Isi Artikel |
”Doxing” menjadi ancaman nomor dua bagi wartawan selain pemidanaan. Perlu dibuat prosedur untuk mengamankan wartawan dari serangan ”doxing”.
logo Kompas.id
TEKS
›
Politik & Hukum›Dewan Pers Buat Pedoman...
Dewan Pers Buat Pedoman Amankan Wartawan dari ”Doxing”
”Doxing” menjadi ancaman nomor dua bagi wartawan selain pemidanaan. Perlu dibuat prosedur untuk mengamankan wartawan dari serangan ”doxing”.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
26 April 2022 21:54 WIB
·
3 menit baca
https://assetd.kompas.id/EjLWEf4io4HVB0w5H_fyVTIkI9M=/1024x575/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F10%2F28%2F20211028-Situs-Pemerintah-mumed_1635436073_gif.gif
JAKARTA, KOMPAS — Kejahatan doxing, yakni pembongkaran serta penyebaran data pribadi, dengan motif politik banyak menyerang wartawan. Dewan Pers tengah menyusun Standar Perlindungan Profesi Wartawan yang di antaranya untuk menghadapi doxing.
Hal ini disampaikan anggota Dewan Pers, Asep Setiawan, dalam diskusi ”Dampak Doxing terhadap Jurnalis dan Solusinya” yang diadakan Dewan Pers, Selasa (26/4/2022). Hadir juga sebagai pembicara Direktur Eksekutif SafeNet Damar Juniarto dan jurnalis Liputan6.com, Andry Haryanto.
Asep mengatakan, wartawan dalam rangka tugas jurnalistiknya berhak mendapatkan perlindungan dari berbagai ancaman kekerasan dan intimidasi, termasuk peretasan dokumen pribadi melalui perangkat digital. Jaminan keamanan ini dibutuhkan agar wartawan bisa tetap melaksanakan tugasnya dalam mengkritik berbagai penyimpangan, termasuk yang dilakukan pemerintah. Asep mengatakan, standar perlindungan profesi wartawan akan segera disebarluaskan agar menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan, termasuk aparat hukum dan perusahaan media.
”Perusahaan pers juga bertanggung jawab dalam melindungi wartawannya, termasuk dalam doxing. Belum ada pedoman baku bagi perusahaan media atau wartawan soal ini,” kata Asep.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang juga hadir dalam acara ini mengatakan, kekerasan doxing ke jurnalis menunjukkan pelaku tidak menghormati tugas jurnalis. Asep mengakui ada kekosongan aturan terkait doxing. UU Pers belum menjangkau doxing, demikian juga UU Informasi dan Transaksi Elektronik. ”Karena instrumen hukum belum bisa, polisi juga masih gamang,” kata Asep.
Damar mengatakan, banyak serangan siber terkait motif politik. Demikian juga doxing yang katanya berasal dari istilah dropping documents. Pelaku menyebarkan informasi pribadi terkait seseorang, dengan tujuan untuk maksud jahat. Data pribadi yang tersebar itu tidak saja menimbulkan demotivasi, tetapi juga bisa menimbulkan ancaman fisik. Ancaman itu bisa mulai dari nomor pribadi dan KTP dari seseorang digunakan untuk memesan makanan bertubi-tubi lewat aplikasi daring hingga meminjam uang, bahkan rumahnya didatangi orang yang ingin berbuat jahat.
Doxing biasanya diarahkan pada kelompok-kelompok sipil, seperti aktivis mahasiswa, pejuang HAM dan antikorupsi, serta wartawan. Serangan biasanya dilakukan oleh negara, individu yang didukung negara, dan individu yang didukung nonnegara. Dalam dua tahun terakhir, ada 13 jurnalis yang mengalami doxing dari total 22 orang yang melapor ke Safenet.
logo Kompas.id
TEKS
›
Politik & Hukum›Dewan Pers Buat Pedoman...
Dewan Pers Buat Pedoman Amankan Wartawan dari ”Doxing”
”Doxing” menjadi ancaman nomor dua bagi wartawan selain pemidanaan. Perlu dibuat prosedur untuk mengamankan wartawan dari serangan ”doxing”.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
26 April 2022 21:54 WIB
·
3 menit baca
https://assetd.kompas.id/EjLWEf4io4HVB0w5H_fyVTIkI9M=/1024x575/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F10%2F28%2F20211028-Situs-Pemerintah-mumed_1635436073_gif.gif
JAKARTA, KOMPAS — Kejahatan doxing, yakni pembongkaran serta penyebaran data pribadi, dengan motif politik banyak menyerang wartawan. Dewan Pers tengah menyusun Standar Perlindungan Profesi Wartawan yang di antaranya untuk menghadapi doxing.
Hal ini disampaikan anggota Dewan Pers, Asep Setiawan, dalam diskusi ”Dampak Doxing terhadap Jurnalis dan Solusinya” yang diadakan Dewan Pers, Selasa (26/4/2022). Hadir juga sebagai pembicara Direktur Eksekutif SafeNet Damar Juniarto dan jurnalis Liputan6.com, Andry Haryanto.
Asep mengatakan, wartawan dalam rangka tugas jurnalistiknya berhak mendapatkan perlindungan dari berbagai ancaman kekerasan dan intimidasi, termasuk peretasan dokumen pribadi melalui perangkat digital. Jaminan keamanan ini dibutuhkan agar wartawan bisa tetap melaksanakan tugasnya dalam mengkritik berbagai penyimpangan, termasuk yang dilakukan pemerintah. Asep mengatakan, standar perlindungan profesi wartawan akan segera disebarluaskan agar menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan, termasuk aparat hukum dan perusahaan media.
”Perusahaan pers juga bertanggung jawab dalam melindungi wartawannya, termasuk dalam doxing. Belum ada pedoman baku bagi perusahaan media atau wartawan soal ini,” kata Asep.
Baca juga: Serangan ”Doxing” Mendelegitimasi Jurnalis
Asep Setiawan, anggota Dewan Pers, Selasa (26/4/2022).
EDNA CAROLINE PATTISINA
Asep Setiawan, anggota Dewan Pers, Selasa (26/4/2022).
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh yang juga hadir dalam acara ini mengatakan, kekerasan doxing ke jurnalis menunjukkan pelaku tidak menghormati tugas jurnalis. Asep mengakui ada kekosongan aturan terkait doxing. UU Pers belum menjangkau doxing, demikian juga UU Informasi dan Transaksi Elektronik. ”Karena instrumen hukum belum bisa, polisi juga masih gamang,” kata Asep.
Damar mengatakan, banyak serangan siber terkait motif politik. Demikian juga doxing yang katanya berasal dari istilah dropping documents. Pelaku menyebarkan informasi pribadi terkait seseorang, dengan tujuan untuk maksud jahat. Data pribadi yang tersebar itu tidak saja menimbulkan demotivasi, tetapi juga bisa menimbulkan ancaman fisik. Ancaman itu bisa mulai dari nomor pribadi dan KTP dari seseorang digunakan untuk memesan makanan bertubi-tubi lewat aplikasi daring hingga meminjam uang, bahkan rumahnya didatangi orang yang ingin berbuat jahat.
Doxing biasanya diarahkan pada kelompok-kelompok sipil, seperti aktivis mahasiswa, pejuang HAM dan antikorupsi, serta wartawan. Serangan biasanya dilakukan oleh negara, individu yang didukung negara, dan individu yang didukung nonnegara. Dalam dua tahun terakhir, ada 13 jurnalis yang mengalami doxing dari total 22 orang yang melapor ke Safenet.
https://assetd.kompas.id/-3pnOAs1MEVtQw803E9D41R4WLw=/1024x1276/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F02%2F18%2F20200218-NSW-Doxing-mumed_1582018569_png.png
Andry yang tengah membuat penelitian untuk tesisnya di Kriminologi Universitas Indonesia mengatakan, kebebasan pers butuh perlindungan terhadap wartawan. Untuk risetnya, ia mewawancarai 10 jurnalis perempuan dan 10 jurnalis laki-laki. Mereka berlatar belakang jurnalis politik, olah raga dan hiburan.
Pengamatan Andry, terkait dengan politik pecah belah yang terjadi saat ini, latar belakang doxing adalah memaksakan sebuah narasi pada jurnalis. Seorang jurnalis yang produk jurnalistiknya tidak sesuai dengan narasi yang diinginkan pelaku akan diintimidasi agar membuat berita yang arahnya sesuai dengan yang diinginkan pelaku. Hasilnya, ada jurnalis yang trauma, ada yang menggunakan mekanisme seleksi berjenjang. Ada yang mengalami fotonya direkayasa sehingga terlihat seperti pornografi dan diedarkan di internet. Bahkan ada yang diancam secara fisik karena alamat rumahnya disebar. |