Isi Artikel |
Industri pertahanan swasta mulai tumbuh. Bagi mereka, tidak saja bisnis perlu berjalan agar berkesinambungan, tetapi juga agar kemandirian industri pertahanan membuat TNI berkurang ketergantungannya pada senjata impor.
logo Kompas.id
TEKS
›
Politik & Hukum›Bela Negara dengan Teknologi
Iklan
Bela Negara dengan Teknologi
Industri pertahanan swasta mulai tumbuh. Bagi mereka, tidak saja bisnis perlu berjalan agar berkesinambungan, tetapi juga agar kemandirian industri pertahanan membuat TNI berkurang ketergantungannya pada senjata impor.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
5 Oktober 2022 22:55 WIB
·
6 menit baca
Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 yang diikuti 867 peserta dari 59 negara tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 yang diikuti 867 peserta dari 59 negara tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
JAKARTA, KOMPAS – Tanpa banyak upacara, banyak perusahaan swasta yang membangun industri pertahanan. Mereka membela negara dengan teknologi walaupun terkadang negara malah abai. Mereka itulah cikal bakal ekosistem menuju kemandirian industri pertahanan.
”Kami menunggu Menhan Prabowo untuk memberi harapan pada industri pertahanan swasta,” kata Ketua Harian Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Jan Pieter Ate, akhir September lalu. Ia mengatakan, telah banyak industri pertahanan swasta yang punya kemampuan. Ia menyebutkan, industri komponen untuk perbaikan dan pemeliharaan telah cukup banyak, demikian juga kendaraan taktis.
Ada juga teknologi-teknologi yang spesifik, seperti pesawat nirawak dan bom untuk pesawat tempur. ”Memang belum sempurna, tetapi yang penting pasarnya ada dulu. Nanti secara alamiah pastinya mereka akan berkembang sendiri setelah ada pemasukan,” kata Jan.
Menurut Jan, selama ini respons Prabowo terlihat cukup antusias. Namun, Jan menilai Prabowo belum maksimal berjuang untuk industri pertahanan swasta. Bahkan, saat pameran November 2019 adalah inisiatif dari para perusahaan swasta untuk menunjukkan kepada Prabowo yang saat itu baru menjadi menhan tentang potensi mereka. ”Pak Prabowo responsnya bagus, kita sudah berharap dibeli. Sampai sekarang tidak ada,” ujar Jan.
”Kalau begini terus, para pelaku bisnis itu putus asa, lalu dia tinggalkan industri pertahanan, susah kalau harus bangun lagi, mereka itu selain bisnis juga pasti ada merah putihnya,” kata Jan. Direktur Utama Komodo Armament Dananjaya A Trihardjo melakukan riset dengan biaya sendiri untuk membuat senapan serbu, amunisi, dan propelan.
Tahun 2016 ia memulai produksinya. Ia bahkan membuat metodologi untuk membuat pabrik senjata dengan mobilitas tinggi. Hanya dengan investasi Rp 30 miliar, sebuah pabrik senjata bisa dibangun dalam waktu 24 jam untuk kemudian menghasilkan 1.000 senjata dan amunisinya. Senjata yang dihasilkan Komodo Armament di antaranya mengikuti model M16 yang kalibernya 5,56 milimeter. Senjatanya itu sudah melalui semua uji di Kementerian Pertahanan. ”Sampai sekarang belum dibeli pemerintah. Saya sempat berpikir untuk kembali ke Amerika, tapi saya ingin berkarya di sini,” kata Dananjaya, yang ayahnya angkatan pertama Akademi Militer di Yogyakarta ini.
Literasi
Dananjaya adalah satu dari sekian banyak industri pertahanan yang belum dibeli pemerintah. Ia mengakui, produksinya belumlah sempurna. Apalagi, ia membuat terobosan seperti menggunakan bahan polimer untuk senjatanya. Ia juga bereksperimen membuat propelan sendiri dengan double based nitrogliserin. Sementara di sisi lain kebutuhan propelan di Indonesia masih banyak yang impor. ”Ya pasti belum sempurna, kalau dipakai, baru kita dapat masukan dan modal untuk memperbaiki,” katanya.
Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Ditjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Wajariman mengatakan, saat ini ada 206 industri pertahanan swasta yang sudah terdaftar di Kementerian Pertahanan. Sayangnya, tidak semuanya aktif. Ia mengakui, hal ini tidak sederhana karena dengan UU Cipta Kerja, pihak swasta sudah bisa masuk ke tingkat satu dan dua, yaitu perusahaan yang mengintegrasikan. Oleh karena itu, industri pertahanan swasta selalu dipantau walau karena kendala anggaran tidak bisa maksimal.
Dosen Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Ary Setijadi Prihatmanto, mengatakan, setelah gugurnya industri strategis yang digagas Presiden Habibie, Indonesia belum bisa menangani kompleksitas membangun industri, apalagi industri pertahanan. Ia mengatakan, bukannya tidak ada perkembangan industri pertahanan, tetapi semua dilakukan secara sporadis, tidak ada peta besarnya. Termasuk dengan jargon triple helix yang melibatkan pemerintah, industri, dan kampus. Secara acak banyak orang kampus yang terlibat di riset-riset pertahanan baik di pemerintah maupun industri. Namun, proyek-proyek ini tidak berkelanjutan. Padahal, membangun ekosistem industri pertahanan butuh waktu hingga puluhan tahun.
”Semua tergantung pada ritme politik dan sosial. Setiap pemerintah punya rasa sendiri yang masing-masing punya justifikasinya,” kata Ary.
Padahal, tidak ada industri pertahanan yang berhasil kalau pemerintahnya sendiri tidak membeli. Teknologi kini mudah dipelajari. Yang menjadi masalah adalah institusionalisasi antara manusia, proses, dan teknologi. Ketika teknologi mulai dipelajari, ia harus terus menerus dipraktikan, dalam arti membuat barang sehingga iterasi yang terus menerus itu tidak hanya menghasilkan keahilan, tetapi juga perkembangan. Hal ini kerap terkendala ego sektoral. Ary mencontohkan, proyek pesawat nirawak Elang Hitam yang baru saja dibatalkan.
”Kita sebagai bangsa tidak bisa langsung masuk ke program dengan kompleksitas tinggi,” katanya. Maksudnya, untuk membuat pesawat tempur, ilmunya tentu bisa dipelajari. Akan tetapi, interaksi dan iterasi antara berbagai ilmu, manajemen proses dan manusia serta anggaran hingga pesawat tempur itu tercipta butuh peradaban yang lebih tinggi. Dengan demikian, kompleksitas proses itu bisa terwadahi.
”Kita butuh satu institusi yang cukup kuat untuk mengawal interaksi antaraktor. Misalnya yang paling sederhana, anggaran jangan datang di tiga bulan terakhir,” kata Ary.
Ekosistem
Dalam membangun proses ini perlu ada kerja sama yang terkoordinasi antara pemerintah, pengguna, dan industri pertahanan negara dan swasta. ”Kita butuh cerita sukses keberhasilan bersama membuat sesuatu walau sederhana dan menjual serta diterima di masyarakat,” kata Ary.
Hal senada disampaikan Jan Pieter. Ia mengatakan, BUMN dengan dukungan pemerintah perlu menangani teknologi hulu karena padat modal. Pihak swasta tidak mampu mengerjakannya. Namun, untuk unsur-unsur yang kecil bisa dikerjakan swasta.
PT Pudak Scientific, perusahaan penyuplai komponen pesawat yang masuk rantai pasok dunia, adalah contoh bagaimana swasta bisa menjadi bagian penting dari ekosistem industri pertahanan. Apalagi, hal ini sesuai dengan strategi pemerintah untuk masuk ke rantai pasok global. PT Pudak menyuplai setidaknya 30.000 komponen pesawat ke berbagai produsen kelas dunia. Managing Director Pudak Scientific Zaenal Arief menyebut, sebagai produsen komponen dengan klasifikasi Tier 2, perusahaan ini menyuplai komponen ke perusahaan Tier 1 seperti Collins Aerospace dan Meggitt. Perusahaan ini menyediakan komponen dan instrumen untuk berbagai jenis pesawat, mulai dari Boeing hingga Airbus.
”Kami menyuplai setidaknya 500 jenis komponen berukuran kecil dan medium. Semua harus dilakukan dengan perhitungan yang akurat dan presisi karena dunia penerbangan itu zero error (tanpa kesalahan),” ujarnya. Pudak Scientific berkecimpung di dunia industri penerbangan sejak tahun 2005. Saat itu, Pudak yang telah menyuplai sejumlah komponen kepada PT Pindad dan rekanannya mendapatkan tantangan untuk memproduksi komponen pesawat terbang.
Ajakan itu, lanjut Zaenal, datang dari Goodrich Aerospace Indonesia, produsen komponen yang bekerja sama dengan PT Pindad. Saat ini, Goodrich Aerospace telah berubah nama menjadi Collins Aerospace Indonesia. Mereka mengakui kualitas dari produk buatan Pudak yang akurat dan presisi. Akhirnya, Pudak Scientific mendapatkan sertifikat AS9100 Rev. D, yakni standar kualitas sistem manajemen pada industri penerbangan dunia. Sertifikasi ini selalu dipantau ketat, setidaknya enam bulan sekali untuk memastikan produk tetap mempertahankan kualitasnya. Saat ini belum 10 persen produk yang dihasilkannya terserap di dalam negeri.
”Sekarang kami menyuplai beberapa komponen untuk beberapa pesawat dari PT Dirgantara, seperti N219 dan CN 235. Kami siap berkontribusi dalam pengembangan teknologi pesawat di Tanah Air, dan kami berharap bisa mendukung kemandirian industri dalam negeri,” paparnya.
logo Kompas.id
TEKS
›
Politik & Hukum›Bela Negara dengan Teknologi
Iklan
Bela Negara dengan Teknologi
Industri pertahanan swasta mulai tumbuh. Bagi mereka, tidak saja bisnis perlu berjalan agar berkesinambungan, tetapi juga agar kemandirian industri pertahanan membuat TNI berkurang ketergantungannya pada senjata impor.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
5 Oktober 2022 22:55 WIB
·
6 menit baca
Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 yang diikuti 867 peserta dari 59 negara tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 yang diikuti 867 peserta dari 59 negara tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
JAKARTA, KOMPAS – Tanpa banyak upacara, banyak perusahaan swasta yang membangun industri pertahanan. Mereka membela negara dengan teknologi walaupun terkadang negara malah abai. Mereka itulah cikal bakal ekosistem menuju kemandirian industri pertahanan.
”Kami menunggu Menhan Prabowo untuk memberi harapan pada industri pertahanan swasta,” kata Ketua Harian Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Jan Pieter Ate, akhir September lalu. Ia mengatakan, telah banyak industri pertahanan swasta yang punya kemampuan. Ia menyebutkan, industri komponen untuk perbaikan dan pemeliharaan telah cukup banyak, demikian juga kendaraan taktis.
Ada juga teknologi-teknologi yang spesifik, seperti pesawat nirawak dan bom untuk pesawat tempur. ”Memang belum sempurna, tetapi yang penting pasarnya ada dulu. Nanti secara alamiah pastinya mereka akan berkembang sendiri setelah ada pemasukan,” kata Jan.
Menurut Jan, selama ini respons Prabowo terlihat cukup antusias. Namun, Jan menilai Prabowo belum maksimal berjuang untuk industri pertahanan swasta. Bahkan, saat pameran November 2019 adalah inisiatif dari para perusahaan swasta untuk menunjukkan kepada Prabowo yang saat itu baru menjadi menhan tentang potensi mereka. ”Pak Prabowo responsnya bagus, kita sudah berharap dibeli. Sampai sekarang tidak ada,” ujar Jan.
Kalau begini terus, para pelaku bisnis itu putus asa, lalu dia tinggalkan industri pertahanan, susah kalau harus bangun lagi, mereka itu selain bisnis juga pasti ada merah putihnya.
”Kalau begini terus, para pelaku bisnis itu putus asa, lalu dia tinggalkan industri pertahanan, susah kalau harus bangun lagi, mereka itu selain bisnis juga pasti ada merah putihnya,” kata Jan. Direktur Utama Komodo Armament Dananjaya A Trihardjo melakukan riset dengan biaya sendiri untuk membuat senapan serbu, amunisi, dan propelan.
Baca Juga: Bela Negara Bukan Hanya Soal Pertahanan
Tahun 2016 ia memulai produksinya. Ia bahkan membuat metodologi untuk membuat pabrik senjata dengan mobilitas tinggi. Hanya dengan investasi Rp 30 miliar, sebuah pabrik senjata bisa dibangun dalam waktu 24 jam untuk kemudian menghasilkan 1.000 senjata dan amunisinya. Senjata yang dihasilkan Komodo Armament di antaranya mengikuti model M16 yang kalibernya 5,56 milimeter. Senjatanya itu sudah melalui semua uji di Kementerian Pertahanan. ”Sampai sekarang belum dibeli pemerintah. Saya sempat berpikir untuk kembali ke Amerika, tapi saya ingin berkarya di sini,” kata Dananjaya, yang ayahnya angkatan pertama Akademi Militer di Yogyakarta ini.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia kembali menggelar pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran yang resmi dibuka pada Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia kembali menggelar pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran yang resmi dibuka pada Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
Literasi
Dananjaya adalah satu dari sekian banyak industri pertahanan yang belum dibeli pemerintah. Ia mengakui, produksinya belumlah sempurna. Apalagi, ia membuat terobosan seperti menggunakan bahan polimer untuk senjatanya. Ia juga bereksperimen membuat propelan sendiri dengan double based nitrogliserin. Sementara di sisi lain kebutuhan propelan di Indonesia masih banyak yang impor. ”Ya pasti belum sempurna, kalau dipakai, baru kita dapat masukan dan modal untuk memperbaiki,” katanya.
Saat ini ada 206 industri pertahanan swasta yang sudah terdaftar di Kementerian Pertahanan. Sayangnya, tidak semuanya aktif.
Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Ditjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Wajariman mengatakan, saat ini ada 206 industri pertahanan swasta yang sudah terdaftar di Kementerian Pertahanan. Sayangnya, tidak semuanya aktif. Ia mengakui, hal ini tidak sederhana karena dengan UU Cipta Kerja, pihak swasta sudah bisa masuk ke tingkat satu dan dua, yaitu perusahaan yang mengintegrasikan. Oleh karena itu, industri pertahanan swasta selalu dipantau walau karena kendala anggaran tidak bisa maksimal.
Dosen Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Ary Setijadi Prihatmanto, mengatakan, setelah gugurnya industri strategis yang digagas Presiden Habibie, Indonesia belum bisa menangani kompleksitas membangun industri, apalagi industri pertahanan. Ia mengatakan, bukannya tidak ada perkembangan industri pertahanan, tetapi semua dilakukan secara sporadis, tidak ada peta besarnya. Termasuk dengan jargon triple helix yang melibatkan pemerintah, industri, dan kampus. Secara acak banyak orang kampus yang terlibat di riset-riset pertahanan baik di pemerintah maupun industri. Namun, proyek-proyek ini tidak berkelanjutan. Padahal, membangun ekosistem industri pertahanan butuh waktu hingga puluhan tahun.
”Semua tergantung pada ritme politik dan sosial. Setiap pemerintah punya rasa sendiri yang masing-masing punya justifikasinya,” kata Ary.
Demonstrasi Pasukan Intai Tempur TNI menyemarakkan pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 yang diikuti 867 peserta dari 59 negara tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Demonstrasi Pasukan Intai Tempur TNI menyemarakkan pameran industri pertahanan Indo Defence 2018 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Rabu (7/11/2018). Indo Defence Expo and Forum 2018 yang diikuti 867 peserta dari 59 negara tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi industri pertahanan dalam negeri Indonesia dengan industri pertahanan negara sahabat.
Kita sebagai bangsa tidak bisa langsung masuk ke program dengan kompleksitas tinggi.
Padahal, tidak ada industri pertahanan yang berhasil kalau pemerintahnya sendiri tidak membeli. Teknologi kini mudah dipelajari. Yang menjadi masalah adalah institusionalisasi antara manusia, proses, dan teknologi. Ketika teknologi mulai dipelajari, ia harus terus menerus dipraktikan, dalam arti membuat barang sehingga iterasi yang terus menerus itu tidak hanya menghasilkan keahilan, tetapi juga perkembangan. Hal ini kerap terkendala ego sektoral. Ary mencontohkan, proyek pesawat nirawak Elang Hitam yang baru saja dibatalkan.
”Kita sebagai bangsa tidak bisa langsung masuk ke program dengan kompleksitas tinggi,” katanya. Maksudnya, untuk membuat pesawat tempur, ilmunya tentu bisa dipelajari. Akan tetapi, interaksi dan iterasi antara berbagai ilmu, manajemen proses dan manusia serta anggaran hingga pesawat tempur itu tercipta butuh peradaban yang lebih tinggi. Dengan demikian, kompleksitas proses itu bisa terwadahi.
”Kita butuh satu institusi yang cukup kuat untuk mengawal interaksi antaraktor. Misalnya yang paling sederhana, anggaran jangan datang di tiga bulan terakhir,” kata Ary.
Ekosistem
Dalam membangun proses ini perlu ada kerja sama yang terkoordinasi antara pemerintah, pengguna, dan industri pertahanan negara dan swasta. ”Kita butuh cerita sukses keberhasilan bersama membuat sesuatu walau sederhana dan menjual serta diterima di masyarakat,” kata Ary.
Hal senada disampaikan Jan Pieter. Ia mengatakan, BUMN dengan dukungan pemerintah perlu menangani teknologi hulu karena padat modal. Pihak swasta tidak mampu mengerjakannya. Namun, untuk unsur-unsur yang kecil bisa dikerjakan swasta.
PT Pudak Scientific, perusahaan penyuplai komponen pesawat yang masuk rantai pasok dunia, adalah contoh bagaimana swasta bisa menjadi bagian penting dari ekosistem industri pertahanan. Apalagi, hal ini sesuai dengan strategi pemerintah untuk masuk ke rantai pasok global. PT Pudak menyuplai setidaknya 30.000 komponen pesawat ke berbagai produsen kelas dunia. Managing Director Pudak Scientific Zaenal Arief menyebut, sebagai produsen komponen dengan klasifikasi Tier 2, perusahaan ini menyuplai komponen ke perusahaan Tier 1 seperti Collins Aerospace dan Meggitt. Perusahaan ini menyediakan komponen dan instrumen untuk berbagai jenis pesawat, mulai dari Boeing hingga Airbus.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melihat beragam alat pertahanan dan keamanan hasil produksi industri swasta dalam negeri di bawah Perkumpulan Industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Swasta Nasional (Pinhantanas) yang dipamerkan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Peran pihak swasta dalam mendukung industri pertahanan dan keamanan dalam negeri akan turut berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada impor peralatan pertahanan dan keamanan. Pameran diikuti 25 pelaku industri alat pertahanan dan keamanan swasta.
RADITYA HELABUMI
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melihat beragam alat pertahanan dan keamanan hasil produksi industri swasta dalam negeri di bawah Perkumpulan Industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Swasta Nasional (Pinhantanas) yang dipamerkan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Peran pihak swasta dalam mendukung industri pertahanan dan keamanan dalam negeri akan turut berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada impor peralatan pertahanan dan keamanan. Pameran diikuti 25 pelaku industri alat pertahanan dan keamanan swasta.
Kami menyuplai setidaknya 500 jenis komponen berukuran kecil dan medium. Semua harus dilakukan dengan perhitungan yang akurat dan presisi karena dunia penerbangan itu zero error (tanpa kesalahan).
”Kami menyuplai setidaknya 500 jenis komponen berukuran kecil dan medium. Semua harus dilakukan dengan perhitungan yang akurat dan presisi karena dunia penerbangan itu zero error (tanpa kesalahan),” ujarnya. Pudak Scientific berkecimpung di dunia industri penerbangan sejak tahun 2005. Saat itu, Pudak yang telah menyuplai sejumlah komponen kepada PT Pindad dan rekanannya mendapatkan tantangan untuk memproduksi komponen pesawat terbang.
Baca Juga: Prioritaskan Bela Negara daripada Komponen Cadangan
Ajakan itu, lanjut Zaenal, datang dari Goodrich Aerospace Indonesia, produsen komponen yang bekerja sama dengan PT Pindad. Saat ini, Goodrich Aerospace telah berubah nama menjadi Collins Aerospace Indonesia. Mereka mengakui kualitas dari produk buatan Pudak yang akurat dan presisi. Akhirnya, Pudak Scientific mendapatkan sertifikat AS9100 Rev. D, yakni standar kualitas sistem manajemen pada industri penerbangan dunia. Sertifikasi ini selalu dipantau ketat, setidaknya enam bulan sekali untuk memastikan produk tetap mempertahankan kualitasnya. Saat ini belum 10 persen produk yang dihasilkannya terserap di dalam negeri.
”Sekarang kami menyuplai beberapa komponen untuk beberapa pesawat dari PT Dirgantara, seperti N219 dan CN 235. Kami siap berkontribusi dalam pengembangan teknologi pesawat di Tanah Air, dan kami berharap bisa mendukung kemandirian industri dalam negeri,” paparnya.
Beragam alat pertahanan dan keamanan hasil produksi industri swasta dalam negeri di bawah Perkumpulan Industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Swasta Nasional (Pinhantanas) dipamerkan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Peran pihak swasta dalam mendukung industri pertahanan dan keamanan dalam negeri akan turut berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada impor peralatan pertahanan dan keamanan. Pameran diikuti 25 pelaku industri alat pertahanan dan keamanan swasta.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Beragam alat pertahanan dan keamanan hasil produksi industri swasta dalam negeri di bawah Perkumpulan Industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Swasta Nasional (Pinhantanas) dipamerkan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Peran pihak swasta dalam mendukung industri pertahanan dan keamanan dalam negeri akan turut berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada impor peralatan pertahanan dan keamanan. Pameran diikuti 25 pelaku industri alat pertahanan dan keamanan swasta.
Dirut PT Respati Solusi Rekatama Dhita Yudhistira mengatakan, selama ini ekosistem perlahan mulai terbentuk dengan pengguna. Ia berhasil mengembangkan Remote Control Weapon System awalnya berkat kerja sama dengan Dislitbang TNI AD. Tahun 2015, ide berasal dari TNI AD yang mulai banyak menggunakan infanteri mekanik. Saat itu Dhita melihat peluang. Bayangkan, berapa jumlah kendaraan taktis yang akan menggunakan remot kontrol sehingga tidak membahayakan nyawa prajurit.
Dalam prosesnya, Dhita yang telah memiliki bekal ilmu di bidang elektronika mulai mencari-cari ilmu lewat buku dan video. Ia meniru-niru RCWS yang mulai digunakan militer dunia sejak 2005. Tidak saja bentuk, cara kerja, kecepatan, sudut, dan ukuran ia pelajari. Dari TNI AD pun ia bisa mulai mengulik-ulik RCWS impor yang diuji coba TNI AD. Setelah melalui berbagai proses, Dhita mendapat sertifikasi dari Kementerian Pertahanan dan kini mendapat proyek membuat 11 RCWS dari Kementerian Pertahanan. ”Kita berharap, ya, masih ada lagi karena butuhnya ratusan. Sebagian masih diimpor,” katanya. (EDN/RTG/JOS) |