Judul | BNPT: Lima WNI yang Disanksi AS Terlibat NIIS |
Tanggal | 10 Mei 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi I |
Isi Artikel | Pemerintah AS menjatuhkan sanksi kepada lima WNI yang terindikasi terlibat jaringan NIIS. Kelimanya terlibat pendanaan untuk membiayai perekrutan dan operasi NIIS. Salah satunya sudah dua kali diproses hukum. JAKARTA, KOMPAS — Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada lima warga negara Indonesia karena diduga mendanai jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS. Hal itu dikonfirmasi oleh Badan Nasional Pemberantasan Terorisme. Hingga saat ini, di antara kelimanya ada yang masih dipenjara dan ada pula yang sudah keluar penjara. Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris, Selasa (10/5/2022), mengatakan, sebelumnya BNPT telah mengetahui aktivitas kelima orang tersebut. Mereka terkait dengan Foreign Terrorist Fighter (FTF) NIIS atau ISIS. Di antara kelimanya, ada yang masih di dalam penjara, ada juga yang sudah keluar. ”BNPT akan berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk menyikapinya dan kami memiliki satuan tugas penanggulangan FTF yg dipimpin Kepala BNPT sebagaimana diputuskan Menkopolhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan),” kata Irfan. Sebelumnya, AS mengumumkan sanksi terhadap lima WNI. Mereka disebut sebagai bagian dari jaringan fasilitator keuangan NIIS yang beraktivitas di Indonesia dan sebagian Asia. Dalam pengumumannya di situs Kementerian Keuangan AS, disebutkan kelima orang tersebut memiliki peran kunci dalam memfasilitasi perjalanan teroris ke Suriah dan area-area lain. Jaringan itu mengumpulkan uang dari Turki dan Indonesia. Dana yang terkumpul juga digunakan untuk menyelundupkan anak-anak dari kamp pengungsi Suriah untuk menjadi FTF. Salah satunya kamp pengungsian Al Hawl di timur laut Suriah yang dihuni 70,000 orang, Sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Dengan mekanisme transfer tradisional yang disebut hawala, pendukung NIIS di Al Hawl menerima 20,000 dollar AS per bulan. Sanksi itu merupakan hasil pembahasan dalam pertemuan ke-16 Counter ISIS Finance Group (CIFG) yang terdiri dari 70 negara dan organisasi internasional. CIFG kini dipimpin Amerika Serikat, Italia, dan Arab Saudi untuk melawan jaringan keuangan NIIS di seluruh dunia. Brian E Nelson, Deputi Kementerian Keuangan AS, yang membawahkan Intelijen Terorisme dan Keuangan, mengatakan, pihaknya membuka nama-nama yang terkait itu untuk merusak jaringan internasional yang mendukung keuangan NIIS. Fasilitator keuangan Nama-nama yang diumumkan Kementerian Keuangan AS adalah Dwi Dahlia Susanti yang telah menjadi fasilitator keuangan ISIS sejak 2017. Jaringannya tersebar di Indonesia, Turki, dan Suriah. Bersama suaminya, pada tahun 2017, ia mengirim 4.000 dollar AS dan senjata untuk NIIS. Pada tahun 2021, Susanti mengirim uang untuk menyelundupkan anak-anak keluar kamp pengungsi NIIS. Jaringan Susanti juga termasuk Rudi Heryadi dan Ari Kardian. Keduanya telah didakwa oleh pengadilan Indonesia karena terlibat NIIS. Jaringan Susanti juga melibatkan Dandi Adhiguna yang membantu Susanti dalam sisi keuangan dan operasional. Tahun 2021, Adhiguna bergabung dengan NIIS dan mengirim formulir pendaftarannya ke Susanti. Selain itu, ada pula Dini Ramadhani yang menyediakan bantuan keuangan pada Susanti. Sanksi yang diberikan Pemerintah AS berupa pembekuan aset atas nama lima orang tersebut, baik milik sendiri maupun bersama-sama pihak lain. Pihak mana pun yang bertransaksi dengan kelima orang tersebut juga bisa dikenai sanksi AS. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, lima WNI yang menjadi fasilitator keuangan bagi NIIS sudah masuk dalam pantauan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Berdasarkan keterangan Kepala Densus 88 Irjen Marthinus Hukom, ada dua fasilitator keuangan sudah diproses hukum. Salah satunya AK yang sudah dua kali diproses hukum karena terbukti memfasilitasi pengiriman orang ke Suriah. Baik dalam proses hukum pertama maupun kedua, AK dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun. Fasilitator keuangan NIIS lainnya yang telah ditindak adalah RH. Pada 2019, ia divonis hukuman tiga tahun enam bulan karena terbukti sebagai deportan (simpatisan atau pendukung NIIS yang berniat tinggal di wilayah yang dulunya dikuasai oleh NIIS) dari Suriah. Sementara itu, tiga orang lainnya terdeteksi berada di luar negeri, yakni Suriah. ”Sebanyak dua perempuan, DDS dan DR, diyakini kuat saat ini berada di Suriah, ini diketahui dari dokumen perjalanannya. Sementara itu, satu orang lagi, yakni MDA, berdasarkan keterangan ayahnya, sudah di luar negeri, kemungkinan juga di Suriah,” kata Dedi. Ia menambahkan, Densus 88 akan terus memantau aktivitas mereka, termasuk berkomunikasi dengan Interpol untuk memastikan keberadaan WNI yang diduga menjadi fasilitator keuangan NIIS tersebut.
|
Kembali ke sebelumnya |