Judul | DPR Sebut Alasan Pemerintah Naikkan Tarif Listrik Mengada-ada |
Tanggal | 17 April 2022 |
Surat Kabar | Seputar Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VII |
Isi Artikel | JAKARTA - Rencana pemerintah menaikan tarif dasar listrik ( TDL ) pada tahun dikritik oleh kalangan DPR. Menurut Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, pemerintah tidak memiliki alasan kuat untuk menaikan tarif dasar listrik (TDL) pada 2022. Apalagi jika alasan penyesuaian tarif listrik tersebut karena kenaikan harga migas internasional. Maka itu, Mulyanto yang juga sebagai wakil ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) DPR RI ini menilai rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) itu mengada-ada. “Logika untuk menaikkan tarif PLN, sebagai akibat kenaikan harga migas global, ini kurang kuat, karena masalah ini tidak seberapa berpengaruh bagi biaya pokok pembangkitan (BPP) listrik PLN. Kontribusi sumber energi BBM untuk pembangkit listrik PLN secara nasional sangat kecil,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/4/2022). Dia menuturkan bahwa kontribusi sumber energi primer pada pembangkit listrik PLN secara nasional terutama adalah dari batu bara dan gas dengan total kontribusi sebesar 84 persen, dimana masing-masing 66 persen dari batu bara dan 18 persen dari gas. Sementara kontribusi dari air dan panas bumi sebesar 13 persen.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kontribusi dari sumber BBM pada pembangkit listrik PLN hanyal sebesar 4 persen. “Jumlah yang sedikit, terutama ada di Indonesia bagian timur,” imbuhnya. Di sisi lain, lanjut dia, harga batu bara dan gas untuk pembangkit listrik dipatok tetap melalui regulasi DMO (domestic market obligation) dimana harga masing-masing USD 70 per ton untuk batu bara dan USD 6 per MMBTU untuk gas. Dia menambahkan, tidak ada kenaikan harga batu bara dan gas untuk PLN. "Kalau kita ingin mendorong kinerja PLN, yang penting dilakukan pemerintah justru adalah dengan membayar tunggakan dana kompensasi listrik. Untuk tahun 2021 tunggakan dana kompensasi listrik pemerintah sebesar Rp24,6 triliun,” katanya. Kemudian, dia menilai perlunya melakukan moratorium pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar BBM dan program dedieselisasi. “Karena pembangkit listrik berbasis BBM ini bukan hanya mahal, namun juga kotor. Di dalam draf RUU EBT mutakhir dedieselisasi harus tuntas dilakukan pemerintah sampai tahun 2024," kata Mulyanto. Dia melanjutkan, namun sayang praktiknya masih kontradiktif. “Karena baru saja kemarin (Jumat 15 April 2022), PLN meresmikan pembangkit listrik terapung pertama buatan Indonesia yang diberi nama Barge Mounted Power Plant (BMPP) Nusantara-1 berkapasitas 60 MW, yang berbahan bakar fosil. Ini yang harus kita evaluasi terus," pungkasnya. Adapun rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik itu disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu 13 April 2022. |
Kembali ke sebelumnya |