternyata pembahasannya tidak dilanjutkan. Ketua Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya akan mengajukan perpanjangan pembahasan kembali RUU PDP untuk masa sidang selanjutnya yang dimulai pada 17 Mei 2022. Sekalipun tidak dibahas di masa sidang kali ini, RUU PDP tidak kemudian digugurkan karena amat dibutuhkan masyarakat. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Rizki Aulia Natakusumah, mengatakan, pengesahan RUU PDP telah lama ditunggu masyarakat, kelompok swasta, pemerhati perlindungan data pribadi, dan praktisi. Semakin lama RUU ini tidak segera dibahas, masyarakat akan menderita kerugian yang lebih besar. ”Semua pihak menanti keseriusan pemerintah menuntaskan realisasi pembahasan RUU PDP. Sebab, RUU ini sudah terlalu lama ditunda dan seharusnya tidak lagi ditunda-tunda. Masyarakat sudah banyak menunggu,” katanya. Masukkan kata kunci pencarian... logo Kompas.id TEKS › Politik & Hukum›Nasib Pembahasan RUU... LEGISLASI Nasib Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Kian Suram Pembahasan sejumlah rancangan undang-undang yang penting buat publik tersandera akibat tak kunjung tuntasnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Oleh IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO, RINI KUSTIASIH 31 Maret 2022 21:30 WIB · 6 menit baca Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). JAKARTA, KOMPAS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tidak dilanjutkan di Masa Persidangan IV DPR Tahun Sidang 2021-2022. Perpanjangan pembahasan akan kembali diajukan kepada pimpinan DPR pada masa persidangan selanjutnya. Penghentian pembahasan dinilai tak mencerminkan komitmen pembentuk undang-undang yang selalu mengklaim peduli terhadap keamanan data. Penghentian pembahasan juga mengakibatkan pembahasan sejumlah rancangan undang-undang lain tersandera. Kabar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak akan dilanjutkan di Masa Persidangan IV Tahun Persidangan 2021-2022 disampaikan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan. Pembahasan tak dilanjutkan karena di akhir Masa Persidangan III DPR Tahun Persidangan 2021-2022, Komisi I DPR tidak mengajukan permohonan perpanjangan pembahasan RUU PDP kepada pimpinan DPR. Dengan demikian, pembahasan RUU PDP tidak akan dilanjutkan di masa sidang kali ini yang akan memasuki masa reses pada 15 April 2022. Jika nantinya pembahasan ingin dilanjutkan kembali, sembilan fraksi di DPR dan pihak pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan kepada pimpinan DPR. ”Pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 (11 Januari-18 Februari 2022), Panja RUU PDP Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU PDP dengan pemerintah karena masih menunggu kesiapan pemerintah untuk membahas pasal-pasal krusial dalam RUU PDP, di antaranya mengenai kelembagaan (otoritas pengawas PDP),” ujarnya, Kamis (31/3/2022). Baca juga: Peretasan Kian Ganas, Pencurian Data Marak Terjadi Saat Jam Kerja Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). Farhan menuturkan, Komisi I DPR telah mengajukan perpanjangan waktu pembahasan RUU PDP sebanyak enam kali. Perpanjangan yang terakhir disetujui Rapat Paripurna DPR pada 7 Desember 2021 untuk membahas RUU PDP pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022. Namun, selama satu masa persidangan itu, tak terlihat pembahasan secara formal sehingga soal kedudukan otoritas lembaga pengawas data masih buntu. Mayoritas fraksi di Komisi I DPR tetap menginginkan otoritas lembaga pengawas data yang independen, sementara pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin lembaga pengawas di bawah Kemenkominfo. Penghentian pembahasan RUU PDP itu menjadi ironi karena kejahatan pencurian data dan serangan siber kian marak. Berdasarkan laporan monitoring yang dikeluarkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan melalui surel phishing sepanjang 2021 mencapai 3.816 kasus. Akibat dari serangan phishing dan bentuk peretasan lainnya, sepanjang 2021, BSSN menerima 179 laporan kasus pencurian data. Dari laporan tersebut, sektor pemerintah paling banyak melapor, yakni 60 kasus. Di antaranya, peretas bahkan meminta tebusan kepada pemilik data. Jika tebusan tidak dibayarkan, datanya tidak dapat diakses kembali. Ada pula yang data pribadinya dijual. Catatan Kompas, sejumlah kasus kebocoran data pribadi seperti ratusan juta data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dijual di forum RaidForum (Mei 2021), kebocoran data 13 juta akun pengguna Bukalapak (Maret 2019), data 91 juta pengguna Tokopedia (Mei 2020), dan data 2,3 juta warga di situs Komisi Pemilihan Umum (Mei 2020). Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Padahal, dalam pidato Ketua DPR Puan Maharani pada Rapat Paripurna DPR saat Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, 15 Maret 2022, RUU PDP merupakan salah satu dari 13 RUU prioritas. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pun pernah menyebut akan meminta penjelasan dari pimpinan Komisi I DPR untuk mengetahui perkembangan pembahasan RUU PDP agar segera diselesaikan. Sekalipun pimpinan DPR menunjukkan atensi ke RUU PDP di awal masa sidang kali ini, ternyata pembahasannya tidak dilanjutkan. Ketua Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya akan mengajukan perpanjangan pembahasan kembali RUU PDP untuk masa sidang selanjutnya yang dimulai pada 17 Mei 2022. Sekalipun tidak dibahas di masa sidang kali ini, RUU PDP tidak kemudian digugurkan karena amat dibutuhkan masyarakat. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Rizki Aulia Natakusumah, mengatakan, pengesahan RUU PDP telah lama ditunggu masyarakat, kelompok swasta, pemerhati perlindungan data pribadi, dan praktisi. Semakin lama RUU ini tidak segera dibahas, masyarakat akan menderita kerugian yang lebih besar. ”Semua pihak menanti keseriusan pemerintah menuntaskan realisasi pembahasan RUU PDP. Sebab, RUU ini sudah terlalu lama ditunda dan seharusnya tidak lagi ditunda-tunda. Masyarakat sudah banyak menunggu,” katanya. https://assetd.kompas.id/NpAlngO7UH2wXWo3gw8upTSIstU=/1024x1597/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F04%2F15%2F20210414-H01-PAL-data-bocor-mumed_1618423052_png.png Rizki berharap pemerintah mau mencari titik temu atas perbedaan pendapat mengenai otoritas pengawasan perlindungan data pribadi. Jika tidak, RUU ini akan menghambat banyak kerja legislasi yang juga menunggu di Komisi I, termasuk pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Demokrat mendukung agar otoritas perlindungan data pribadi dijalankan oleh sebuah lembaga independen. Oleh karena itu, perbedaan posisi pemerintah yang menginginkan agar otoritas itu di bawah kementerian, sementara DPR menginginkan agar dikelola oleh lembaga independen harus dijembatani. ”Kami berharap pembahasan dilakukan sesegera mungkin. Kalau bisa, dilakukan di masa sidang ini. Semakin cepat titik temu ditemukan, UU ini dapat segera dirampungkan. Namun, bukan berarti penyelesaiannya tergesa-gesa. Pembahasan harus juga dilakukan secara proper (memadai),” ucapnya. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Iqbal, mengatakan, saat ini praktis pembahasan RUU PDP menyisakan satu persoalan itu saja, yakni yang menyangkut otoritas pengawas PDP. Posisi DPR saat ini ialah menunggu solusi dari pemerintah atas perbedaan pendapat yang ada. ”Tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, harus ada titik temu. Kami menunggu dari pemerintah kapan RUU PDP ini dapat diteruskan pembahasaannya,” ucapnya. TEKS › Politik & Hukum›Nasib Pembahasan RUU... LEGISLASI Nasib Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Kian Suram Pembahasan sejumlah rancangan undang-undang yang penting buat publik tersandera akibat tak kunjung tuntasnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Oleh IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO, RINI KUSTIASIH 31 Maret 2022 21:30 WIB · 6 menit baca Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). JAKARTA, KOMPAS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tidak dilanjutkan di Masa Persidangan IV DPR Tahun Sidang 2021-2022. Perpanjangan pembahasan akan kembali diajukan kepada pimpinan DPR pada masa persidangan selanjutnya. Penghentian pembahasan dinilai tak mencerminkan komitmen pembentuk undang-undang yang selalu mengklaim peduli terhadap keamanan data. Penghentian pembahasan juga mengakibatkan pembahasan sejumlah rancangan undang-undang lain tersandera. Kabar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak akan dilanjutkan di Masa Persidangan IV Tahun Persidangan 2021-2022 disampaikan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan. Pembahasan tak dilanjutkan karena di akhir Masa Persidangan III DPR Tahun Persidangan 2021-2022, Komisi I DPR tidak mengajukan permohonan perpanjangan pembahasan RUU PDP kepada pimpinan DPR. Dengan demikian, pembahasan RUU PDP tidak akan dilanjutkan di masa sidang kali ini yang akan memasuki masa reses pada 15 April 2022. Jika nantinya pembahasan ingin dilanjutkan kembali, sembilan fraksi di DPR dan pihak pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan kepada pimpinan DPR. ”Pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 (11 Januari-18 Februari 2022), Panja RUU PDP Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU PDP dengan pemerintah karena masih menunggu kesiapan pemerintah untuk membahas pasal-pasal krusial dalam RUU PDP, di antaranya mengenai kelembagaan (otoritas pengawas PDP),” ujarnya, Kamis (31/3/2022). Baca juga: Peretasan Kian Ganas, Pencurian Data Marak Terjadi Saat Jam Kerja Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). Farhan menuturkan, Komisi I DPR telah mengajukan perpanjangan waktu pembahasan RUU PDP sebanyak enam kali. Perpanjangan yang terakhir disetujui Rapat Paripurna DPR pada 7 Desember 2021 untuk membahas RUU PDP pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022. Namun, selama satu masa persidangan itu, tak terlihat pembahasan secara formal sehingga soal kedudukan otoritas lembaga pengawas data masih buntu. Mayoritas fraksi di Komisi I DPR tetap menginginkan otoritas lembaga pengawas data yang independen, sementara pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin lembaga pengawas di bawah Kemenkominfo. Penghentian pembahasan RUU PDP itu menjadi ironi karena kejahatan pencurian data dan serangan siber kian marak. Berdasarkan laporan monitoring yang dikeluarkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan melalui surel phishing sepanjang 2021 mencapai 3.816 kasus. Akibat dari serangan phishing dan bentuk peretasan lainnya, sepanjang 2021, BSSN menerima 179 laporan kasus pencurian data. Dari laporan tersebut, sektor pemerintah paling banyak melapor, yakni 60 kasus. Di antaranya, peretas bahkan meminta tebusan kepada pemilik data. Jika tebusan tidak dibayarkan, datanya tidak dapat diakses kembali. Ada pula yang data pribadinya dijual. Catatan Kompas, sejumlah kasus kebocoran data pribadi seperti ratusan juta data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dijual di forum RaidForum (Mei 2021), kebocoran data 13 juta akun pengguna Bukalapak (Maret 2019), data 91 juta pengguna Tokopedia (Mei 2020), dan data 2,3 juta warga di situs Komisi Pemilihan Umum (Mei 2020). Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Padahal, dalam pidato Ketua DPR Puan Maharani pada Rapat Paripurna DPR saat Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, 15 Maret 2022, RUU PDP merupakan salah satu dari 13 RUU prioritas. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pun pernah menyebut akan meminta penjelasan dari pimpinan Komisi I DPR untuk mengetahui perkembangan pembahasan RUU PDP agar segera diselesaikan. Sekalipun pimpinan DPR menunjukkan atensi ke RUU PDP di awal masa sidang kali ini, ternyata pembahasannya tidak dilanjutkan. Ketua Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya akan mengajukan perpanjangan pembahasan kembali RUU PDP untuk masa sidang selanjutnya yang dimulai pada 17 Mei 2022. Sekalipun tidak dibahas di masa sidang kali ini, RUU PDP tidak kemudian digugurkan karena amat dibutuhkan masyarakat. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Rizki Aulia Natakusumah, mengatakan, pengesahan RUU PDP telah lama ditunggu masyarakat, kelompok swasta, pemerhati perlindungan data pribadi, dan praktisi. Semakin lama RUU ini tidak segera dibahas, masyarakat akan menderita kerugian yang lebih besar. ”Semua pihak menanti keseriusan pemerintah menuntaskan realisasi pembahasan RUU PDP. Sebab, RUU ini sudah terlalu lama ditunda dan seharusnya tidak lagi ditunda-tunda. Masyarakat sudah banyak menunggu,” katanya. https://assetd.kompas.id/NpAlngO7UH2wXWo3gw8upTSIstU=/1024x1597/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F04%2F15%2F20210414-H01-PAL-data-bocor-mumed_1618423052_png.png Rizki berharap pemerintah mau mencari titik temu atas perbedaan pendapat mengenai otoritas pengawasan perlindungan data pribadi. Jika tidak, RUU ini akan menghambat banyak kerja legislasi yang juga menunggu di Komisi I, termasuk pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Demokrat mendukung agar otoritas perlindungan data pribadi dijalankan oleh sebuah lembaga independen. Oleh karena itu, perbedaan posisi pemerintah yang menginginkan agar otoritas itu di bawah kementerian, sementara DPR menginginkan agar dikelola oleh lembaga independen harus dijembatani. ”Kami berharap pembahasan dilakukan sesegera mungkin. Kalau bisa, dilakukan di masa sidang ini. Semakin cepat titik temu ditemukan, UU ini dapat segera dirampungkan. Namun, bukan berarti penyelesaiannya tergesa-gesa. Pembahasan harus juga dilakukan secara proper (memadai),” ucapnya. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Iqbal, mengatakan, saat ini praktis pembahasan RUU PDP menyisakan satu persoalan itu saja, yakni yang menyangkut otoritas pengawas PDP. Posisi DPR saat ini ialah menunggu solusi dari pemerintah atas perbedaan pendapat yang ada. ”Tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, harus ada titik temu. Kami menunggu dari pemerintah kapan RUU PDP ini dapat diteruskan pembahasaannya,” ucapnya. RUU lain tersandera KOMPAS RUU lain tersandera Wakil Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, pembahasan sejumlah RUU berpotensi terhambat akibat tak diselesaikannya RUU PDP. RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), misalnya, tak bisa dibahas bersamaan dengan RUU PDP. Sebab, keduanya merupakan usulan pemerintah. Untuk itu, pembahasan RUU ITE baru akan dimulai setelah RUU PDP rampung. RUU lain yang tersandera akibat tak kunjung diselesaikannya RUU PDP adalah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sebab, di RUU TPKS juga mengatur kekerasan seksual berbasis elektronik yang di dalamnya terdapat tindakan doxing. ”Jadi, sebenarnya, kalau RUU PDP sudah selesai, itu akan menjadi backbone untuk kita migrasi ke digital life,” ujar Willy. Namun, terkait RUU PDP, Willy menjelaskan, prosesnya saat ini terkendala pada pembahasan terkait keberadaan lembaga otoritas perlindungan data pribadi. Padahal, jika mengacu pada Peraturan Perlindungan Data (General Data Protection Regulation/GDPR) dalam hukum Uni Eropa yang menjadi basis RUU PDP, lembaga otoritas tersebut seharusnya adalah lembaga independen. Untuk itu, ia berharap, Komisi I DPR dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dapat segera mendapatkan titik temu terkait keberadaan lembaga otoritas itu. ”Solusinya memang PDP harus diselesaikan. PDP ini sudah tidak layak sebenarnya karena sudah diperpanjang lebih dari lima kali masa sidang,” katanya. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyayangkan penghentian pembahasan RUU PDP. Sebab, kebocoran data pribadi terus mengintai masyarakat. Apalagi, pembentuk UU selalu menyebut komitmennya untuk memberikan dukungan terhadap penyelesaian RUU PDP karena kebutuhannya amat mendesak. logo Kompas.id TEKS › Politik & Hukum›Nasib Pembahasan RUU... LEGISLASI Nasib Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Kian Suram Pembahasan sejumlah rancangan undang-undang yang penting buat publik tersandera akibat tak kunjung tuntasnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Oleh IQBAL BASYARI, NIKOLAUS HARBOWO, RINI KUSTIASIH 31 Maret 2022 21:30 WIB · 6 menit baca Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Foto untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021). JAKARTA, KOMPAS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tidak dilanjutkan di Masa Persidangan IV DPR Tahun Sidang 2021-2022. Perpanjangan pembahasan akan kembali diajukan kepada pimpinan DPR pada masa persidangan selanjutnya. Penghentian pembahasan dinilai tak mencerminkan komitmen pembentuk undang-undang yang selalu mengklaim peduli terhadap keamanan data. Penghentian pembahasan juga mengakibatkan pembahasan sejumlah rancangan undang-undang lain tersandera. Kabar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) tidak akan dilanjutkan di Masa Persidangan IV Tahun Persidangan 2021-2022 disampaikan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan. Pembahasan tak dilanjutkan karena di akhir Masa Persidangan III DPR Tahun Persidangan 2021-2022, Komisi I DPR tidak mengajukan permohonan perpanjangan pembahasan RUU PDP kepada pimpinan DPR. Dengan demikian, pembahasan RUU PDP tidak akan dilanjutkan di masa sidang kali ini yang akan memasuki masa reses pada 15 April 2022. Jika nantinya pembahasan ingin dilanjutkan kembali, sembilan fraksi di DPR dan pihak pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan kepada pimpinan DPR. ”Pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 (11 Januari-18 Februari 2022), Panja RUU PDP Komisi I DPR belum melanjutkan pembahasan RUU PDP dengan pemerintah karena masih menunggu kesiapan pemerintah untuk membahas pasal-pasal krusial dalam RUU PDP, di antaranya mengenai kelembagaan (otoritas pengawas PDP),” ujarnya, Kamis (31/3/2022). Baca juga: Peretasan Kian Ganas, Pencurian Data Marak Terjadi Saat Jam Kerja Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri rapat dengan Komisi I DPR membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020). Farhan menuturkan, Komisi I DPR telah mengajukan perpanjangan waktu pembahasan RUU PDP sebanyak enam kali. Perpanjangan yang terakhir disetujui Rapat Paripurna DPR pada 7 Desember 2021 untuk membahas RUU PDP pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022. Namun, selama satu masa persidangan itu, tak terlihat pembahasan secara formal sehingga soal kedudukan otoritas lembaga pengawas data masih buntu. Mayoritas fraksi di Komisi I DPR tetap menginginkan otoritas lembaga pengawas data yang independen, sementara pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin lembaga pengawas di bawah Kemenkominfo. Penghentian pembahasan RUU PDP itu menjadi ironi karena kejahatan pencurian data dan serangan siber kian marak. Berdasarkan laporan monitoring yang dikeluarkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan melalui surel phishing sepanjang 2021 mencapai 3.816 kasus. Akibat dari serangan phishing dan bentuk peretasan lainnya, sepanjang 2021, BSSN menerima 179 laporan kasus pencurian data. Dari laporan tersebut, sektor pemerintah paling banyak melapor, yakni 60 kasus. Di antaranya, peretas bahkan meminta tebusan kepada pemilik data. Jika tebusan tidak dibayarkan, datanya tidak dapat diakses kembali. Ada pula yang data pribadinya dijual. Catatan Kompas, sejumlah kasus kebocoran data pribadi seperti ratusan juta data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang dijual di forum RaidForum (Mei 2021), kebocoran data 13 juta akun pengguna Bukalapak (Maret 2019), data 91 juta pengguna Tokopedia (Mei 2020), dan data 2,3 juta warga di situs Komisi Pemilihan Umum (Mei 2020). Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR lainnya memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Padahal, dalam pidato Ketua DPR Puan Maharani pada Rapat Paripurna DPR saat Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, 15 Maret 2022, RUU PDP merupakan salah satu dari 13 RUU prioritas. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pun pernah menyebut akan meminta penjelasan dari pimpinan Komisi I DPR untuk mengetahui perkembangan pembahasan RUU PDP agar segera diselesaikan. Sekalipun pimpinan DPR menunjukkan atensi ke RUU PDP di awal masa sidang kali ini, ternyata pembahasannya tidak dilanjutkan. Ketua Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya akan mengajukan perpanjangan pembahasan kembali RUU PDP untuk masa sidang selanjutnya yang dimulai pada 17 Mei 2022. Sekalipun tidak dibahas di masa sidang kali ini, RUU PDP tidak kemudian digugurkan karena amat dibutuhkan masyarakat. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Rizki Aulia Natakusumah, mengatakan, pengesahan RUU PDP telah lama ditunggu masyarakat, kelompok swasta, pemerhati perlindungan data pribadi, dan praktisi. Semakin lama RUU ini tidak segera dibahas, masyarakat akan menderita kerugian yang lebih besar. ”Semua pihak menanti keseriusan pemerintah menuntaskan realisasi pembahasan RUU PDP. Sebab, RUU ini sudah terlalu lama ditunda dan seharusnya tidak lagi ditunda-tunda. Masyarakat sudah banyak menunggu,” katanya. https://assetd.kompas.id/NpAlngO7UH2wXWo3gw8upTSIstU=/1024x1597/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F04%2F15%2F20210414-H01-PAL-data-bocor-mumed_1618423052_png.png Rizki berharap pemerintah mau mencari titik temu atas perbedaan pendapat mengenai otoritas pengawasan perlindungan data pribadi. Jika tidak, RUU ini akan menghambat banyak kerja legislasi yang juga menunggu di Komisi I, termasuk pembahasan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Demokrat mendukung agar otoritas perlindungan data pribadi dijalankan oleh sebuah lembaga independen. Oleh karena itu, perbedaan posisi pemerintah yang menginginkan agar otoritas itu di bawah kementerian, sementara DPR menginginkan agar dikelola oleh lembaga independen harus dijembatani. ”Kami berharap pembahasan dilakukan sesegera mungkin. Kalau bisa, dilakukan di masa sidang ini. Semakin cepat titik temu ditemukan, UU ini dapat segera dirampungkan. Namun, bukan berarti penyelesaiannya tergesa-gesa. Pembahasan harus juga dilakukan secara proper (memadai),” ucapnya. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Iqbal, mengatakan, saat ini praktis pembahasan RUU PDP menyisakan satu persoalan itu saja, yakni yang menyangkut otoritas pengawas PDP. Posisi DPR saat ini ialah menunggu solusi dari pemerintah atas perbedaan pendapat yang ada. ”Tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, harus ada titik temu. Kami menunggu dari pemerintah kapan RUU PDP ini dapat diteruskan pembahasaannya,” ucapnya. RUU lain tersandera KOMPAS RUU lain tersandera Wakil Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, pembahasan sejumlah RUU berpotensi terhambat akibat tak diselesaikannya RUU PDP. RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), misalnya, tak bisa dibahas bersamaan dengan RUU PDP. Sebab, keduanya merupakan usulan pemerintah. Untuk itu, pembahasan RUU ITE baru akan dimulai setelah RUU PDP rampung. RUU lain yang tersandera akibat tak kunjung diselesaikannya RUU PDP adalah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sebab, di RUU TPKS juga mengatur kekerasan seksual berbasis elektronik yang di dalamnya terdapat tindakan doxing. ”Jadi, sebenarnya, kalau RUU PDP sudah selesai, itu akan menjadi backbone untuk kita migrasi ke digital life,” ujar Willy. Namun, terkait RUU PDP, Willy menjelaskan, prosesnya saat ini terkendala pada pembahasan terkait keberadaan lembaga otoritas perlindungan data pribadi. Padahal, jika mengacu pada Peraturan Perlindungan Data (General Data Protection Regulation/GDPR) dalam hukum Uni Eropa yang menjadi basis RUU PDP, lembaga otoritas tersebut seharusnya adalah lembaga independen. Untuk itu, ia berharap, Komisi I DPR dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dapat segera mendapatkan titik temu terkait keberadaan lembaga otoritas itu. ”Solusinya memang PDP harus diselesaikan. PDP ini sudah tidak layak sebenarnya karena sudah diperpanjang lebih dari lima kali masa sidang,” katanya. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus TANGKAPAN LAYAR ZOOM Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyayangkan penghentian pembahasan RUU PDP. Sebab, kebocoran data pribadi terus mengintai masyarakat. Apalagi, pembentuk UU selalu menyebut komitmennya untuk memberikan dukungan terhadap penyelesaian RUU PDP karena kebutuhannya amat mendesak. Baca juga: Situs Pemerintah Mudah Diretas, Data Warga Dijual Bebas Kebuntuan mengenai otoritas lembaga pengawas PDP yang terjadi sejak beberapa bulan lalu sebaiknya diselesaikan melalui lobi politik. Pimpinan DPR harus membangun komunikasi dengan pemerintah jika memang berkomitmen menuntaskan RUU ini. Presiden pun bisa menginisiasi pembicaraan dengan pimpinan fraksi dan pimpinan parpol agar kebuntuan bisa segera diselesaikan. ”Kalau Presiden belum bergerak, parpol sepertinya belum mulai bergerak,” katanya. Menurut Lucius, kebuntuan dalam pembahasan RUU sudah pernah terjadi, salah satunya saat pembahasan RUU Pemilu. Solusi yang bisa dilakukan untuk menentukan titik temu RUU PDP bisa seperti pembahasan RUU Pemilu dengan melalui voting.
  Kembali ke sebelumnya