Judul | Menguji Daya Tahan BUMN |
Tanggal | 10 Januari 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 0 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VI |
Isi Artikel | Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir dua tahun ini memperlihatkan rapuhnya daya tahan atau imunitas sejumlah perusahaan milik negara. Perusahaan-perusahaan yang memiliki “penyakit” bawaan masa lampau semakin terpuruk. Tak sedikit juga perusahaan milik negara tanpa "penyakit" bawaan yang turut limbung. Mereka beramai-ramai mengajukan penyertaan modal negara. Di sisi lain, reformasi struktural dan model bisnis perusahaan juga dijalankan. Mulai dari mengefisienkan biaya operasional, menutup sejumlah anak perusahaan, mengganti jajaran direksi dan komisaris, hingga penggabungan usaha menjadi satu induk perusahaan (holding). Pada 2022, imunitas para perusahaan penerima suntikan penyertaan modal negara (PMN) akan diuji, begitu pula sejumlah holding yang telah dibentuk. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat, setidaknya ada enam BUMN yang memiliki utang jumbo. Keenam perusahaan itu adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang memiliki utang sebesar 9,8 miliar dollar AS, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Rp 31 triliun, PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PT PN Rp 43 triliun, PT Waskita Karya (Persero) Tbk Rp 90 triliun, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Rp 643,9 triliun, dan PT Angkasa Pura I (Persero) Rp 28 triliun. Selain imbas pandemi Covid-19, penumpukan utang itu terjadi karena beragam hal. Sebagian lantaran dampak manajemen bisnis yang buruk pada masa lalu, seperti terjadi pada Garuda Indonesia, Krakatau Steel, dan PT PN. Ada juga yang harus menanggung beban investasi pembangunan proyek-proyek strategis pemerintah, seperti PLN, Angkasa Pura I, dan Waskita Karya. ”Secara umum, kondisi keuangan BUMN tertekan di tengah pandemi Covid-19. Khusus BUMN Karya, mereka sulit mendapat kontrak baru dan penjualan, serta menanggung penugasan yang berat untuk mengambil alih proyek-proyek pembangunan jalan yang ditinggalkan swasta,” kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Pesawat maskapai Garuda Indonesia mendarat di Bandar Udara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat dalam penerbangan transit dari Manokwari, Kamis (22/4/2021). Bandara Sorong menjadi pintu masuk utama ke tanah Papua baik untuk distribusi barang maupun perjalanan melalui transportasi udara. Hingga saat ini, perusahaan-perusahaan milik negara itu tengah berjuang untuk melunasi utang secara bertahap, bahkan merestrukturisasi utang. Krakatau Steel misalnya, pascapenandatanganan perjanjian restrukturisasi pada Januari 2020 hingga Desember 2021, telah membayar utang sebesar Rp 3,2 triliun. Manajemen baru Krakatau Steel juga berencana melepas 40 persen kepemilikan aset perusahaan kepada mitra strategis. Salah satu aset perusahaan yang mangkrak dan akan dilepas adalah pabrik blast furnace yang memproduksi besi cair yang dibangun pada 2012. Contoh lainnya adalah Garuda Indonesia yang telah memulai proses restrukturisasi utangnya terhadap 800 kreditor. Proposal restrukturisasi dan rencana keberlanjutan bisnis telah diserahkan ke para kreditor. Proses restrukturisasi utang ini dilakukan baik melalui jalur pengadilan maupun luar pengadilan. Restrukturisasi melalui jalur pengadilan dengan mekanisme penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sudah didaftarkan pada Januari 2022. Prosesnya akan berlangsung selama 270 hari dan diperkirakan akan mulai mengerucut pada Maret atau April 2022. Mengandalkan PMN Selain mengandalkan kemampuan manajemen, perusahaan-perusahaan negara juga bergantung pada PMN. Pada Juli 2021, Kementerian BUMN mengajukan PMN untuk tahun anggaran 2022 bagi 12 perusahaan sebesar Rp 72,449 triliun. PMN itu akan digunakan untuk menyehatkan sejumlah perusahaan serta dalam rangka menjalankan penugasan negara. Pada 15 Desember 2021, Kementerian Keuangan bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat, PMN yang diberikan bernilai total Rp 110,5 triliun. Jumlah itu terdiri dari susulan atau tambahan PMN 2021 bagi tujuh BUMN senilai total Rp 43,2 triliun dan PMN 2022 bagi delapan BUMN Rp 67,3 triliun. BUMN yang mendapatkan tambahan PMN 2021 dan PMN 2022 antara lain adalah Hutama Karya dan Waskita Karya. Tambahan PMN 2021 dan PMN 2022 yang diperoleh Hutama Karya masing-masing Rp 9,1 triliun dan Rp 23,85 triliun, sedangkan Waskita Karya masing-masing Rp 7,9 trilun dan Rp 3 triliun. Kedua BUMN ini akan mengunakan PMN tersebut untuk melanjutkan pembangunan proyek-poyek infrastruktur prioritas pemerintah. Dalam seremoni Seremoni Pemberian PMN 2021 pada 30 Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pengalokasian dan pencairan PMN dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan kondisi finansial dan kinerja operasional, serta kesiapan proyek yang akan didukung. Setiap BUMN penerima PMN juga harus berkomitmen mengelola PMN secara akuntabel dan transparan. Hal itu akan terlihat dalam Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators/KPI). KPI ini menjadi syarat kontrak kerja antara BUMN penerima PMN dengan kementerian terkait, baik itu Kementerian Keuangan maupun BUMN. “Saya berharap, hal ini tidak hanya sekadar mencairkan dana, tetapi lebih merupakan sebuah awal dari kinerja BUMN-BUMN tersebut untuk bisa akuntabel menjalankan dan menggunakan dana masyarakat itu secara profesional dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Sri Mulyani melalui siaran pers. Kementerian BUMN mencatat, dalam 10 tahun terakhir, 2011-2020, kontribusi BUMN terhadap negara sebesar Rp 3.295 triliun. Kontribusi ini terdiri dari pajak sebesar Rp 1.872 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 1.035 triliun, dan dividen Rp 388 triliun. PMN yang digulirkan pada 2011-2020 senilai total Rp 147 triliun atau hanya sekitar 4 persen dari kontribusi BUMN. Hampir 81 persen PMN digunakan untuk melaksanakan penugasan pemerintah dan 6,9 persen untuk restrukturisasi. Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Talattov berpendapat, pandemi Covid-19 dijadikan alasan untuk menyelamatkan atau menyuntik modal BUMN-BUMN yang bermasalah. Padahal, ada sejumlah BUMN yang sebelum pandemi juga sudah bermasalah. ”Ini menjadi tren sekarang. Saya khawatir, hal ini bisa menjadi model yang berkelanjutan dan bisa memengaruhi persepsi investor atau lembaga pembiayaan terhadap reputasi BUMN,” katanya. Sebenarnya, lanjut Abra, sejak awal, pemerintah bisa melibatkan swasta berinvestasi di sejumlah proyek strategis nasional. Misalnya melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan memprioritaskan bahan baku dari dalam negeri. Holding Sepanjang 2021, Kementerian BUMN juga telah merintis dan membentuk holding perusahaan-perusahaan milik negara yang memiliki lini bisnis yang bisa saling menopang satu sama lain. Holding tersebut bergerak di berbagai sektor, seperti pariwisata, keuangan syariah, logistik, ultra mikro, pangan, asuransi dan penjaminan, serta komoditas. Perusahaan-perusahan induk itu antara lain PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero), PT Bank Syariah Indonesia Tbk, PTPN Group, Indonesia Financial Group (IFG), Holding BUMN Pangan, Holding Ultra Mikro, dan Holding Pelindo. Sementara itu, PT Pertamina (Persero) juga telah membentuk enam subholding, yaitu subholding upstream (eksplorasi dan ekstrasi), pemurnian dan petrokimia, komersial dan perdagangan, gas, listrik dan energi baru terbarukan, serta logistik kelautan terintegrasi. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, program-program utama Kementerian BUMN, termasuk transformasi BUMN, telah dituntaskan dengan baik. Di tengah pandemi Covid-19, BUMN secara konsolidasi berhasil meningkatkan laba bersih dari Rp 13 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp 61 triliun hingga triwulan III-2021. “Saya berharap transformasi BUMN di berbagai sektor itu dapat berkontribusi terhadap masyarakat dan ekonomi nasional,” ujarnya. Banyak dana negara telah disuntikkan untuk memperkuat daya tahan BUMN-BUMN. Di tengah masih berlanjutnya pandemi Covid-19 tahun ini, daya tahan perusahaan-perusahaan milik negara, baik yang sedang berbenah diri maupun yang mulai bertransformasi, kembali diuji. Semoga perusahaan-perusahaan itu tak sekadar bersolek diri, tetapi juga mampu berbenah diri untuk berkontribusi lebih terhadap masyarakat dan ekonomi nasional. |
Kembali ke sebelumnya |