Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Mendaki Bukit Terjal ke Goa Hira, Tempat Nabi Menyendiri
Tanggal 04 Agustus 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi VIII
Isi Artikel

Sejumlah peziarah mengunjungi Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. Goa Hira merupakan salah satu situs bersejarah tempat Nabi Muhammad menyendiri dan kemudian menerima wahyu pertama.KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Sejumlah peziarah mengunjungi Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. Goa Hira merupakan salah satu situs bersejarah tempat Nabi Muhammad menyendiri dan kemudian menerima wahyu pertama.

 

Bismillah al-rahman al-rahim.” Saya ucapkan kalimat ini sambil melangkahkan kaki pada anak tangga pertama di Jabal Nur, Senin (1/8/2022) lalu. Hari masih gelap, sekitar pukul 03.30 waktu Arab Saudi. Saya jalan bersama tiga wartawan anggota Media Center Haji (MCH).

Dengan bantuan lampu flash dari telepon genggam, kaki kami terus menapaki tangga batu. Jumlahnya ratusan. Saat tangga menanjak curam, kami berhenti sejenak. Duduk di bahu jalan sambil kembali mengatur napas, merehatkan kaki, dan sedikit minum.

Sepagi itu, belum banyak peziarah. Terdengar suara orang bergema di atas. Dari bawah, satu-dua orang menguntit. Selebihnya sepi. Sesekali suara angin terdengar mendesau saat menerpa bebatuan.

Tengok kiri-kanan terhampar tebing terjal, batu-batu runcing. Terbayang, pada usia 40 tahun dengan tubuh prima dan tekad kuat, Nabi Muhammad memanjat bukit ini tanpa bantuan apa pun. Semua masih alami. Tak ada tangga setapak seperti sekarang.

Semakin mendaki ke atas, pemandangan kian menawan. Nun jauh di bawah, Kota Mekkah tampak gemerlap. Lampu-lampu memendar di jalan raya. Beberapa mobil melintas cepat. Deretan rumah dan gedung berkelap-kelip.

”Saya sering lewat sini, tapi baru kali ini benar-benar naik. Kayaknya memang harus diniatkan,” kata seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Arab Saudi. Belum sempat menyebut nama dan kampus kuliahnya, dia bergegas mendahului ke atas.

Baca juga: Kiswah Kabah, Pertemuan antara Seni dan Iman

Wartawan <i>Kompas</i>, Ilham Khoiri, mengabadikan pemandangan dari dekat Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. ISTIMEWA/MUHAMMAD IQBAL

Wartawan Kompas, Ilham Khoiri, mengabadikan pemandangan dari dekat Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.

Satu peziarah berada di depan mulut Goa Hira dan satu lagi di dalam ceruk goa di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Satu peziarah berada di depan mulut Goa Hira dan satu lagi di dalam ceruk goa di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.

Wartawan <i>Kompas</i>, Ilham Khoiri, duduk di depan Goa Hiro di puncak Jabal Nur di  Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. ISTIMEWA/MUHAMMAD IQBAL

Wartawan Kompas, Ilham Khoiri, duduk di depan Goa Hiro di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.

Goa Hira

Setelah sekitar satu jam pendakian yang penuh keringat, kami tiba di puncak. Goa Hira terletak beberapa meter turun dari balik puncak gunung. Kami harus melewati celah batu yang sempit agar bisa tiba di rongga yang terbentuk dari batu-batu besar. Panjangnya sekitar 3,7 meter, lebar 1,6 meter. Cukup untuk duduk satu orang. Di sinilah kala itu Nabi menyendiri.

Berdiri di sini kian terasa posisi strategis Goa Hira. Bukit ini hanya setinggi sekitar 700 meter. Namun, dari sini, terlihat jelas sosok Mekkah di cekungan lembah. Menengok peta, jarak pusat kota ke gunung ini berkisar 5 kilometer.

Hari masih saja gelap. Sambil menunggu waktu Subuh, saya mengingat kembali beberapa riwayat Nabi di Goa Hira. Salah satunya menuturkan, saat berdiam diri di sini, Nabi merenungi kehidupan di Mekkah yang jumud alias mentok.

Sebagian orang menyembah berhala, mabuk-mabukan. Ada tradisi perbudakan, perempuan direndahkan, juga kebiasaan menyelesaikan segala sesuatu dengan kekerasan. Wajar saja jika cap ”jahiliyah” disematkan pada perilaku buruk itu.

Gelisah dengan fenomena itu, Nabi khusyuk berdoa agar mendapat pencerahan untuk memperbaiki kehidupan kaumnya. Lalu, turunlah malaikat Jibril membawa wahyu pertama, ”Iqra’! ” (bacalah). ”Ma ana biqoriin,” (saya tidak bisa membaca), jawab Nabi—yang dalam sejumlah riwayat diceritakan sebagai ”ummiy” alias tidak bisa membaca dan menulis. Jibril meminta lagi sampai tiga kali, ”Iqra’”.

Malaikat itu lantas membacakan surat Al-Alaq, ayat 1 sampai 5. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya membaca, kesadaran akan Tuhan sebagai pencipta, dan Tuhan yang mengajarkan manusia berbagai hal yang tidak diketahuinya.

Mengutip Tafsir Al Misbah (2005) karya Quraish Shihab, kata ”iqra’” dapat dimaknai sebagai perintah untuk menelaah seluruh kenyataan: alam raya, masyarakat dan diri sendiri, serta bacaan tertulis, baik suci maupun tidak.

”Iqra’” juga dapat dicermati sebagai pengakuan akan kekurangan manusia. Dengan kekurangan itu, manusia harus belajar lebih banyak tentang semua hal. Dari belajar, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diri, keluarga, dan masyarakat. Bisa dibilang, perintah ini merupakan dorongan revolusioner untuk kemajuan.

Dalam sejarah Islam, wahyu pertama ini menjadi titik balik yang sangat penting. Dari sinilah, Nabi Muhammad kemudian menjadi Rasul yang mendakwahkan Islam. Tak hanya sebagai agama, Islam kemudian berkembang menjadi sumber peradaban manusia di jazirah Arab dan meluas ke seluruh dunia sampai sekarang. Di Indonesia, bahkan Islam menjadi agama yang dipeluk sebagian besar penduduk.

Baca juga: Berziarah ke Makam Nabi Muhammad

Saat malam, terlihat lampu gemerlapan dari Kota Mekkah yang terlihat dari dekat Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Saat malam, terlihat lampu gemerlapan dari Kota Mekkah yang terlihat dari dekat Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.

Jelang pagi, saat langit mulai membiru, pemandangan Kota Mekkah semakin jelas. KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Jelang pagi, saat langit mulai membiru, pemandangan Kota Mekkah semakin jelas.

Di kejauhan, tampak Zamzam Tower yang berdiri di dekat Masjidil Haram di Kota Mekkah. Demikian pemandangan yang terlihat dari Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Di kejauhan, tampak Zamzam Tower yang berdiri di dekat Masjidil Haram di Kota Mekkah. Demikian pemandangan yang terlihat dari Goa Hira di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.

Saat pagi tiba, beberapa burung merpati bercengkerama di atas batu di dekat Goa Hira di puncak Jabal Nur di pinggiran Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. Burung-burung itu telah beradaptasi dengan lingkungan dan manusia yang kerap memberi makanan dan minuman. KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Saat pagi tiba, beberapa burung merpati bercengkerama di atas batu di dekat Goa Hira di puncak Jabal Nur di pinggiran Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. Burung-burung itu telah beradaptasi dengan lingkungan dan manusia yang kerap memberi makanan dan minuman.

Subuh di goa

Subuh tiba. Salah seorang peziarah mengumandangkan azan. Suaranya mengalun rendah lantaran terbawa angin. Secara bergantian, kami menunaikan shalat tepat di Goa Hira. Dalam shalat, saya memilih membaca surat Al-Alaq. Suasana hening.

Seiring matahari terbit, pemandangan kian terang. Lampu-lampu masih menyala, tapi langit berubah biru. Udara sejuk. Di pintu goa, seekor kucing dengan anaknya menggeliat. Seorang peziarah menuangkan air minum buat dua hewan jinak itu. Dia mengaku berasal dari Myanmar.

Sambil bergeser kembali ke puncak gunung, kami menikmati penglihatan dari atas Jabal Nur. Peralihan dari gelap, menjadi agak terang, lantas benderang menawarkan pergeseran pemandangan Kota Mekkah yang menarik.

Kabah dan Masjidil Haram masih tidak terlihat jelas, tapi tertandai posisinya oleh Tower Zamzam. Pusat perbelanjaan yang berdiri menjulang di pelataran masjid itu memang menjadi semacam landmark alias penanda kota. Menara itu terlihat dari mana-mana di hampir seluruh penjuru kota.

Tepat di puncak, ada beberapa tembok penuh coretan dengan beragam alat tulis atau sekadar torehan batu. Ada doa-doa dalam aksara Latin atau Arab, nama-nama orang yang pernah berkunjung, nama negara, gambar simbol tertentu, atau sekadar coret-moret iseng. Apa mau dikata, begitulah ulah sebagian peziarah yang meninggalkan jejak vandalisme di situs bersejarah ini.

Saat turun, langit kian terang meski matahari masih tertutup mendung. Kami menatap ratusan anak tangga yang kami daki saat gelap dini hari tadi. Di beberapa bagian sangat curam. Saking curamnya, kami sesekali berpegangan pada pagar besi.

Di sepanjang perjalanan, banyak merpati beterbangan. Burung itu beradaptasi dengan lingkungan setempat dan tidak takut manusia. Apalagi, ada saja peziarah yang baik hati berbagi makanan dan minuman.

Sedikit mengganggu, sampah mewarnai beberapa sudut jalan. Umumnya berupa botol plastik bekas air dalam berbagai ukuran. Mungkin dibuang begitu saja oleh peziarah yang tidak peduli kebersihan lingkungan. Beberapa orang mengumpulkan sampah itu dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong besar. Salah satu wartawan turun tangan untuk memunguti sampah dan membawanya ke bawah.

Sekira pukul 07.00, kami akhirnya tiba di kaki gunung di bawah. Kami bersyukur pendakian untuk napak tilas perjalanan Nabi Muhammad di Goa Hira tadi berjalan lancar dan aman. Kami kemudian dijemput mobil untuk kembali ke Kantor Urusan Haji Daerah Kerja Mekkah di daerah Syisyah. Jaraknya hanya sekitar 4 kilometer.

Tiba di Mekkah, saya bertemu dengan Dani (27), salah satu anggota jemaah haji asal Pekalongan, Jawa Tengah. Dia bercerita baru saja kelar mendaki ke Jabal Nur sendirian sehari sebelumnya.

”Goa Hira itu situs penting, tempat wahyu pertama turun. Sayang, kan, kalau dilewatkan. Apalagi belum tentu saya punya kesempatan ke sini tahun-tahun depan. Tapi, kaki saya pegal-pegal setelahnya,” katanya.

Memang, ada sedikit catatan untuk peziarah. Perlu tubuh prima untuk mendaki sampai ke Goa Hira. Jika kurang bugar, perjalanan ini melelahkan, bahkan rentan memicu sakit. Seusai turun dari Jabal Nur, seorang anggota jemaah haji dan satu wartawan sakit sehingga dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Mekkah. Mungkin saja keduanya sedang kurang bugar saat mendaki. Atau bisa jadi kelewat bersemangat sehingga memaksakan diri. Moga keduanya lekas sehat kembali.

Baca juga: Menengok Pabrik Air Zamzam di Mekkah

Batu penuh coretan peziarah di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Batu penuh coretan peziarah di puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi.

Sejumlah pengunjung menikmati pemandangan Kota Mekkah dari puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. Di gunung ini, terdapat Goa Hira yang merupakan situs bersejarah tempat Nabi Muhammad menyendiri dan kemudian menerima wahyu pertama.KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Sejumlah pengunjung menikmati pemandangan Kota Mekkah dari puncak Jabal Nur di Mekkah, Arab Saudi, Senin (1/8/2022) pagi. Di gunung ini, terdapat Goa Hira yang merupakan situs bersejarah tempat Nabi Muhammad menyendiri dan kemudian menerima wahyu pertama.

  Kembali ke sebelumnya