Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Menanti Episode Teknologi Baru Mengangkat Lumbung Pangan
Tanggal 27 Oktober 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
Isi Artikel

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/-6lUa1-EJVOnnLHz6AG7iwUPE1M=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F8da0a042-e79c-4f6c-b047-8891c7eb8be9_jpg.jpgKOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Petani mengoperasikan mesin tanam padi dalam rangka peringatan Hari Pangan Sedunia ke-41 di Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Teknologi pertanian dapat memudahkan kerja petani.

Puluhan warga memadati pinggir Jalan Raya Jagapura, Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Di bawah terik mentari dan di antara mobil pejabat yang parkir, mereka duduk manis beralaskan rumput. Mata mereka menonton pertunjukan anyar di tengah sawah yang becek.

Bukan wayang atau konser musik yang mereka saksikan, melainkan demo alat dan mesin pertanian. Alat-alat itu dioperasikan dalam peringatan Hari Pangan Sedunia ke-41. Bahkan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Wakil Bupati Cirebon Wahyu Tjiptaningsih ikut mengendarai mesin panen padi (combine harvester).

Tidak ada lagi potret pejabat mengenakan caping (topi tani) sambil mengangkat padi yang dipotong dengan sabit, seperti foto Syahrul di spanduk besar. Sebab, mesin panen memangkas padi secara otomatis dan memasukkannya ke karung. Tidak ada lagi perontok padi dengan menggepraknya.

Ketika mesin panen bekerja, sebuah alat khusus menanam benih padi di area lain. Tidak tampak pula para perempuan berjajar nungging menanam bibit padi dengan setengah kaki terbenam di lumpur sambil mundur, atau dikenal tandur alias tanam mundur. Hanya cukup satu orang mengoperasikan mesin serupa traktor itu.

Warga kian takjub saat sebuah pesawat nirawak atau drone terbang setinggi 5 meter. Gawai langsung merekam. Drone itu menyemprotkan agensia hayati yang mengandung organisme pengendali hama dan penyakit tanaman. Drone itu mampu menampung 20 liter cairan dan dapat digerakkan dengan remot.

Baca juga : Hadapi Perubahan Iklim, Tantangan Pertanian Semakin Berat

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/uBBMs_EPG8itS5hd3oPQ7ky3XUs=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2Fffb0fbf3-c0ec-4f20-9886-afd92e815f84_jpg.jpgKOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Potret pesawat tanpa awak menyemprotkan agensia hayati yang mengandung organisme untuk mengendalikan organisme pengendali tanaman di Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Dalam kunjungannya untuk memperingati Hari Pangan Sedunia, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan pentingnya teknologi pertanian.

Gunawan, petugas Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman Karawan, mengatakan, alat itu bakal memudahkan kerja petani. ”Operatornya cuma satu orang. Drone ini bisa menyemprot 1 hektar lahan dalam 10 menit. Kalau yang biasa dengan manual bisa sejam. Jadi, lebih praktis,” katanya.

Adapun agensia hayati, lanjutnya, mampu menekan penyakit tanaman, seperti kresek dan blas. ”Dalam kondisi parah, penyakit itu bisa menurunkan produktivitas padi hingga 90 persen. Itu sebabnya, kami membagikan ribuan botol agensia hayati untuk petani setiap tahun. Terserah, mau pakai semprot manual atau drone,” ujarnya.

H Muklas (62), petani Jagapura, kagum dengan berbagai teknologi pertanian itu. Bapak enam anak dan 11 cucu ini bahkan mulai menggunakan mesin panen sejak tahun lalu. ”Lebih bagus pakai combine, padinya kering semua. Kalau pakai gerabak, padinya campur lumpur,” ujarnya.

Ia mengatakan, harus mengeluarkan uang sekitar Rp 2 juta untuk menyewa combine saat panen lahannya, sekitar 7.000 meter persegi. Alat itu, katanya, diperoleh dari perantara.

”Combine-nya dari Jawa Tengah, seperti Kudus. Mereka datang kalau panen. Di sini, belum ada combine,” ungkapnya.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/bndz2f3GhTeWj2cGnftqxBLY_cc=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F5bffa2b2-3e13-4f93-bbe1-e10dc9bb53ce_jpg.jpgKOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bersama Wakil Bupati Cirebon Wahyu Tjiptaningsih mengendarai mesin panen padi di Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Dalam kunjungannya untuk memperingati Hari Pangan Sedunia, Syahrul menyampaikan kinerja sektor pertanian yang tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Waktu panen dengan alat itu pun, katanya, hanya sekitar 3 jam. Ini jauh lebih singkat dibandingkan tenaga manusia yang membutuhkan waktu hingga sepekan, tergantung luas sawahnya. Setelah dipanen oleh combine, Muklas kembali merogoh sekitar Rp 500.000 untuk mengangkut padi ke penggilingan.

Artinya, dengan mesin itu, ia membayar Rp 2,5 juta untuk panen. Jumlah itu, lanjutnya, hampir sama dengan panen manual. Ongkos tenaga kerja untuk menggarap hasil tanam 7.000 meter persegi mencapai Rp 800.000. Angka ini belum termasuk biaya rokok, kopi, dan lainnya yang jika dihitung sekitar Rp 1 juta.

Tidak hanya itu, Muklas juga harus menyiapkan seperenam hasil panen untuk pekerja. Sebagai gambaran, penghasilan 6 ton gabah dari 1 hektar, 1 ton di antaranya diberikan kepada pekerja. ”Jadi, petani hanya menerima 5 ton. Beruntung kalau harganya bagus. Kalau tidak?” ungkapnya.

Saya sampai dua kali tandur. Setiap tandur biayanya bisa Rp 6 juta per hektar. Kalau dua kali, ya Rp 12 juta. Jadi, banyak petani yang enggak balik modal. Ini terjadi hampir setiap musim rendeng. (Muklas)

Musim rendeng atau tanam pertama awal tahun lalu, misalnya, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani hanya Rp 3.800 per kilogram. Angka itu di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), Rp 4.200 per kg GKP.

Kondisi bisa lebih buruk lagi jika hujan mendera. Sistem pengairan yang buruk merendam sawah petani, termasuk lahannya. Sedikitnya 5.287 hektar sawah di Cirebon kebanjiran pada awal tahun 2021. Akibatnya, padi petani rusak dan harus menanam ulang.

”Saya sampai dua kali tandur. Setiap tandur biayanya bisa Rp 6 juta per hektar. Kalau dua kali ya Rp 12 juta. Jadi, banyak petani yang enggak balik modal. Ini terjadi hampir setiap musim rendeng,” ujarnya.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/H-yEt4_TGAkWZSTBL73HR9UJJp8=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F74adef93-5461-4fae-9e60-94183796e4b2_jpg.jpgKOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menghadiri peringatan Hari Pangan Sedunia di Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Dalam kunjungannya untuk memperingati Hari Pangan Sedunia, Syahrul menyampaikan kinerja sektor pertanian yang tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Selain lahan petani yang kebanjiran saat musim hujan, sistem irigasi yang belum memadai juga tampak ketika kemarau. Sawah petani, terutama di bagian utara, kekeringan. ”Ada kendala untuk mencapai tanam tiga kali. Sungai pembuang juga belum normal,” kata Wabup Cirebon Wahyu Tjiptaningsih.

Menurut Ayu, sapaannya, teknologi pertanian di sektor pengairan dan pengurangan tenaga kerja sangat dibutuhkan petani. Apalagi, tenaga kerja saat musim tanam dan panen yang acap kali didatangkan dari luar desa, bahkan dari Kabupaten Indramayu, tetangga Cirebon.

”Petani harus menunggu agar sawahnya dipanen. Akhirnya, kualitas gabah menurun,” ungkapnya.

Pihaknya berharap, Kementerian Pertanian membantu petani di Cirebon dengan alat dan mesin pertanian. Apalagi, Cirebon mampu menghasilkan rata-rata sekitar 90.000 ton beras per tahun. Pihaknya menargetkan produksi gabah kering giling pada 2024 mencapai lebih dari 570.000 ton dengan luas tanam sekitar 93.000 hektar.

Keluhan serupa disampaikan perwakilan pemerintah daerah yang hadir secara virtual. Salah satu kecamatan seluas 6.009 hektar di Kabupaten Pahuwato, Gorontalo, misalnya, hanya memiliki 1 combine dan 2 traktor roda empat.

Baca juga : Tiada Habis Nestapa Petani Didera Impor

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/gzTamkU79Zbn5kMVTmek_1ixQNk=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F1cc1fe8c-f0e6-425f-ae4c-363e07ec9751_jpg.jpgKOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Potret mesin panen padi beroperasi di Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). Dalam kunjungannya untuk memperingati Hari Pangan Sedunia, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan kinerja sektor pertanian yang tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian Kementan, sepanjang 2015-2019, puluhan ribu alat dan mesin pertanian telah disalurkan ke daerah-daerah di Indonesia. Di Jawa, misalnya, 53.558 traktor roda dua dan 6.858 alat penanam benih diberikan kepada petani.

Mentan Syahrul Yasin Limpo mengakui, teknologi pertanian belum optimal karena terkendala Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ”Selama ini kita terfokus APBN untuk bagi-bagi alat dan mesin pertanian. Enggak cukuplah sampai kita pensiun. Kalau (anggarannya) tidak ada, kita sama-sama cari uangnya,” ungkapnya.

Meski demikian, Syahrul telah meminta jajarannya agar beradaptasi dengan menggunakan teknologi, termasuk kecerdasan buatan. Misalnya, penyemprotan menggunakan pesawat nirawak. Begitupun dengan riset terkait benih yang tahan musim hujan dan kemarau.

Tantangan pertanian ke depan adalah perubahan iklim. Harus ada kelembagaan yang mengoordinasi krisis (iklim) itu. Harus ada agenda pasti juga. (Syahrul Yasin Limpo)

Apalagi, salah satu tantangan pertanian ke depan adalah perubahan iklim. ”Harus ada kelembagaan yang mengoordinasi krisis (iklim) itu. Harus ada agenda pasti juga,” ucapnya.

Syahrul meyakinkan, sektor pertanian menjadi masa depan di tengah hantaman Covid-19. Pertanian mampu bertahan bahkan tumbuh ketika sektor lainnya terdampak virus korona baru yang tak kasatmata.

Ekspor produk pertanian, misalnya, pada Januari-September tahun ini mencapai Rp 450 triliun atau tumbuh 45,36 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020. Tahun lalu, kinerja ekspor produk pertanian mencapai Rp 451,8 triliun atau meningkat 15,79 persen dibandingkan tahun 2019, yang sebesar Rp 390,2 triliun.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/zzV8VY84RZo3g71cRwDYOxkdijA=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2Fb32b5d48-be7e-4c56-9c43-0d3c5d761e8e_jpg.jpgKOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Petani berusaha memperbaiki tanggul jebol di Kali Wates, Desa Panguragan Kulon, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (24/3/2021). Beberapa bagian tanggul kali jebol sehingga banjir merendam sawah petani.

Kepala Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk Indonesia dan Timor Lester Rajendral Aryal menilai, teknologi akan mendukung pertanian berkelanjutan. Pertanian akan memberi makan untuk miliaran penduduk Bumi.

Saat ini saja, lanjutnya, lebih dari 3 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia tidak mampu membeli makanan sehat dan berkelanjutan. Di Indonesia, katanya, terdapat 27,67 persen anak di bawah usia tahun mengalami tengkes (stunting). Secara global, 811 juta orang kekurangan gizi.

”Akan tetapi, ada 2 miliar orang juga mengalami obesitas. Sistem pangan ini memperlihatkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan,” ujar Aryal via virtual.

Teknologi baru sudah diperkenalkan. Perjalanannya bisa jadi tidak ringan. Hasil baik jelas ditunggu banyak kalangan yang mendamba swasembada pangan terwujud kembali.

  Kembali ke sebelumnya