Judul | Kementerian ESDM Jelaskan Pemicu Kecelakaan Kerja PLTP Dieng |
Tanggal | 18 Maret 2022 |
Surat Kabar | Bisnis Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VII |
Isi Artikel | Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Batu Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana memenuhi undangan Komisi VII DPRD guna menjelaskan kronologi dan hasil investigasi yang dilakukan untuk mengusut penyebab kecelakaan kerja yang terjadi pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Dieng Unit I di Jawa Tengah. Dadan Kusdiana menerangkan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi pada Sabtu (12/03/2022) diakibatkan oleh kerusakan pada peralatan Pressure Relief Valve (PRV) di mud pump-1 yang tidak berfungsi. Kendati demikian, Dadan mengatakan pihaknya masih belum mengetahui secara pasti apakah kejadian itu murni tunggal dari PRV, atau kejadiannya bersamaan dengan tidak bekerja secara sempurna dari katup pengaman yang ada di dalam pipa. Dadan menyatakan pihaknya akan melakukan pengecekan lebih lanjut terkait penyebab PRV bisa terbuka dan mengeluarkan gas hidrogen sulfida (H2S) yang meracuni sejumlah pekerja.
Kementerian ESDM bekerja sama dengan tenaga ahli dan pihak-pihak tertentu yang dapat melakukan popping test. "Kalau ditanya penyebabnya kenapa ini terjadi karena alatnya tidak berfungsi sesuai dengan speknya," kata Dadan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Kamis (17/3/2022). Hingga saat ini, dari hasil investigas yang telah dilakukan, belum diketahui mengapa PRV yang berada di mud pump-1 terbuka secara otomatis. “Kenapa bisa terbuka? Kami belum tahu dan akan bekerja sama dengan para ahli untuk menjawab hal tersebut,” jawab Dadan. Dadan mengakui, hasil investigasi yang dilakukan oleh Ditjen EBTKE belum maksimal karena di lokasi kejadian sudah terpasang garis polisi yang menghambat proses investigasi. “Kami mulai melakukan investigasi ke lapangan, dari tanggal 13 Maret dan masih berlanjut sampai saat ini. Di sana sudah di-police line maka harus dengan izin dari kepolisian setempat, dan kami tidak leluasa melakukan investigasi,” sambungnya. Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Riki Ibrahim membenarkan bahwa penyebab dari kecelakaan kerja tersebut berasal dari alat-alat yang tidak bekerja secara semestinya. Adapun kronologi kejadian tersebut adalah: Pada 12 Maret 2022 pukul 14.55 WIB, Geo Dipa Energi akan melaksanakan quenching untuk persiapan pembersihan saluran pipa di sumur HCE-28B di Wellpad-28 yang menyempit akibat tumpukan mineral dan kotoran (work over). Quenching adalah upaya pendinginan yang dilakukan dengan cara memberikan air dingin pada saluran pipa sebelum diturunkan mata bor sebagai pembersih. Kegiatan ini merupakan prosedur dalam work over. Delapan menit kemudian, pada pukul 15.03 WIB, akibay malfungsi pada PRV, tim operasional menutup sumur HCE-28 dan mematikan pompa. Mengetahui ada yang tak beres, seorang pekerja di lokasi kemudian mengatur ulang PRV. Lalu, PRV tiba-tiba terbuka dan mengeluarkan H2S dalam konsentrasi yang tinggi sehingga beberapa pekerja pingsan dan dan mengalami sesak nafas, lalu dievakuasi ke muster point. “Jam tiga siang katup terbuka secara otomatis yang harusnya baru terbukanya kalau lewat dari terkanan tertentu. langsung ada sirine dan sensor memberitahu kalau ada paparan gas, Kejadiannya sangat singkat” papar Dadan. Selanjutnya pukul 15.25 WIB, untuk memastikan keselamatan pekerja yang terpapar, sebagian dilarikan ke puskesmas terdekat dan sisanya dirujuk ke RSUD Wonosobo. Seorang pekerja bernama Lilik Marsudi, diperkirakan meninggal saat perjalanan menuju puskesmas. Geo Dipa selaku operator PLTP menghentikan kegiatan di area Wellpad 28 dan melakukan penanganan terhadap korban. Kecelakaan kerja itu mengakibatkan korban dari pekerja sebanyak satu orang meninggal dunia dan enam orang menjalani perawatan di RSUD Wonosobo. Direktur Utama Geo Dipa Riki Ibrahim mengatakan bahwa jarak antara lokasi kejadian dengan perumahan warga terdekat kurang lebih 125 meter. Kebocoran gas hanya terjadi pada satu titik area dan tak menyebar ke permukiman warga. "Akumulasi H2S yang berada di PRV di atas 15 PPM. Korban 9 orang pekerja dari kontraktor kami. Tak ada korban dari masyarakat sekitar,” tegasnya Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Hariyadi, mengkritisi bahwa pihak perusahan kurang mengedepankan aspek pencegahan, terutama terkait tidak adanya fasilitas kesehatan untuk pertolongan pertama di sekitar lokasi kejadian . “Harus rumuskan tempat fasilitas kesehatan, seperti puskesmas. Itu bisa berdampak pada hubungan masyarakat sekitarnya. Karena ini keselamatan kita bersama apalagi sudah memakan korban,” pungkas Bambang. Menurut Bambang, investigasi yang dilakukan oleh EBTKE juga harus memeriksa para kontraktor dan sub kontraktor, salah satunya harus melakukan pemeriksaan mendalam kepada PT Fergaco Indonesia yang merupakan sub kontraktor penyedia peralatan dan jasa H2S Safety. “Selain itu harus audit setiap bulan, rutin. Kejadian seperti alat yang gak berfungsi itu bisa dicegah. Mobil saja ada perbaikan berkala, masa yang kayak gini malah gak ada. Audit perihal peralatan dari Pak Ditjen 3 bulan harus ada,” tandas Bambang. |
Kembali ke sebelumnya |