Judul | Ketahanan Pangan |
Tanggal | 26 Oktober 2020 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV |
Isi Artikel |
Kami lama tinggal di pedalaman Sulawesi Selatan. Kami jadi sering makan kapurung, bubur yang dibuat dari sagu. Kapurung bisa dimakan bersama suwiran ikan laut, udang, atau juga ayam, dan dengan kuah. Kapurung mirip papeda di Indonesia Timur. Awalnya lidah Jawa saya menolak, tetapi lama-lama saya suka. Ketika meninggalkan Sulawesi, saya rindu kapurung. Saat saya bertugas di Sangir dan Talaud di waktu yang berbeda, makanan pokok kami adalah sagu, ubi jalar, singkong, dan talas, yang dimakan dengan kuah asam. Di daerah lain ada jagung dan sorgum. Sesungguhnya ketahanan pangan suku bangsa di Indonesia sangat beragam. Tidak perlu bergantung pada beras. Apalagi, bahan pangan menunjukkan identitas suku bangsa dan berkaitan erat dengan kondisi tanah tempat tinggalnya. Mari menjelajah aneka rasa makanan pokok selain nasi, untuk menguatkan ketahanan pangan bangsa kita. Vita Priyambada Kompleks Perhubungan, Jatiwaringin, Jakarta 13620 Iuran Kartu Kredit Ibu saya, Ng Miau Tjhung, nasabah kartu kredit BCA, nomor pelanggan 99115xx. Ia ditagih iuran tahunan Rp 500.000 pada 5/10/2020 untuk kartu BCA Visa Signature Singapore Airlines. Ibu saya sebenarnya sudah memiliki kartu kredit BCA Visa Signature Black, yang dikirim langsung tanpa persetujuan dengan janji bebas iuran tahunan. Kemudian BCA mengirim lagi, juga tanpa persetujuan, BCA Visa Signature Singapore Airlines. Janjinya juga bebas iuran tahunan. Ternyata ibu saya ditagih iuran tahunan. Kami sudah mencoba menghubungi Halo BCA, meminta penghapusan iuran tahunan dan menutup kartu kredit. Staf Halo BCA menyarankan untuk mengajukan penghapusan iuran dulu, baru menutup kartu. Namun, permohonan penghapusan iuran tahunan dengan ID 2085837559 tidak disetujui. Ibu saya akhirnya mengajukan penutupan kartu dengan ID 2085561429. Sampai surat ini saya tulis, belum ada tanggapan pihak BCA. Ibu saya merasa dijebak karena tidak pernah mengajukan permohonan kartu kredit. Apa BCA sengaja mencari target yang sudah berumur, langsung mengirim kartu kredit, menjanjikan bebas iuran tahunan, tetapi kemudian ingkar janji, dan memaksa bayar? Hendra Nur Jl Kartini VIII Dalam, Jakarta 10750 Melawan Lupa Surat pembaca dengan judul "Terima kasih Pak JO" (Kompas, 18/9/2020) menyebut nama Wisma Servatius, sebagai penghormatan pada Bruder Servatius Tjondrohartanto FIC. Dia adalah Direktur Yayasan Sosial Soegijapranata 1963-1999. Nama itu membuka kembali memori saya. Tahun 1955 saya murid kelas V SR (SD) Zeding (BOBKRI) di Paliyan, Kulonprogo. Kepala sekolah Kartotinojo. Karena orangtua pindah ke Yogyakarta, saya keluar dan membawa surat keterangan berupa tulisan tangan. Dalam surat tertera tulisan “Kelas V” tanpa keterangan “lima” dalam tanda kurung. Saya pun menambahkan garis tegak lurus di belakang huruf V hingga menjadi kelas VI (enam). Dengan surat keterangan pastur Danoewidjojo dari Wedi, Klaten, saya jadi murid kelas enam di SR (SD) Santo Yosef, Boro, Kulonprogo. Saya tinggal di asrama yang diasuh bruder Servatius. Sesekali, saat hari libur, anak-anak asrama bekerja bakti membersihkan kamar dan menyapu halaman. Namun, oleh bruder Servatius, saya disuruh duduk di ruang kerjanya. Di situlah saya belajar mengetik, membaca buku, bahkan boleh menikmati kudapan dan minuman. Simbok saya sering berbincang akrab dengan almarhum, mungkin karena simbok saya lulusan Kweekschool (sekolah guru berbahasa Belanda) sehingga bisa mengobrol dalam bahasa Belanda. Beliau gemar memelihara ular. Ujung jari tangannya pernah digigit ular dan dirawat inap di RS Ambarawa. FS Hartono Purwosari RT 05 RW 59, Sleman, Yogyakarta |
Kembali ke sebelumnya |