Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Janji Atasi Perubahan Iklim
Tanggal 20 Oktober 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
Isi Artikel

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/esaV876lJ-zzGbJnj44FWm1Ia9E=/1024x684/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F20211012WEN10_1634008379.jpgKOMPAS

Warga di atas perahunya dengan latar belakang sebuah rumah yang tenggelam dan ditinggalkan di pesisir utara Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (12/10/2021). Pesisir utara Jawa saat ini menghadapi persoalan lingkungan dari hilangnya kawasan mangrove, abrasi, hingga dampak perubahan iklim.

Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmen Indonesia mengatasi perubahan iklim, berbasis keseimbangan menjaga alam dengan pembangunan.

Hal itu disampaikan dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk Kebijakan Hijau Eropa dan Iklim Frans Timmermans di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/10/2021). Pertemuan menjelang Konferensi Para Pihak (COP) 26 yang akan berlangsung di Glasgow, Skotlandia, 31 Oktober-12 November 2021, bisa bermakna banyak.

Pertama, dunia internasional menghargai posisi strategis Indonesia sebagai salah satu pemilik hutan dan ekosistem mangrove terbesar dunia. Menurut laporan Murdiyarso dan kawan-kawan (2015), diperkirakan 3,14 miliar ton karbon tersimpan dalam hutan mangrove Indonesia sehingga berperan penting dalam program penurunan emisi.

Demikian pula dengan hutan hujan tropis yang berperan menjadi paru-paru dunia: menyerap karbon dan menghasilkan oksigen dalam proses fotosintesis.

Kedua, bisa jadi Timmermans mengingatkan kembali janji Indonesia untuk turut menjadi bagian dari solusi perubahan iklim, yang semoga juga menawarkan bantuan kerja sama sebagai konsekuensi untuk mewujudkannya.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/t8uIxV3sw9RxGhDaf0V0psfwp30=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F4e5f11dc-509c-41f9-b5f4-a2942b279af2_jpg.jpgKOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Bentang alam yang asri di Desa Paau, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin (20/9/2021). Masyarakat Banjar di Paau setahun sekali menggelar acara adat Seserahan Hutan sebagai bentuk syukur terhadap hasil alam atau hutan dan komitmen mereka menjaga hutan.

Seperti kita ketahui, perubahan iklim terjadi karena suhu Bumi yang terus meningkat, seiring Revolusi Industri abad ke-18. Meski industri bergerak lebih cepat, ada dampak negatif berupa ekstraksi masif bahan bakar fosil, menghasilkan emisi karbon yang terjebak di atmosfer, memerangkap panas matahari, dan akhirnya meningkatkan suhu Bumi.

Laju pemanasan global telah meningkatkan suhu mendekati titik kritis, 1,5° celsius di atas era praindustri, yang berdampak pada mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan air laut, dan perubahan iklim. Semua mengancam kehidupan karena akan menenggelamkan pulau-pulau kecil, merendam kawasan pesisir, mengubah siklus kehidupan, dan merusak pola pertanian yang terkait dengan ketersediaan pangan.

Dengan demikian, komitmen untuk mengatasi perubahan iklim menjadi penting. Penurunan emisi karbon ditargetkan mencapai 40 persen tahun 2030 dengan mengakhiri penggunaan fosil dan berganti energi baru dan terbarukan, menghapus kendaraan sumber polutan, konservasi mangrove, serta menghambat laju pembalakan hutan.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/DTpxQPiNiehpJ1f9wegNteaRUtE=/1024x661/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2Fa74b9ae1-03b1-4f6a-aa34-44283b3b00dd_jpg.jpgKOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas memeriksa secara rutin panel surya di PLTS Papagarang di Pulau Papagarang, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (1/10/2021).

Indonesia menargetkan proporsi energi baru terbarukan mencapai 23 persen pada 2025 dan penurunan emisi karbon 29 persen tahun 2030. Kenyataannya, saat ini penggunaan energi baru terbarukan baru 12 persen. Menurut Laporan Penandaan Anggaran Terkait Iklim Kementerian Keuangan, rata-rata alokasi anggaran 2016-2020 untuk menangani perubahan iklim Rp 89,6 triliun per tahun, jauh dari proyeksi kebutuhan dana Rp 266,25 triliun kurun 2018-2030.

Oleh karena itu, Indonesia perlu membuat skema rencana pendanaan ataupun skala prioritas program. Membangun kerja sama internasional menjadi penting, tidak hanya dalam hal pembiayaan, tetapi juga dalam kerangka alih teknologi.

  Kembali ke sebelumnya