Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul KPU Pertimbangkan Uji Materi UU Pilkada
Tanggal 07 Juni 2016
Surat Kabar Suara Pembaruan
Halaman 4
Kata Kunci
AKD - Komisi II
- Badan Legislasi
Isi Artikel [JAKARTA]KomisiPemilihan Umum (KPU) sedang mempertimbangkan langkah judicial review (uji materi) terhadap hasil revisi UU No 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Sebab, UUPilkada baru ini berpotensi menumpulkan kemandirian dan independensiKPUsebagai penyelenggara pemilu. “Kalau konsultasi wajib dengan pembuat UU, itu sudah lama, tetapi kalau hasil bersifat mengikat, itu yang baru dan membuat kami terkaget dan heran. Kami sedang membahasnya, dan belum memutuskan, tetapi judicial review menjadi salah satu opsi,” ujar Komisioner KPUHadar Nafis Gumay, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/6). Hadar menegaskan bahwa KPUmerupakan lembagayang sifatnya nasional, tetap, dan mandiri yang dijamin oleh UUD1945.KemandirianKPU, kata dia, tidak hanya terkait bahwaKPUdigaji olehNegara, tetapi juga terkait keputusannya yang tidak boleh diintervensi oleh lembaga manapun termasukDPRdanpemerintah. “Silakan berikanmasukan dan pertimbangan, baik DPR, pemerintah, LSMatau lembaga manapun, KPU akan mencerna dan mengambil keputusan sesuai dengan apa yang kami yakini dengan tetap berdasarkanUUdan asas-asas penyelenggaraan pemilu yang baik,” katanya. Menurut Hadar, hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah selama ini, sudah diperhatikandandipertimbangkan olehKPUdalammembuat mengambil keputusan terutama dalam membuat peraturan teknis. Namun, tidak semua usulan pembuat UU dimasukkan karena KPUmempertimbangkan berbagai aspek. “Selama ini, kami pikir, semua konstulasi kami jalanakan, masukan mereka kami perhatikan.Bahwa tidaksemua, bisa jadi mereka tidak puas. Tetapi, di situ sebetulnya karakter KPU di mana kami dalam mengambil keputusan tidakmerasa di bawah tekanan orang lain, LSM, pemerintah apalagi karena kekuatan partai politik,” ungkap dia. Dalam Pasal 9 A revisi UUPilkada, disebutkan bahwa tugas dan wewenang KPU adalah menyusun dan menetapkan peraturan KPU serta pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi dengan DewanPerwakilanRakyat dan pemerintah dalamrapat dengar pendapat yang keputusannya mengikat. Ketentuan ini dinilai KPU dan berbagai elemen masyarakat menggergaji kemandirian dan independensi KPU. Diskriminasi Sementara itu, Direktur Eksekutif PerkumpulanUntuk Pemi l u dan emok r a s i (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, pembuat UU bertindakdiskriminasi terhadap penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu. Hal ini terungkap jelas dengan mengharuskan KPU dan Bawaslu menjalankan hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah sebagaiaman disebutkan dalam Pasal 9 A UU Pilkada baru. “Pembentuk UndangUndang telah berbuat diskriminasi kepadaKPUdanBawaslu denganmengharuskanmelakukan konsultasi mengikat sebelum penetapan peraturan KPU dan Bawaslu,” ujar Titi, saat dihubungi, Selasa (7/6). Padahal, kata Titi, dalam UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mengenal mekanisme konsultasi untuk peraturan yang dibuat Komisi atau Lembaga Negara. DPR dan pemerintah, kata Titi, tidak bolehmengintervensi atau mempengaruhi pembentukan Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu yang merupakan peraturan delegasi dalampenyelenggaraan pemilu. [YUS/W-12]   Hak KPU Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana mengajukan uji materi hasil revisi UU No 8/2015 tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini terkait Pasal 9 A yang mewajibkan KPU berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam forum dengar pendapat ketika menyusun peraturan KPU (PKPU) serta membuat pedoman teknis tahapan pemilihan. Keputusan dalam forum itu bersifat mengikat. “Uji materi itu hak KPU. Memang yang tidak boleh ajukan ke MK itu pemerintah dan DPR,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Senin (6/6). Dia menyatakan, sebenarnya KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebenarnya dapat menolak forum rapat dengar pendapat (RDP). “Bisa saja, kok, menolak RDP, tidak harus apa yang diminta DPR diakomodasi. Sudah kami jelaskan kepada Ketua KPU,” katanya. [C-6]  
  Kembali ke sebelumnya