Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Angkutan Perintis Belum Optimal, Kolaborasi Dinilai Mendesak
Tanggal 03 Nopember 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Pemerintah tidak dapat berjalan sendiri untuk mengoptimalkan angkutan perintis. Selain kolaborasi antarkementerian, perlu ada pelibatan swasta.

Oleh REBIYYAH SALASAH

JAKARTA, KOMPAS – Penyelenggaraan angkutan perintis untuk meningkatkan konektivitas antardaerah dinilai belum optimal. Penyebabnya antara lain performa armada yang kurang maksimal dan faktor muat yang kecil. Oleh karena itu, kolaborasi antarkementerian maupun pemerintah dan swasta dinilai mendesak dilakukan untuk mengatasi problem tersebut.

Angkutan perintis merupakan angkutan orang dengan menggunakan kendaraan bermotor umum yang menghubungkan wilayah tertentu yang tidak tersedia atau belum cukup tersedia moda transportasi darat. Dalam penyelenggaraannya, angkutan perintis dioperasikan Perum Damri selaku BUMN yang memenangkan kontrak lelang setiap tahunnya.

Penata Kelola Perusahaan Negara Muda Kementerian BUMN Setyo Puji Hartono menyatakan, Damri terkendala beragam masalah dalam pelayanan angkutan perintis. Armada, misalnya, tidak bisa berfungsi maksimal lantaran usia teknis yang sudah lewat. Kendaraan juga mudah rusak karena melewati medan yang tidak beraspal, berlumpur, dan terjal.

“Pendapatan Damri juga terus menurun setiap tahunnya. Pada 2019, Damri mampu meraup mendapatan Rp 1,2 triliun. Pendapatan Damri menurun menjadi Rp 738 miliar pada 2020 dan Rp 638 miliar pada 2021,” kata Setyo dalam Diskusi publik "Pengembangan Angkutan Perintis sebagai Peluang Peningkatan Konektivitas Pembangunan" yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi (Instran) secara daring, di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Seyto menambahkan, penurunan pendapatan itu dipengaruhi oleh faktor muat yang kecil. Faktor muat menunjukkan perbandingan jumlah penumpang dan daya tamping kendaraan. Menurut standar yang ditetapkan Direktorat Jendral Perhubungan Darat, nilai faktor muat adalah 70 persen dan sisanya untuk mengakomodasi kemungkinan lonjakan penumpang. Namun, untuk angkutan perintis, nilainya bahkan tidak sampai 30 persen lantaran penumpangnya sedikit.

Potret angkutan perintis DAMRI yang dipaparkan dalam diskusi publik "Pengembangan Angkutan Perintis sebagai Peluang Peningkatan Konektivitas Pembangunan" yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi (INSTRAN), di Jakarta, Rabu (2/11/2022)

REBIYYAH SALASAH

Potret angkutan perintis DAMRI yang dipaparkan dalam diskusi publik "Pengembangan Angkutan Perintis sebagai Peluang Peningkatan Konektivitas Pembangunan" yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi (INSTRAN), di Jakarta, Rabu (2/11/2022)

Dalam acara yang sama, Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Suharto juga menyampaikan soal kendala armada. Menurut dia, hal itu karena Kemenhub tidak lagi mengintervensi pengadaan armada dengan dana yang bersumber dari APBN sejak tahun 2016. Damri pun akhirnya mengupayakan armadanya sendiri dan mengoperasikan kendaraan yang sudah melewati usia teknis.

Suharto mengatakan, saat ini ada 597 armada angkutan perintis yang melayani 336 trayek di 32 provinsi. Trayek angkutan perintis meningkat setiap tahunnya. Dari 2015 hingga 2022, pertumbuhan trayek sebesar 6,54 persen. Namun, pertumbuhan itu tidak diiringi peningkatan jumlah armada.

“Penyelenggaraan keperintisan ini banyak suka dukanya. Jalurnya tidak senyaman yang diharapkan karena kondisi topografi dan cuaca wilayah. Kadang, saat cuaca buruk, tidak bisa dilintasi. Selain itu, kendaraan juga sulit mendapatkan bahan bakar minyak (BBM),” ujar Suharto.

Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, kolaborasi harus dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi penyelenggara angkutan perintis. Salah satunya kolaborasi antarperusahaan BUMN.

Untuk membantu DAMRI, misalnya, perusahaan BUMN lain dapat menyediaan bus di sekitar wilayah perusahaan sebagai program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Selain itu, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan BUMS untuk pengadaan bus sebagai bentuk corporate social responsibilty (CSR).

Paparan soal posisi keperintisan dalam kinerja DAMRI dalam diskusi publik "Pengembangan Angkutan Perintis sebagai Peluang Peningkatan Konektivitas Pembangunan" yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi (INSTRAN), di Jakarta, Rabu (2/11/2022)

REBIYYAH SALASAH

Paparan soal posisi keperintisan dalam kinerja DAMRI dalam diskusi publik "Pengembangan Angkutan Perintis sebagai Peluang Peningkatan Konektivitas Pembangunan" yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi (INSTRAN), di Jakarta, Rabu (2/11/2022)

Djoko menambahkan, kolaborasi juga perlu diselenggarakan semua pemangku kebijakan, baik antar-kementerian maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Usulan kolaborasi juga disampaikan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio. Secara khusus, dia menyampaikan, perusahaan-perusahaan sawit dan pertambangan perlu didorong untuk tanggung jawab dalam hal transportasi. Mereka harus memilih antara perbaikan jalan atau penyediaan armada.

"Masyarakat sangat memerlukan transportasi. Soal anggaran atau subsidi, nanti bisa dihitung. Daripada uangnya untuk Ibu Kota Negara (IKN), mending untuk transportasi. Namun, yang paling utama, pemerintah harus niat. Setelahnya, harus ada peraturan, baru turun kebijakan," ujar Agus.

Terkait usulan tersebut, Suharto setuju untuk dilakukan sinergi atau kolaborasi antar-kementerian dan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Sebab, menurut dia, keperintisan bukan hanya tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan.

Suharto mencontohkan, penyediaan angkutan untuk trayek yang berada di jalan nasional merupakan wewenang Kementerian Perhubungan. Namun, perlu ada angkutan penumpang untuk menuju jalan nasional tersebut. Untuk itu, peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan.

"Saat ini, urusan transportasi masih urusan pilihan bagi pemerintah daerah. Kami mendorong ada semacam klausul dari Kementerian Dalam Negeri untuk membuat urusan ini jadi urusan wajib sehingga penyelenggaraan angkutan perintis ini dapat dilakukan bersama," ujarnya.

  Kembali ke sebelumnya