Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Ekonom: APBN Ekspansif Bukan Sekadar Nominal Belanja
Tanggal 25 April 2022
Surat Kabar Bisnis Indonesia
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi XI
Isi Artikel

Ekonom Awalil Rizky menilai APBN yang ekspansif bukannya belanja lebih besar dari pendapatan untuk mendorong perekonomian, tetapi untuk apa belanja dan bagaimana cara membelanjakannya.

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu meningkatkan kualitas belanja jika hendak menjalankan APBN dengan ekspansif. Nilai belanja yang lebih tinggi daripada pendapatan hanya menyebabkan defisit jika pengeluaran itu tidak optimal.

Ekonom Pusat Belajar Rakyat Awalil Rizky menjelaskan bahwa pemerintah bersikeras mendesain anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tetap defisit untuk mendorong ekspansi perekonomian. Menurutnya, alasan itu bisa menjadi mitos jika belanja tidak optimal.

"Padahal yang paling penting disebut ekspansif bukannya belanja lebih besar dari pendapatan untuk mendorong perekonomian, tetapi untuk apa belanja dan bagaimana cara membelanjakannya. Di situ yang harus lebih dicermati," ujar Awalil dalam diskusi publik bertajuk Masa Depan APBN & Warisan Utang Jokowi, Minggu (24/4/2022).

Menurutnya, ketika pemerintah menyatakan akan ekspansif, semestinya pertumbuhan ekonomi harusnya mencapai 6 persen— 7 persen setiap tahunnya. Adapun, sebelum pandemi Covid-19 pun pertumbuhan rata-rata di 5 persen.

Awalil menilik lebih spesifik, dalam catatannya, kontribusi pemerintah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi hanya kurang dari 1 persen, berkisar 0,6 persen—0,7 persen. Keputusan pemerintah yang meningkatkan defisit APBN pun menurutnya perlu dicermati.

"Jadi tidak benar jika disebutkan alasan pemerintah bermain di defisit yang besar adalah untuk ekspansi guna mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Defisit APBN meningkat saat pandemi Covid-19 karena pemerintah meningkatkan alokasi belanja untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Di sisi lain, penerimaan terkoreksi karena kondisi ekonomi tertekan.

  Kembali ke sebelumnya