Judul | Ongkos Riil Haji Capai Rp 98 Juta Per Orang, Rasionalisasi Biaya Diperlukan |
Tanggal | 05 September 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VIII |
Isi Artikel | KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Jemaah haji di Asrama Haji Embarkasi Bekasi, Selasa (24/7/2018), sebelum pandemi Covid-19. SURABAYA, KOMPAS — Biaya riil jemaah haji Indonesia menyentuh Rp 98 juta per orang pada tahun ini. Jumlah itu melampaui ongkos yang dikeluarkan setiap jemaah untuk naik haji, Rp 39 juta. Selama ini, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memanfaatkan dana tabungan haji untuk menutup kekurangan tersebut. Namun, cara itu dianggap tidak ideal karena tingginya selisih ongkos. Anggota Badan Pelaksana Bidang Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH, Rahmat Hidayat, saat bertemu dengan media di Surabaya, Kamis (15/9/2022), mengatakan, selama lima tahun, ongkos naik haji tidak banyak naik. Padahal, beberapa komponen biayanya naik berkali-kali. Tahun 2019, misalnya, ongkos riil untuk naik haji sudah mencapai Rp 70 juta per orang. Namun, biaya pendaftaran dan pelunasan haji masih sama, Rp 35 juta per orang. Kini, saat biaya riil haji per orang mencapai Rp 98 juta, jemaah yang telah membayar Rp 39 juta untuk naik haji masih bisa berangkat. Hasil pengembangan nilai investasi yang mencapai Rp 4 juta per jemaah juga belum bisa menutup kebutuhan riil ongkos naik haji. ”Tahun ini, layanan dan biaya haji tidak banyak berubah dengan tahun-tahun sebelumnya karena kami memanfaatkan dana yang belum dipakai dua tahun di masa pandemi. Namun, setelah itu harus dipikirkan lagi solusinya,” kata Rahmat. AFP/FAYEZ NURELDINE Suasana kawasan Masjidil Haram, Mekkah, Jumat (11/10/2018), ketika calon jemaah haji menunaikan ibadah haji sebelum Covid-19. Penambahan dana untuk haji tahun ini, menurut Rahmat, mencapai Rp 1,5 triliun. Jumlah ini bisa lebih besar jika jemaah haji yang berangkat mencapai 100 persen kuota atau 221.000 jemaah. ”Kemarin masih ada 40 persen saja, jadi penambahan masih bisa diatasi,” katanya. Menurut Rahmat, salah satu solusi mengatasi kekurangan dana adalah dengan melakukan rasionalisasi. Ia telah bertemu dengan DPR untuk membahas masalah ini. Dari catatan Kompas, BPKH juga telah bertemu dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk membahas tingginya dana riil haji pada 22 Agustus lalu. Wapres kala itu menyatakan harus ada rasionaliasi agar dana haji yang terkumpul masih bisa berkelanjutan. Jalan kedua dengan menggenjot pertumbuhan dana investasi dari satu digit menjadi dua digit. Namun, hal itu tidak mudah karena BPKH harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Sedangkan ketiga adalah dengan subsidi APBN. Menurut Rahmat, hal itu juga sulit dilakukan karena haji diperuntukkan bagi warga yang mampu dan dana APBN tidak hanya untuk kepentingan umat Islam saja. Kemungkinan lain adalah penyesuaian pelayanan dan waktu haji. Selama ini, haji di Indonesia memakan waktu 40 hari, padahal bisa dipersingkat 25 hari. Jemaah Indonesia juga masih mendapatkan uang saku sekitar Rp 6 juta untuk bekal dan ini bisa dipertimbangkan untuk dihapus. ”Apakah nanti katering jatah makan berkurang, waktu dipersingkat, atau uang saku ditiadakan, ini layak didiskusikan,” kata Rahmat. Baca juga: Wapres Minta Dana Subsidi Haji Dirasionalisasi Sementara itu, Deputi Investasi Surat Berharga dan Emas BPKH Indra Gunawan mengatakan, salah satu pemicu pembengkakan dana haji karena penambahan biaya pelayanan (masyair) haji dari Pemerintah Arab Saudi sebesar Rp 1,5 triliun yang berlaku tahun ini. Biaya itu wajib dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, jemaah bisa gagal berangkat. ”Turki adalah salah satu negara yang tak bisa memenuhi biaya ini sehingga pada musim haji tahun ini mereka gagal memberangkatkan jemaahnya,” kata Indra. Biaya sewa pesawat pun tinggi karena pesawat harus sewa pergi-pulang. Pemberangkatan haji tak bisa memakai pesawat komersial biasa karena dikhawatirkan ada jemaah yang tercecer karena keterlambatan jadwal dan lain-lain. Emir Rio Khrisna, Sekretaris Badan BPKH, mengatakan, dana haji mencapai Rp 93 triliun saat BPKH dibentuk tahun 2018 dan kini menjadi Rp 162 tirliun. Nilai itu merupakan akumulasi dari setoran dana abadi umat, setoran dana haji, dan hasil pengembangan investasi. BPKH menerapkan prinsip syariah, asas manfaat, kehati-hatian, dan nirlaba dalam mengelola dana haji. Selama ini, hasil investasi di BPKH berkembang Rp 7,4 triliun pada 2019. Setahun kemudian berkembang lagi Rp 7,4 triliun dan pada 2021 mencapai Rp 10,5 triliun. Baca juga: Imbal Hasil Pengelolaan Dana Haji Masih Bisa Dioptimalkan MEDIA CENTER HAJI 2018 Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meninjau dapur katering Global Taste di sekitar Jabal Nur Mekkah, Arab Saudi, Senin (13/8/2018). Usaha jasa tata boga tersebut menjadi salah satu dari 36 perusahaan katering yang memasok makanan untuk para jemaah asal Indonesia. Meski ada kenaikan angka riil ongkos naik haji, warga berharap biaya naik haji tidak berubah. Meski harus berubah, kenaikannya tidak sampai dua kali lipat, apalagi tiga kali lipat. Nur Fatoni (42), warga Banyuwangi, Jawa Timur, yang berniat mendaftar haji tahun ini terkejut saat mengetahui angka riil biaya haji mencapai Rp 98 juta. Fatoni tak mengira angka riilnya jauh dari harga setoran pendaftaran haji. ”Kalau nanti solusinya dinaikkan, bahkan sampai dua atau kali lipat, saya apa bisa membayar? Sehari-hari, saya bekerja jadi petani. Semoga saja tetap agar saya dimampukan berangkat ke tanah suci,” katanya ketika dihubungi dari Surabaya. Pujiastuti (56), istri pensiunan pegawai negeri sipil yang tinggal di Solo, juga berharap tetap bisa berangkat haji dengan ongkos yang terjangkau. Ia kini masih menanti giliran berangkat. ”Saya harap ada solusi agar biaya haji tak naik, setidaknya pemerintah kita bisa melobi Pemerintah Arab Saudi untuk menekan beberapa harga yang tinggi,” katanya. |
Kembali ke sebelumnya |