Judul | Kementerian Kelautan dan Perikanan Dianggap Langgar Konstitusi |
Tanggal | 25 Juni 2020 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI berencana meminta penjelasan dari Menteri Kelautan dan Perikanan terkait kebijakan ekspor benih bening lobster. Pemberian izin ekspor benih bening lobster kepada perusahaan swasta dinilai menyalahi mandat konstitusi. Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, di Jakarta, Rabu (24/6/2020), mengemukakan, pihaknya akan meminta konfirmasi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk menjelaskan kebijakan ekspor benih bening lobster serta mengecek ke lapangan terkait implementasi budidaya lobster dan ekspor benih lobster. Ia menilai kebijakan ekspor benih bening lobster tidak sesuai dengan mandat konstitusi ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal 33 UUD 1945 Ayat (3) menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun Ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 antara lain mengatur perekonomian nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Menurut Alamsyah, benih bening lobster merupakan sumber daya alam yang bersifat ekstraktif karena diambil dari alam dan belum bisa diproduksi dari hasil pembenihan (hatchery). Oleh karena itu, pemanfaatannya untuk ekspor harus dikelola negara. Alasan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa kebijakan ekspor benih lobster bertujuan melindungi pendapatan nelayan menegaskan perlunya negara melakukan intervensi dengan menugasi BUMN sebagai penampung benih lobster dari nelayan untuk diekspor. Dengan intervensi pemerintah tersebut, keuntungan dari hasil ekspor benih bening lobster bisa diinvestasikan kembali untuk pengembangan teknologi dan budidaya lobster di dalam negeri, yang melibatkan swasta. Pemerintah juga bisa menggandeng pembudidaya lobster asal Vietnam dan Australia. Baca juga: Pertaruhan Ekspor Benih Lobster ”Pemanfaatan benih lobster yang ekstraktif harus dilindungi sesuai Pasal 33. Pembuat kebijakan harus paham itu. Kita mengelola negara dan bukan mengelola korporasi. Pemerintah perlu menunjuk BUMN yang mewakili kepentingan publik. Pertanyaannya, kenapa bukan BUMN perikanan yang ditunjuk ekspor?” katanya. Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 4 Mei 2020. Dari data KKP, hingga saat ini sudah ada 22 perusahaan yang memperoleh rekomendasi ekspor benih lobster. Sementara jumlah perusahaan yang mendaftar sebagai eksportir mencapai 86 perusahaan. Alamsyah mengingatkan, sulit mengharapkan perusahaan eksportir benih bening lobster untuk melakukan riset dan pengembangan budidaya sekalipun salah satu persyaratan eksportir adalah berhasil melakukan budidaya lobster. ”Sudah terbukti di banyak negara, kultur eksportir berbeda dengan pembudidaya. Eksportir itu pedagang, mana ada perhatian untuk pengembangan riset. Pembuat kebijakan jangan asal mengaku ahli (lobster), lalu seolah mengeluarkan kebijakan yang tepat, tetapi melanggar konstitusi ekonomi,” tuturnya. Transparansi Di lain pihak, Alamsyah juga meminta pemerintah perlu transparan dalam menyusun kebijakan agar tidak menimbulkan opini yang simpang siur. Pemerintah perlu mengumumkan ke publik terkait hasil evaluasi terhadap pemenuhan syarat eksportir benih lobster, termasuk perusahaan yang dinilai tidak memenuhi persyaratan ekspor, sesuai dengan aturan keterbukaan informasi publik. Selain itu, bukti jika negara sudah memperoleh pendapatan negara bukan pajak (PNBP) juga harus dibuka. ”Transparansi harus bisa dibuktikan. Pemerintah perlu mengumumkan perusahaan yang dinyatakan berhasil budidaya, di mana lokasi dan hasilnya (produksi) serta perusahaan yang tidak memenuhi syarat,” katanya. KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo beserta jajaran dan sejumlah pihak terkait mengambil lobster yang dibesarkan di keramba jaring apung di kawasan perairan Teluk Jukung, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/12/2019). Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Selasa (23/6/2020), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, pihaknya tidak menutupi apa pun dalam kebijakan ekspor benih lobster. Perusahaan yang mendapat izin ekspor benih bening lobster tidak asal tunjuk, tetapi harus melewati proses administrasi dan uji kelayakan. Pihaknya juga telah membentuk panitia untuk menyeleksi perusahaan penerima izin. Proses perizinan dinilai terbuka. ”Saya bicara terbuka di sini. Masalah lobster, peraturan yang kita evaluasi itu tidak muncul begitu saja atau hanya karena kebutuhan seorang menteri. Kami melakukan telaah dan penelitian oleh ahli yang ada, baik itu melalui kajian maupun konsultasi publik,” katanya. Baca juga: Ekspor Benih Lobster Dinilai Tidak Transparan Menurut Menteri Edhy, alasan utama KKP mengizinkan ekspor benih lobster adalah membantu 13.000 nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat terbitnya Permen KP Nomor 56 Tahun 2016. Namun, ia pun menepis anggapan bahwa Permen KP No 12/2020 yang mengatur soal ekspor benih lobster condong ke kepentingan korporasi. ”Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan karena, akibat ekspor dilarang, mereka tidak bisa makan. Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami (izinkan ekspor),” ujarnya. Pihaknya menginginkan pemasukan bagi negara berjalan. Itulah sebabnya ekspor benih lobster dikenai pajak dan PNBP. ”PNBP ini sangat transparan, lho. Hanya mereka yang mengekspor saja yang bayar, bukan nelayan atau yang cuma berbudidaya. Aturan PNBP pun disesuaikan dengan harga pasar,” tutur Menteri Edhy. Disisi lain, kebijakan ekspor benih lobster tidak akan terus-menerus dilakukan. Apabila kemampuan budidaya di Indonesia semakin baik, benih yang ada akan dimanfaatkan sepenuhnya untuk budidaya di dalam negeri. ”Saya sangat percaya, dengan sistem sangat terbuka ini, kami bisa mengontrol pengawasan lobster,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lombok Timur Dedy Sopian mengemukakan, hingga saat ini pemerintah belum menerbitkan patokan harga benih bening lobster. Ia meragukan kemampuan perusahaan untuk mengakomodasi dua kepentingan sekaligus, yakni menyerap benih lobster untuk tujuan ekspor dan budidaya lobster di dalam negeri. Di lain pihak, ia mempertanyakan sejauh mana perusahaan eksportir benih bening lobster sudah mulai melakukan dan berhasil membudidayakan lobster. Ini mengingat Permen KP No 12/2020 baru terbit bulan lalu. ”Kalaupun bermitra dengan nelayan dan pembudidaya, sudah berapa lama kemitraan itu. Ekspor benih bening lobster dan budidaya seharusnya berjalan seiring,” katanya. |
Kembali ke sebelumnya |