Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Kegiatan Ekonomi di Lahan Gambut Tekan Potensi Karhutla
Tanggal 01 September 2020
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
Isi Artikel

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/_p3w-XqRxW8CaqdNgcl_Kts056Q=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F20200911RAM-Hasil-Dari-Lahan-Gambut-II_1599812039.jpegKOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Kerajinan Purun dari Desa Menang Raya di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (11/9/2020). Dengan memanfaatkan purun, yakni tanaman khas gambut, masyarakat akan menjaga kawasan gambut agar tidak terbakar.

PALEMBANG, KOMPAS — Keberadaan Desa Peduli Gambut dinilai efektif menekan risiko kebakaran lahan di kawasan gambut. Ketika masyarakat sudah mendapatkan manfaat ekonomi dari lahan gambut tersebut, maka angka kebakaran lahan dapat ditekan.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead ketika mengunjungi pameran hasil petanian dari lahan gambut di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (11/9/2020).  Dari hasil pengamatan pada kebakaran lahan tahun 2019, luas lahan yang terbakar di kawasan DPG tidak lebih dari 4 persen.

”Memang tidak bisa zero (nol), tetapi setidaknya bisa mengurangi risiko kebakaran,” ucapnya.

Ini membuktikan, lanjut Nazir, intervensi dari sejumlah pihak untuk mencegah kebakaran terbukti efektif. Baik melalui sistem pembasahan, penanaman kembali, dan revitalisasi ekonomi di desa tersebut. Hingga saat ini, ada 590 desa peduli gambut (DPG) yang dibina oleh BRG dengan luas lahan sekitar 4,5 juta hektar.

Kepala Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Suparedy, DPG yang produk desanya dipamerkan dalam pameran itu, mengatakan, setelah desanya membentuk masyarakat peduli api, sejak 2016 sampai sekarang, kebakaran lahan di lahan gambut bisa ditekan.

”Kalaupun masih ada, hanya berupa spot-spot dan tidak sampai menyebar,” ucapnya.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/0TkJT3A1-8O8DEueOW9vubSi4xo=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F20200911RAM-Hasil-Dari-Lahan-Gambut-III_1599812044.jpegKOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Kerajinan Purun dari Desa Menang Raya di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (11/9/2020). Dengan memanfaatkan purun, yakni tanaman khas gambut,  masyarakat akan menjaga kawasan gambut agar tidak terbakar.

Suparedy mengatakan, desanya merupakan salah satu desa yang menjadikan gambut sebagai sumber penghidupan. Sebagian besar masyarakatnya memanfaatkan purun untuk dijadikan bahan baku produk rumah tangga.

”Kerajinan membuat purun sudah ada sejak dulu,” ucapnya. Namun produksinya hanya terbatas pada tikar. Kini produk berbahan baku purun berkembang menjadi bakul, tas, rompi, dan produk rumah tangga lainnya. Pendapatan masyarakat pun meningkat, dari yang sebelumnya Rp 10.000 per hari sekarang bisa Rp 30.000 per hari.

Pendapatan masyarakat pun meningkat, dari yang sebelumnya Rp 10.000 per hari sekarang bisa Rp 30.000 per hari. (Suparedy)

Hanya saja, memang dalam pelaksanaannya, perajin masih terkendala pemasaran. ”Memang butuh lebih banyak jaringan sehingga produk ini bisa dikenal banyak orang,” katanya.

Oleh karena itu, keberadaan purun menjadi sangat penting di desanya karena mendatangkan penghidupan. ”Sebisa mungkin jangan sampai ada kebakaran. Jika kebakaran terjadi, dalam waktu 5-7 bulan ke depan bahan baku untuk membuat kerajinan purun pun sulit didapat,” kata Suparedy.

Baca juga : Kebakaran Lahan di Sumsel Memasuki Lahan Gambut

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/cfCg5cF56RQIRI-odPwYdBpvO3g=/1024x2128/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F06%2F20200605-H8-LHR-Desa-peduli-gambut-mumed_1591371611.png

Dilanjutkan

Melihat fakta kebakaran di DPG bisa ditekan, Nazir mengatakan, pengembangan DPG perlu dilanjutkan. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan untuk membantu petani di kawasan gambut karena mereka hidup dalam keterbatasan.

Lahan gambut yang ditinggali petani tidak sesubur lahan vulkanik. Warga juga terkendala infrastruktur karena biaya untuk membangun jalan jauh lebih mahal dibandingkan pembangunan jalan di atas lahan mineral. ”Untuk itu, petani di lahan gambut harus terus dibantu agar bisa sejahtera,” ucapnya.

Petani di lahan gambut harus terus dibantu agar bisa sejahtera. (Nazir Foead)

Bantuan yang dimaksud bisa di berbagai sektor, mulai dari sektor peternakan, pertanian, perikanan, dan perkebunan. Ketika masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi, maka mereka akan merawat lahan gambut tersebut.

Nazir mengatakan, ke depan bantuan akan lebih masif lagi. Bantuan diberikan bukan hanya per desa, melainkan mengendepankan kawasan. ”Ke depan, program pembasahan, penanaman kembali, dan revitalisasi akan berbasis Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) tujuannya agar langkah restorasi bisa lebih menyeluruh,” ucapnya.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/D7r4qrU9gTBw-rn93E2GhhocuKA=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F20200911RAM-Hasil-Dari-Lahan-Gambut_1599812051.jpegKOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Madu hutan yang didapat dari kawasan gambut dipamerkan di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (11/9/2020). Dengan memanfaatkan lahan gambut sebagai sumber penghidupan, masyarakat akan menjaga kawasan gambut agar tidak terbakar.

Kepala Sub-Pokja Sumatera Selatan Badan Restorasi Gambut Onesimus Patiung mengatakan, Sumsel memiliki lahan gambut seluas 1,2 juta hektar atau 9,3 persen dari total lahan gambut di tujuh provinsi di Indonesia yang direstorasi. ”Adapun luas lahan yang direstorasi di Sumsel mencapai 656.884 hektar.

Berdasarkan data BRG, dari 590 DPG di Indonesia, sekitar 81 desa di antaranya ada di Sumsel. Di desa tersebut, ada 66 paket program revitalisasi ekonomi dengan nilai Rp 12,3 miliar yang mencakup industri pengolahan, budidaya ikan, budidaya tanaman semusim, peternakan, dan pariwisata.

Produk yang dihasilkan desa beragam, seperti  kerajinan dari purun, madu hutan, kopi liberika, beras merah, keripik buah naga, minyak wangi, dan minyak goreng dari kelapa.

Baca juga : Lahan Gambut di Sumsel Makin Kritis

  Kembali ke sebelumnya