Judul | Bersama Menjaga Komitmen pada Lingkungan Hidup |
Tanggal | 23 Juni 2021 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV |
Isi Artikel | ARSIP PT TOYOTA ASTRA MOTOR Infrastruktur stasiun pengisian baterai menjadi syarat mutlak keberhasilan penyediaan mobil listrik di masa depan, seperti terlihat pada EV Smart Mobility Project di Bali, Rabu (31/3/2021). Sudah 72 tahun usia hubungan bilateral Indonesia dan Inggris. Berbagai bentuk kerja sama telah terjalin. Pada April lalu Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab bahkan kembali mempertegas komitmen Inggris untuk meningkatkan hubungan kerja sama dengan Indonesia sekaligus kawasan Indo-Pasifik secara keseluruhan sesuai dengan tinjauan komprehensif Inggris terkait kebijakan luar negeri, keamanan, pembangunan, dan pertahanan Inggris. Baca juga: Peluang Baru Selepas Brexit Inggris berkeinginan memperdalam hubungan antara lain melalui peningkatan perdagangan dan investasi serta kemitraan di sektor sains, penelitian, dan pendidikan. Terkait dengan itu, Duta Besar RI untuk Inggris Desra Percaya menjelaskan, Indonesia mengajak negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Indo-Pasifik membantu memberikan pemahaman kepada Inggris agar tidak hanya melihat Indo-Pasifik dari aspek politik, pertahanan-keamanan, dan upaya menahan pengaruh China semata. ”Harus dilihat pula aspek ekonomi dan keuntungan bersama. Kami juga mengajak Inggris dalam kerangka kerja sama ASEAN Outlook of the Indo-Pacific. Di ASEAN sudah ada perubahan sedikit mengenai aplikasi Inggris sebagai rekan dialog ASEAN,” kata Desra ketika berbincang dengan Kompas, Kamis (17/6/2021). KOMPAS
Desra menyinggung upaya Inggris yang memusatkan perhatian pada isu-isu lingkungan hidup dan perubahan iklim, termasuk menargetkan emisi nol pada 2030. Inggris akan menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-26 (The 26th UN Climate Change Conference of the Parties/COP26), 1-12 November 2021, di Glasgow, Skotlandia. Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan akan hadir dalam pertemuan itu. Baca juga: Indonesia Teman Baik Inggris, Persahabatan Diperluas dan Dipererat Atase Ekonomi di Kedutaan Besar RI di London Adi Winarso menambahkan, Indonesia diundang menjadi co-chair bersama Inggris dalam inisiatif Dialog Hutan, Pertanian, dan Perdagangan Komoditas (FACT) di COP26. Pada intinya, dialog itu akan membahas cara agar komoditas hutan dan pertanian bisa bersifat berkelanjutan. Selama ini komoditas dari sektor tersebut berkontribusi pada pemanasan global dan deforestasi. ”COP26 penting untuk memastikan negara-negara anggota bisa berkontribusi menjaga pemanasan global kurang dari dua derajat,” ujar Adi. KOMPAS
Indonesia pun berkomitmen menerapkan Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) yang diputuskan dalam Kesepakatan Paris. Melalui NDC, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Baca juga: Inggris Ingin Makin Dekat dengan ASEAN Sekretaris Pertama Fungsi Ekonomi di Kedubes RI di London Anggarini Sesotyoningtyas menambahkan, untuk COP26 Indonesia mempunyai posisi yang unik karena termasuk negara G-20, tetapi juga negara berkembang. Selain menekankan tentang pembangunan ekonomi, sosial, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan, Indonesia juga mendukung Inggris yang memprioritaskan pembiayaan iklim sebesar 100 miliar dollar AS per tahun mulai 2021. ”Ini yang dibutuhkan negara-negara berkembang untuk bisa memenuhi komitmen mitigasi emisinya,” ujar Anggarini. Baterai listrik Inggris merupakan negara pertama di Kelompok Tujuh (G-7) yang berkomitmen menerapkan emisi nol-bersih pada 2050. Langkah konkretnya antara lain penghentian penjualan mobil baru berbahan bakar bensin, diesel, dan hibrida pada 2030. Setelah 2030, hanya mobil listrik yang boleh dijual. KOMPAS/PRIYOMBODO Kendaraan listrik yang mengikuti Jambore Kendaraan Listrik Nasional 2019 melintas di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019). Jambore yang diikuti kendaraan listrik produksi Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, ini menempuh jarak 900 kilometer dari Surabaya menuju Jakarta. Koordinator Penerangan dan Sosial Budaya Kedubes RI di London Hartyo Harkomoyo menjelaskan, Indonesia bisa memanfaatkan talenta diaspora Indonesia yang berada di Inggris untuk ikut memperkuat hubungan bilateral dan membangun bangsa. Ada sekitar 30 guru besar, asisten profesor, dan doktor yang mengajar berbagai bidang, termasuk kendaraan listrik. Baca juga: Menimbang Potensi Besar Nikel Indonesia Dalam payung Konsorsium Indonesia-Inggris untuk Lintas Ilmu, University of Nottingham dan Politeknik Keselamatan Jalan di Tegal pada bulan lalu menandatangani kesepakatan kerja sama pengembangan kendaraan listrik dan baterai listrik. ”Salah satu tujuan jangka menengah dan jangka panjangnya membuat purwarupa kendaraan listrik,” ujar Hartyo. Kendaraan dan baterai listrik ini membutuhkan sumber daya nikel dan kobalt. Adi mengatakan, kebutuhan Inggris akan kedua bahan baku baterai ini tinggi dan jumlah impor nikel meningkat dari 2016 ke 2019. Ini karena Inggris hendak memenuhi komitmen memproduksi baterai listrik pada tahun 2030. Selama ini Indonesia dikenal sebagai penyedia nikel dan kobalt terbesar di dunia, tetapi tidak boleh diekspor bahan mentah begitu saja, harus melalui proses pemurnian (smelter) terlebih dahulu. ”Kami berusaha membantu mencari perusahaan-perusahaan di Inggris yang terkait smelter atau kendaraan listrik,” ujarnya. KOMPAS
Selama ini, kata Kepala Pusat Promosi Investasi Indonesia London Aditia Prasta, baterai listrik belum menjadi industri yang komersial di Inggris. Mayoritas pasokan baterai listrik berasal dari negara-negara di Asia. Minat Inggris dan negara-negara di Eropa untuk masuk ke Indonesia besar. Ini sejalan dengan program Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berkomitmen pada karbon netral tahun 2060. PLN mulai tahun 2025 akan memulai proses penghentian pembangkit listrik tenaga uap. Baca juga: Menuju Produsen Baterai Kendaraan Listrik Terkuat Sejagad ”Ini membuka kesempatan lebih besar untuk investasi-investasi energi terbarukan. Banyak negara semakin sadar soal jejak karbon. Masalahnya, masih banyak produk ekspor Indonesia yang tinggi jejak karbonnya sehingga dikhawatirkan tidak ada yang mau beli,” kata Aditia. Bekerja sama dengan Inggris pasca-Brexit, kata Atase Perdagangan di KBRI London Mochamad Rizalu Akbar, membuka peluang baru bagi Indonesia karena selama ini Inggris memperoleh barang-barang dari Indonesia melalui Belanda dan negara-negara tetangga di Eropa. ”Ini jadi peluang karena Indonesia bisa ekspor langsung ke Inggris,” ujarnya. |
Kembali ke sebelumnya |