Judul | ”Food Estate” di Kalteng Harus Hindari Eksploitasi Lahan Gambut |
Tanggal | 08 Juli 2020 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV |
Isi Artikel | KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Warga Talio Hulu, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, mencoba memadamkan api yang membakar wilayahnya pada November 2019. Kawasan tersebut merupakan salah satu lokasi proyeksi food estate. PALANGKARAYA, KOMPAS — Program food estate di Kalimantan Tengah harus menghindari lahan gambut dalam atau gambut yang ketebalannya mencapai 4 meter lebih. Bencana kebakaran bakal terulang jika eksploitasi gambut dilakukan. Program Food Estate di Kalimantan Tengah sudah di depan mata saat Presiden Joko Widodo mengunjungi beberapa lokasi program pada Kamis (8/7/2020) nanti. Program tersebut memanfaatkan lahan bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) tahun 1995 yang gagal total dan menjadi pusat kebakaran hutan dan lahan. Peneliti dari Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) Universitas Palangka Raya (UPR) Kitso Kusin menjelaskan, kawasan bekas proyek PLG itu seluruhnya merupakan kawasan gambut dengan ketebalan beragam. Sebagian besar wilayah itu saat ini sudah dimanfaatkan masyarakat sekitar hingga konsesi perkebunan kelapa sawit. ”Selama program ini diterapkan di gambut dangkal tidak masalah, tetapi kalau di gambut yang tebal akan memunculkan banyak masalah atau bencana nanti,” kata Kitso Palangkaraya, Rabu (8/7/2020).
Kitso menjelaskan, selama ini pemerintah memiliki program restorasi gambut di lokasi yang diproyeksikan untuk pertanian tersebut. Hal itu berseberangan dengan keinginan pemerintah memanfaatkan lahan bekas PLG untuk pertanian. Baca juga: Cetak Sawah di Kalteng Tingkatkan Ketahanan Pangan Selama Pandemi KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO Kebakaran ladang di sekitar Dusun Babugus dan Sanggar, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Jumat (19/9/2014). Meskipun demikian, lanjut Kitso, untuk menghindari bencana, pemerintah perlu menyesuaikan konsep usaha yang digunakan dengan ketebalan gambut. Konsep cetak sawah seperti yang ingin dilakukan pemerintah tidak bisa dilakukan di gambut dengan ketebalan lebih dari empat meter. ”Bahkan untuk perkebunan sekalipun komoditasnya harus disesuaikan. Paling tidak menggunakan komoditas yang merupakan endemik gambut,” ungkap Kitso. Kitso menjelaskan, gambut memiliki karakter tanah yang berbeda dengan jenis tanah lainnya. Saat gambut dibuka atau dibuat kanal seperti irigasi, dengan sangat mudah gambut kering dan melepas emisi karbon ke udara. KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Api melahap lahan warga di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Selasa (12/11/2019). Di musim hujan, kebakaran justru semakin masif dan tak terkendali. Wilayah itu jadi salah satu lokasi food estate. Penelitian yang dilakukan World Resources Institute menunjukkan setiap hektar gambut tropis yang dikeringkan untuk pengembangan perkebunan dan pertanian lainnya mengeluarkan rata-rata 55 metrik ton karbon (CO2) setiap tahun. Hal itu labih kurang setara dengan membakar lebih dari 6.000 galon bensin. ”Ada mikroorganisme yang sangat aktif saat gambut kering sehingga membuat emisi di dalamnya keluar," kata Kitso.
Sebelumnya, Gubenur Kalteng Sugianto Sabran dalam rapat koordinasi pelaksanaan food estate mengungkapkan, pengembangan program tersebut akan menggunakan teknologi pertanian modern yang dinilai mengurangi risiko bencana kebakaran hutan dan lahan. Ia cukup yakin program tersebut justru akan melindungi gambut karena kebakaran selama ini terjadi karena gambut terbengkalai. ”Untuk mengurangi kebakaran lahan di Kalimantan Tengah karena lahan kita tangani secara profesional. Konsep yang akan dibangun adalah pertanian modern,” kata Sugianto. Baca juga : Program Food Estate di Kalteng Jangan Sampai Timbulkan Bencana Baru SAVE OUR BORNEO Lokasi gambut di PT AUS seblum terbakar pada akhir tahun 2013, di Kabupaten Katingan, Kalteng. Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas akan menjadi dua wilayah yang sudah siap untuk membangun percetakan sawah. Terdapat 164.598 hektar lahan di dua kabupaten tersebut yang sudah disiapkan dengan rincian 85.456 hektar lahan intensifikasi atau lahan yang sudah dikelola masyarakat dan 79.142 hektar merupakan lahan perluasan baru yang selama ini terbengkalai dan disebut sebagai lahan potensial. ”Pemerintah provinsi tidak bisa bekerja sendiri butuh dukungan semua pihak, makanya saya minta Bupati Pulang Pisau dan Kapuas terus bersama-sama mengawal ini,” ungkap Sugianto. Sugianto menambahkan, program strategis nasional itu akan mendatangkan banyak keuntungan bukan hanya soal ketahanan pangan, melainkan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat Kalteng. Pihaknya akan memprioritaskan warga Kalteng dalam pengelolaannya. KEMITRAAN INDONESIA Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo menanam padi di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau,Kalimantan Tengah, kawasan tersebut merupakan kawasan cetak sawah yang akan memenuhi pangan Indonesia selama pandemi, Jumat (15/5/2020). Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalteng Syamsuddin menjelaskan, program food estate akan dibangun dengan beberapa komoditas. Kepastian komoditas itu belum ada kesepakatannya tetapi padi menjadi komoditas yang pasti dikembangkan. Baca juga : Program Food Estate di Kalteng Tetap Butuh Investor Di tahap awal pemerintah akan memaksimalkan lahan sawah yang sudah ada seluas 30.000 hektar di Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kecamatan Dadahup di Kabupaten Kapuas. Keduanya berada di kawasan Blok C bekas proyek PLG. ”Dari penelitian selama ini memang tidak bisa buat sawah di lahan gambut yang tebalnya lebih dari satu meter, itu nanti akan digunakan untuk hortikultura atau jenis perkebunan lainnya,” kata Syamsuddin. Sementara itu, untuk persoalan kanal, menurut Syamsuddin, pihaknya hanya akan memperbaiki kanal yang sudah ada. ”Mengoptimalkan dan memperbaiki tata kelola air,” ujarnya. KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Warga bergotong royong membantu menanam benih jagung milik seorang warga di Desa Tambakua, Kecamatan Langkikima, Kabupaten Konawe Utara, Selasa (6/8/2019). Warga kini beralih menanam jagung setelah areal persawahan cetak berisi padi yang baru ditanam rusak oleh banjir bandang pada awal Juni. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tegah Dimas Novian Hartono dalam Koalisi Masyarakat Sipil bersama 116 lembaga juga perseorangan masih menolak upaya pemerintah untuk menjalankan program tersebut. Ia menilai percetakan sawah bukan jawaban dari perbaikan kawasan gambut yang rusak. ”Fokus pemerintah harusnya pada restorasi dan reforestasi sesuai dengan moratorium yang dibuat oleh presiden. Ini malah Presiden melanggar peraturan presiden yang dibuat sendiri soal moratorium gambut,” kata Dimas. |
Kembali ke sebelumnya |