Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Menggapai Berkah Kemarau Basah
Tanggal 11 Juli 2020
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
Isi Artikel

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/HDqxxIyE2cn8vbYDyjSYpa05ZIk=/1024x684/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2F11a57d93-cd81-4239-be5d-d5e41af5c9dd_jpg.jpgKOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Faizun Anwar (24) membajak sawah dengan kedua kerbaunya di Desa Tlogorejo, Grabag, Magelang, Jawa Tengah, Senin (6/7/2020).

Salah satu grup Whatsapp yang mayoritas anggotanya petani mendadak diwarnai komentar semringah pada awal pekan ini. Foto dan video laporan pandangan mata diunggah penuh sukacita.

”Alhamdulillah, Karanganyar hujan!” tulis salah satu anggota yang menggunggah video situasi hujan deras yang mengguyur desanya.

Selain Karanganyar, hujan juga dilaporkan mengguyur wilayah lain di Jawa Tengah, seperti Sukoharjo, Wonogiri, Solo, Semarang, Pati, dan Banjarnegara; juga di Jawa Timur seperti di Jombang, Trenggalek, Tuban, Blitar, dan Sumenep; serta Majalengka di Jawa Barat.

Bagi sebagian petani, hujan di musim kemarau adalah berkah, apalagi petani padi yang usia tanamannya masih di fase vegetatif. Bagi petani berlahan tadah hujan atau irigasi nonteknis, biaya pengairan di musim gadu biasanya menguras modal lebih besar. Oleh karena itu, hujan di musim gadu biasanya disambut dengan sukacita.

Keriangan itu barangkali sejalan dengan prediksi kemarau basah tahun ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, 58,5 persen wilayah Indonesia telah masuk musim kemarau akhir Juni 2020, meliputi pesisir timur Aceh, sebagian Sumatera Utara, Riau dan Jambi bagian timur, pesisir utara Banten, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan timur, dan Jawa Timur.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/caLUC5_wwKjPfwVvFsAURH8y6bo=/1024x1515/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2F20200710-EKONOMI-9_web_90362591_1594395611.jpg

Menurut Edvin Aldrian, Profesor Meteorologi dan Klimatologi Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, fenomena solar minimum (matahari mencapai siklus bintik matahari minimum) saat pemanasan global menguntungkan iklim Indonesia. Dengan kemungkinan menghadapi kemarau basah, Indonesia berpeluang besar meningkatkan produksi pangan (Kompas, 24/6/2020).

Baca juga: Matahari ”Lockdown” bagi Ketahanan Pangan

Jika prediksi itu benar, petani akan diuntungkan karena hujan berpeluang turun sepanjang tahun. Indonesia juga memiliki kesempatan untuk meningkatkan luas area tanam dan produksi sejumlah komoditas pangan di tengah pandemi Covid-19. Hujan akan menjadi berkah tersendiri bagi petani di sejumlah wilayah di Tanah Air di tengah gangguan distribusi barang, kecenderungan proteksionisme perdagangan, perlambatan ekonomi, serta ancaman krisis pangan.

Beras merupakan salah satu komoditas yang produksinya sangat dipengaruhi situasi iklim. Kemarau panjang tahun lalu, misalnya, menggeser jadwal tanam sehingga puncak panen raya musim rendeng awal tahun ini cenderung mundur, yakni dari Februari-April menjadi Maret-Mei. Dalam kondisi normal, kemunduran jadwal tanam berisiko mengganggu produksi nasional secara tahunan.

https://kompas.id/wp-content/uploads/2020/07/20200709-H09-NSW-Rumah-Tangga-Pertanian-Perikanan-mumed_1594306864.gif

Kini, peluang mendongkrak luas tanam dan produksi cukup terbuka, apalagi sebagian sentra masih diguyur hujan. Kemarau basah berpeluang mendongkrak produksi padi yang tiga tahun terakhir turun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2020 menyebutkan, produksi Januari-Agustus 2020 diperkirakan 23,05 juta ton setara beras, turun dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang 24,46 juta ton. Produksi beras sepanjang tahun lalu (33,94 juta ton) pun lebih rendah dari produksi tahun 2018 (31,29 juta ton).

Akan tetapi, cuaca yang mendukung sejatinya hanyalah "kendaraan", sarana menggenjot produksi pangan. Para pelaku sektor ini membutuhkan "bahan bakar" utama, yakni keuntungan usaha, untuk menghidupkan mesin. Tanpa bahan bakar itu, mustahil para pelaku bakal menyalakan mesin, apalagi menjalankan kendaraan untuk mengejar tujuan.

Baca juga: Hadapi Ancaman Krisis Pangan, Prioritaskan Kesejahteraan Petani

Gairah petani, pekebun, pembudidaya, dan nelayan akan muncul jika ada peluang mendapatkan untung dari usahanya. Makin besar peluang, makin besar pula gairahnya. Oleh karena itu, jaminan harga menjadi kunci menggerakkan sektor usaha yang menyerap 34,58 juta tenaga kerja atau 27,33 persen dari total penduduk bekerja (Agustus 2019) ini.

Kini, selain memastikan petani mendapatkan harga layak, pemerintah perlu mengatur strategi. Harapannya kita bisa optimal memanfaatkan peluang. Menggapai berkah dari kemarau basah.

  Kembali ke sebelumnya