Judul | Membangun Ekosistem KUR Pertanian |
Tanggal | 27 Agustus 2021 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV |
Isi Artikel |
Pembiayaan pertanian melalui kredit usaha rakyat (KUR) sektor pertanian kembali menjadi perhatian serius, bahkan dibahas secara khusus pada Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) 26 Juli 2021. Sampai akhir Juli 2021, penyaluran KUR pertanian telah mencapai Rp 43,6 triliun atau 62,3 persen dari target Rp 70 triliun pada tahun 2021. Sektor pertanian diharapkan terus mencatat pertumbuhan positif. Pada triwulan I-2021, misalnya, sektor pertanian tumbuh 2,95 persen (year on year/yoy) dan menjadi bantalan dari resesi ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 hampir satu setengah tahun ini. Sektor pertanian telah memberikan tambahan pekerjaan bagi kaum urban yang terpaksa “kembali” ke perdesaan dan terlibat dalam sektor pertanian. Fenomena ruralisasi ini terlihat dari peningkatan tenaga kerja pertanian yang naik signifikan, dari 36,71 juta (27,53 persen) pada Agustus 2019 menjadi 41,13 juta (29,76 persen) pada Agustus 2020. Akan tetapi, peningkatan tenaga kerja dari perkotaan ini menjadi tambahan beban bagi pertanian, karena produktivitas tenaga kerja pertanian rendah. Tambahan modal melalui KUR pertanian diharapkan mampu menggenjot produktivitas, sekaligus meningkatkan inovasi dan adopsi perubahan teknologi produksi dan pascapanen. KUR Pertanian sebaiknya juga membiayai sektor tengah dan hilir, bukan hanya sektor produksi di hulu (on-farm), tapi juga pada pasca-panen dan pengolahan (off-farm), yang mampu memberikan tambahan nilai tambah bagi petani. Oleh karena itu, pembangunan ekosistem KUR Pertanian amat diperlukan, seperti dijelaskan pada artikel ini, berikut pembagian tugas dan peran yang jelas pada setiap instansi dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat.
Landasan teori dan kebijakan Landasan teori KUR Pertanian adalah peningkatan dan perluasan akses pembiayaan kepada pelaku usaha sektor pertanian, dengan bunga rendah atau subsidi bunga oleh pemerintah. KUR diharapkan bisa meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro dan kecil sektor pertanian, meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan berkontribusi pada pertumbuhan atau pemulihan ekonomi nasional. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2021 tentang Fasilitasi KUR Sektor Pertanian Kebijakan KUR Pertanian menyebutkan penggunaan KUR mencakup untuk modal usahatani, dari hulu sampai hilir, bahkan dapat digunakan untuk pembelian alat dan mesin pertanian (alsintan), termasuk pengolahan hasil pertanian. KUR Pertanian meliputi hampir semua subsektor pertanian, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan lain-lain. Ketentuan yang lebih umum tentang KUR berpedoman pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Syarat teknis yang perlu dipenuhi untuk memperoleh KUR Pertanian adalah (a) memiliki lahan garapan produktif; (b) menyusun rancangan pembiayaan anggaran; dan (c) memenuhi syarat Bank Indonesia, misalnya BI-Checking atau tidak tersangkut pinjaman lain dari sektor perbankan. TANGKAPAN LAYAR DARI KANAL YOUTUBE SEKRETARIAT PRESIDEN Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat memberikan keterangan terkait rapat terbatas mengenai kredit usaha rakyat pertanian, Senin (26/7/2021). Realisasi KUR Pertanian tahun 2021 tertinggi terjadi pada subsektor Perkebunan (35,18 persen), disusul Tanaman Pangan (26,34 persen), Peternakan (18,57 persen), Hortikultura (12,56 persen), Usaha Tani Campuran (6,21 persen), dan Jasa Pertanian (1,14 persen). Realisasi KUR Pertanian tahun 2021 didominasi oleh BRI (67,60 persen), disusul Bank Mandiri (14,42 persen), BNI (10,75 persen) dan bank lain termasuk BPD (7,23 persen). Realisasi KUR Pertanian 2021 tertinggi berada di Pulau Jawa (53,4 persen), disusul Sumatera (34,3 persen), Sulawesi (11,0 persen), Kalimantan (5,7 persen), Bali dan Nusa Tenggara (4,9 persen) dan Maluku dan Papua (0,8 persen). Hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa pada masa pandemi Covid-19 ini, KUR Pertanian merupakan kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu 19,36 persen dibandingkan kredit pada sektor lain. Namun demikian, kredit macet (NPL) sektor pertanian juga mengalami kenaikan dari 2,25 persen pada bulan Juni 2020 menjadi 2,37 persen pada Juni 2021.
Perbaikan ekosistem Perbaikan ekosistem KUR Pertanian dapat diarahkan untuk mendukung transformasi pertanian Indonesia untuk maju, modern dan berkelanjutan melalui inovasi baru dan perubahan teknologi. Dukungan penelitian dan pengembangan (R&D), mekanisasi pertanian, pertanian presisi, teknologi digital, biologi-kimiawi dan bioteknologi modern, rekayasa genetika, dan lain-lain. Suatu simulasi yang dilakukan Kementerian Pertanian (2021) menunjukkan bahwa total uang muka yang dibutuhkan melalui KUR pertanian adalah Rp 19,14 triliun, yang dapat digunakan untuk pembiayaan traktor roda empat, roda dua, pompa air, transplanter, combined harvester, pengering dan lain-lain. Perkiraan kebutuhan anggaran untuk intensifikasi dan pertanian presisi dapat mencapai 2-3 kali lipat. Perbaikan ekosistem KUR Pertanian dapat juga diarahkan pada pendekatan kluster dari hulu, tengah dan hilir, dengan menekankan pada dimensi permintaan, penyiapan pembeli siaga (off-taker) dalam suatu market-driven approach (pendekatan berbasis pasar). Pengembangan ekosistem tersebut dapat menggunakan konsep kemitraan inklusif antara petani, off-takers, lembaga keuangan, industri benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain dalam suatu closed-loop system (sistem kontrol lingkar tertutup). Petani tidak harus mencari pasar atau pedagang pengumpul, karena off-takers telah siap menampung berapa pun produknya, sepanjang memenuhi kriteria-spesifikasi yang telah ditetapkan dan disetujui bersama. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dunia usaha perlu saling bekerja sama untuk mengembangkan ekosistem KUR Pertanian ini. Baca juga : Menimbang Pendirian Bank Pertanian Model bisnis kemitraan inclusive closed-loop system ini telah dilaksanakan di sektor hortikultura dalam setahun terakhir, khususnya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tahun 2021 ini, pengembangan ekosistem ini mulai dilakukan di Kabupaten Sukabumi, dan akan menyusul di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ngada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengembangan ekosistem ini sebenarnya bukan hal baru, karena masyarakat Indonesia telah memiliki akar kelembagaan gotong royong dan basis modal sosial yang cukup kuat. Petani champions atau tokoh masyarakat setempat yang visioner, luwes, dan cerdas amat dibutuhkan untuk mengembangkan ekosistem KUR Pertanian dan strategi pembangunan pertanian secara umum. Penyerapan KUR Pertanian masih didominasi sektor hulu on-farm karena dianggap lebih mudah diakses petani dan tidak memerlukan agunan. KUR Pertanian untuk mendukung transformasi pertanian, mekanisasi dan pertanian presisi dengan plafon di atas Rp 500 juta sebenarnya dapat diakses, sepanjang para petani berserikat membentuk kelompok usaha. Petani champions dan tokoh masyarakat berperan sentral dalam mengembangkan jembatan dan jejaring (networks) antara petani, stakeholders, perbankan, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan lain-lain. Baca juga : Daya Serap Tinggi, KUR Pertanian Perlu Dinaikkan Terakhir, keberlanjutan KUR Pertanian tidak hanya tergantung pada ketersediaan subsidi bunga dari pemerintah atau literasi keuangan dan literasi bisnis di kalangan petani, tetapi juga pada sistem pembiayaan perdesaan atau sistem keuangan mikro yang berkelanjutan. KOMPAS Bustanul Arifin Beberapa inisiatif pengembangan kelembagaan berikut ini dapat menjadi opsi strategi, seperti simpanan perdesaan, pinjaman kepada kelompok, akuntabilitas kelompok untuk pengembalian pinjaman, perbaikan sistem insentif berbasis kinerja pada lembaga keuangan mikro, dan lain-lain. Bustanul Arifin Guru Besar UNILA, Ekonom INDEF, Ketua Umum PERHEPI |
Kembali ke sebelumnya |