Judul | Semburan Gas Berulang yang Membawa Korban di Sorik Marapi |
Tanggal | 27 April 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VII |
Isi Artikel | Tiga kali sudah semburan gas beracun menimpa warga di sekitar PLTP Sorik Marapi di Mandailing Natal. Penyelidikan kasus dan mitigasi bencana perlu serius dilakukan agar tidak muncul korban-korban berikutnya. Tiga kali sudah, pembangkit listrik tenaga panas bumi atau PLTP Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal menyemburkan gas beracun. Korban terus berjatuhan. Dibutuhkan upaya serius untuk menyelidiki kasus itu dan upaya mitigasi agar bencana serupa tidak terulang lagi. Dihubungi pada hari Senin (25/4/2022), Muklis Nasution (48), warga Desa Sibagor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, sedang berada di RSUD Panyabungan. Ia tengah menunggui istrinya, Ani Tanjung (43), yang terbaring di rumah sakit itu karena diduga menghirup gas hidrogen sulfida (H2S) yang keluar dari salah satu lubang pengeboran PLTP yang dikelola PT Sorik Marapi Geothermal Power (PT SMGP) sehari sebelumnya. ”Kondisinya sudah membaik. Mual-mualnya sudah berkurang, hanya masih pusing,” kata Muklis. Saat kejadian, Minggu (24/4/2022) sekitar pukul 09.30, Ani tengah dalam perjalanan pulang dari sawah yang berjarak sekitar 300 meter dari lokasi pengeboran. Ia segera pulang setelah mendengar pengumuman dari masjid di kampung itu bahwa ada semburan awan panas yang muncul dari lokasi pengeboran perusahaan. Dalam pengumuman itu, warga yang sedang di sawah dan pekarangan dekat dengan lokasi perusahaan diminta segera pulang. Belum sampai rumah, yang berjarak 100 meter dari sawah, Ani sudah terhuyun-huyun. Sampai rumah, ia mual, pusing, dan muntah-muntah. Muklis pun menduga Ani menghirup H2S. Ia pun membawa istrinya ke RSUD Panyabungan. Total ada 21 orang yang mengalami kasus serupa seperti Ani. Para korban berusia 20-70 tahun. ”Ada juga satu bayi berusia 6 bulan,” kata Muklis. Warga mencatat, sudah tiga kali kebocoran gas PT SMGP terjadi selama 1,5 tahun terakhir. Peristiwa pertama terjadi pada 25 Januari 2021. Waktu itu sebanyak lima orang meninggal dan 44 orang dirawat di rumah sakit. Setelah itu, 58 orang dirawat di RS pada awal tahun tepatnya pada 6 Maret 2022, dan yang terakhir pada Minggu (24/4/2022) sebanyak 21 orang dilarikan ke RS. Biaya perawatan korban di RS, kata Muklis, ditanggung pemerintah. Baca juga: PLTP Sorik Marapi Diduga Alami Kebocoran, Lima Warga Tewas, Ratusan Mengungsi Menurut Muklis, kejadian pertama telah membuat warga trauma setiap kali mendengar suara pengeboran. ”Memang bau belerang sudah menjadi makanan sehari-hari warga di Puncak Sorik Marapi. Namun, setelah perusahaan beroperasi, selain belerang, bau telur busuk sering tercium. Tidak tentu waktunya,” kata Muklis. Kondisi itu sangat mengganggu warga. Di masyarakat sendiri terjadi pro dan kontra. Ada yang setuju perusahaan tetap beroperasi, ada yang tidak. Muklis termasuk yang tidak menyetujuinya. ”Serba salah, ya, tapi kalau saya berharap perusahaan ditutup saja. Sebab, kenyataannya, sudah tiga kali kejadian kebocoran gas,” kata Muklis. Bupati Mandailing Natal Jafar Sukhairi Nasution telah menjenguk para korban di rumah sakit Minggu kemarin. Ia menyesalkan peristiwa itu. ”Mereka (perusahaan) bertanggung jawab, tetapi kita minta juga ke pemerintah pusat bagaimana baiknya ini, karena ini terus terjadi,” kata Jafar dalam sambungan telepon. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal tidak berdaya untuk menjatuhkan sanksi kepada PT SMGP. ”Bola ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak punya kewenangan dalam hal mencabut (izin) atau menghentikan kegiatan (PT SMGP). Pemerintah daerah hanya bisa berharap kepada pemerintah pusat dan pihak perusahaan agar kegiatan pengeboran sumur segera dihentikan,” kata Jafar dalam keterangan resminya. Ia juga meminta agar tidak ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana. ”Jangan ada provokator yang memperkeruh suasana,” kata Jafar. Pihaknya fokus pada penanganan pascabencana, kondisi kesehatan warga, dan penanganan trauma yang ditimbulkan setelah kejadian. Pihak perusahaan belum bisa dihubungi terkait peristiwa itu. Telepon juru bicara PT SMGP, Nina Gultom, tidak aktif. Pesan tidak terkirim. Sementara dalam situs perusahaan di www.ksorka-sorikmarapi.com hanya tercantum release kejadian kebocoran gas pada 6 Maret 2022. Dalam release itu disampaikan bahwa berdasarkan penelitian tidak terjadi kebocoran H2S di PT SMGP pada saat kejadian. Tidak ada indikasi atau bukti kebocoran H2S seperti yang dikeluhkan warga. PT SGMP seperti biasa, berkomitmen untuk memberikan dukungan kepada masyarakat dan akan terus memberikan bantuan medis bagi masyarakat setempat sambil berpartisipasi dalam penyelidikan dengan pihak berwenang tentang penyebab sebenarnya dari insiden tersebut. Manager Kajian dan Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut Putra Saptian Pratama mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan Walhi Sumut atas beberapa kebocoran yang terjadi di PT SMGP, pihaknya menemukan ada persoalan teknik dan prosedur yang tidak dipenuhi oleh perusahaan. Walhi menduga ada kelalaian operasional yang jika dibiarkan, kejadian serupa akan berulang di masa mendatang. ”Sampai hari ini, kami juga belum melihat ada langkah-langkah strategis dari otoritas terkait untuk melakukan pencegahan dan mitigasi atas potensi munculnya kejadian serupa di masa yang akan datang,” kata Putra. DPRD Kabupaten Mandailing Natal dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebenarnya telah mengeluarkan puluhan poin rekomendasi atas kejadian kebocoran gas di PT SMGP sebelumnya, termasuk perbaikan masalah teknis. Namun, kebocoran kembali terjadi. Walhi melihat semestinya bukan rekomendasi yang dikeluarkan, melainkan poin-poin yang wajib dijalankan perusahaan. Sayangnya, kata Putra, rekomendasi muncul tanpa masukan dari warga dan masyarakat sipil. Catatan Walhi Sumut berdasarkan dokumen profil perusahaan dari Kementerian ESDM menunjukkan, PT SMGP memiliki wilayah kelola seluas 62.900 hektar di 10 kecamatan dan 138 desa di Kabupaten Mandailing Natal. Perusahaan ditargetkan menghasilkan listrik sebanyak 240 MW untuk memenuhi target nasional produksi listrik energi terbarukan 1.000 MW pada tahun 2022. PLTP itu akan menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di Tanah Air. Hingga saat ini, perusahaan baru beroperasi di 10 desa di Kecamatan Puncak Sorik Marapi dan Lembah Sorik Marapi. Perusahaan baru menghasilkan listrik sebanyak 10 MW. ”Baru beroperasi sekian saja sudah bermasalah, apalagi jika bertambah besar,” ujar Putra. Walhi Sumut juga mencatat kejadian-kejadian sebelum peristiwa kebocoran gas. Penolakan warga akan berdirinya PLTP sudah terjadi di Desa Maga di Kecamatan Lembah Sorik Marapi pada 2015. Waktu itu konflik besar terjadi antara warga yang pro dan kontra hingga menyebabkan seorang warga tewas.
Sementara pada 2018, dua anak dilaporkan tewas tenggelam di air penampungan PT SMGP di Desa Sibagor Julu, Puncak Sorik Marapi, karena penampungan air itu tidak ditutup. Padahal sebelum perusahaan beroperasi, kata Putra, warga hidup tenang ratusan tahun tanpa pernah terganggu. ”Kami telah menyurati Presiden, Kementerian ESDM, Komisi VII DPR RI, serta Komnas HAM dan jajaran di Pemprov Sumut terkait hal ini,” kata Putra. Pihaknya juga meminta Polda Sumut membentuk tim pencari fakta atas kasus kebocoran gas itu dengan melibatkan warga dan masyarakat sipil. Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, pihaknya telah memeriksa pihak perusahaan dan beberapa warga untuk dimintai keterangan terkait kebocoran gas yang terjadi. Tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslatfor) Polda Sumut juga sudah berada di lokasi untuk melakukan olah kejadian perkara. Petugas di antaranya memeriksa semburan lumpur yang keluar dari lubang pengeboran. Pihak perusahanaan, berkerja sama dengan pemda, sejauh ini juga sudah memberikan kompensasi kepada 21 korban. Berdasarkan informasi terakhir, ada beberapa korban yang sudah direkomendasikan untuk pulang. ”Kami terus menyelidiki kenapa sampai beberapa kali terjadi kebocoran gas, apakah ada kelalaian pada pengeboran. Penyelidikan pada kasus kebocoran sebelumnya juga masih terus berjalan,” kata Hadi. Pihaknya terus bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti warga, pemerintah daerah, dinas, dan instansi terkait, untuk menyelidiki kasus itu. Pihaknya juga meminta keterangan ahli terkait kasus itu. |
Kembali ke sebelumnya |