Judul | JAJAK PENDAPAT KOMPAS : Rakyat Merindukan Wakil Rakyat yang Merakyat |
Tanggal | 17 Oktober 2022 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 3 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan |
Isi Artikel | Keberadaan wakil rakyat di parlemen masih dipandang terlalu berjarak dengan rakyat. Kinerja dan legislator cenderung dinilai publik belum maksimal memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Mendekatkan diri pada kepentingan rakyat menjadi kunci menguatkan performa lembaga perwakilan rakyat. Hari Parlemen Nasional yang diperingati 16 Oktober menjadi momentum meneguhkan sekaligus merefleksikan kerja-kerja Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yang diamanahi konstitusi untuk membentuk undang-undang, pengawasan terhadap pemerintah, dan fungsi anggaran. Hanya saja, sejauh ini lembaga ini cenderung masih dipandang sebelah mata oleh publik. Citra DPR dalam sejumlah survei tatap muka yang dilakukan Litbang Kompas memperlihatkan angkanya jauh di bawah citra lembaga-lembaga negara lainnya. Mengutip survei tersebut, pada Januari 2022 citra DPR berada di angka 62,2 persen. Capaian ini tercatat tertinggi selama tujuh tahun terakhir. Padahal, sebelumnya, citra DPR umumnya berada di bawah 50 persen. Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama. Hasil survei Kompas pada Juni 2022 mencatat, citra DPR kembali menurun di angka 48,1 persen. Terakhir, di survei tatap muka Oktober 2022, citra DPR kembali tergerus menjadi 44,4 persen. Kendati citra DPR di mata publik menurun, parlemen tetap menjadi elemen penting bagi demokrasi. Masyarakat membutuhkan parlemen untuk mengarahkan negara menapaki masa depan yang lebih baik lewat fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Di tataran global, fungsi parlemen semakin dibutuhkan di tengah situasi ketidakpastian dan kecemasan pada krisis. Perserikatan Bangsa-Bangsa turut menyerukan parlemen setia pada tugas memastikan adanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan memastikan cara jitu merespons harapan masyarakat. Namun, hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada awal Oktober 2022 merekam, mayoritas responden (78,7 persen) menilai DPR belum memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Bahkan, sepertiga di antaranya menilai lembaga perwakilan rakyat ini belum mengakomodasi sama sekali pendapat masyarakat. Tidak heran jika kemudian DPR masih dipandang sebagai lembaga yang tak terjangkau oleh masyarakat. Sikap publik ini memberikan sinyal bagi DPR untuk lebih menunjukkan keberpihakan dan kedekatannya dengan rakyat. Bagaimanapun persoalan mendasar terkait fungsi lembaga perwakilan adalah bagaimana berpijak dan bergerak atas aspirasi rakyat yang mereka wakili. Upaya DPR membuka saluran penyerapan aspirasi kepada rakyat sebenarnya juga sudah dilakukan. Sejumlah langkah sudah diambil secara kelembagaan dengan membuka akses kepada publik untuk menyalurkan aspirasinya. Salah satunya dengan memanfaatkan ekosistem digital. Saat ini, sejumlah jalur komunikasi yang telah dibuka DPR tersebar di berbagai platform. Dalam penyampaian aspirasi terkait legislasi atau penyusunan undang-undang, misalnya, masyarakat dapat memberikan respons melalui laman daring www.dpr.go.id/uu/feedback. KOMPAS/RADITYA HELABUMI Suasana rapat dengar pendapat umum Komisi II DPR dengan sejumlah pihak terkait pemekaran daerah otonomi baru di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Sementara itu, kanal komunikasi dengan mengirimkan pesan juga dibuka melalui laman Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI di https://pusatpuu.dpr.go.id/kontak. Laman ini merupakan bagian dari Partisipasi Masyarakat dalam Perancangan Undang-Undang (Simas PUU) sebagai wadah untuk menampung partisipasi masyarakat merespons perancangan penyusunan naskah akademik dan draf rancangan undang-undang (RUU). Diseminasi informasi terkait kegiatan DPR juga disampaikan melalui platform penyiaran dan media sosial. Harapannya, melalui upaya tersebut, DPR mampu memberikan jembatan yang baik antara rakyat dan wakil rakyat—bukan sekadar pencitraan—demi memperkuat demokrasi dan memberikan ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik. Akuntabilitas DPR dengan fungsi anggaran memiliki peran memberikan pertimbangan dan persetujuan atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemindahtanganan aset negara, dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain tugas tersebut, akuntabilitas DPR juga disorot atas transparansi pengelolaan anggaran lembaga. Dalam hal ini, kurang dari seperlima responden yang menganggap fungsi anggaran telah dilakukan transparan. Tujuh dari 10 responden masih meragukan akuntabilitas DPR dalam fungsi anggaran ataupun pengelolaan anggaran. Meski demikian, ada sedikit peningkatan kepercayaan publik dalam bidang ini dibandingkan dengan jajak pendapat tahun lalu. Pada jajak pendapat Oktober 2021, baru 11,3 persen responden yang menyebut pengelolaan dana DPR transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, DPR belum mendapatkan kepercayaan publik dalam hal semangat memerangi korupsi. Sebanyak 64,7 persen responden tak yakin anggota DPR bebas korupsi. Angka keraguan pada kredibilitas DPR ini makin tinggi jika digabungkan dengan 21,8 persen yang kurang, yakin DPR antikorupsi. Artinya, 9 dari 10 responden belum melihat DPR bebas dari korupsi. Tidak hanya besar, angka ketidakpercayaan ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu. Jajak pendapat pada awal Oktober 2021 merekam 19,8 persen percaya pada integritas DPR. Kini, hanya 10,4 persen responden berpendapat demikian. Data Komisi Pemberantasan Korupsi 2021, misalnya, bisa memperkuat persepsi publik soal integritas ini. Dari 127 tersangka kasus korupsi di 2021, sebanyak 30 (38,1 persen) di antaranya berasal dari anggota legislatif, baik di DPR maupun DPRD. Salah satu jalan untuk mendongkrak performa integritas lembaga legislatif adalah dengan membuktikan kinerja di hadapan publik. Sayangnya, setali tiga uang, penilaian publik terhadap kinerja lembaga perwakilan rakyat ini juga belum menunjukkan sinyal positif. Sebanyak 48,2 persen responden jajak pendapat masih memberikan penilaian kurang baik. Sementara itu, komposisi responden yang menilai baik kinerja DPR disampaikan oleh 36 persen responden. Sebagian malah menyebutkan lebih baik daripada tahun sebelumnya. Proporsi ini tentu menjadi alarm bagi DPR untuk memperbaiki kinerja dalam fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan tentu saja dalam menyerap dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Pada akhirnya, DPR perlu membuktikan adanya akselerasi kinerja sebagai bagian dari pertanggungjawabannya kepada publik. Sampai pertengahan tahun ini saja, DPR baru menetapkan 30 persen dari target 40 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2022. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang mau tidak mau membebani DPR menjelang akhir tahun 2022. Sebuah tantangan yang tidak ringan bagi DPR untuk meningkatkan kinerja. Belum lagi di tahun politik menjelang Pemilu 2024, perhatian anggota legislatif akan terbagi dengan agenda-agenda mempersiapkan kontestasi di pemilu tersebut. Namun, setidaknya ada modal sosial bagi DPR untuk merebut kepercayaan masyarakat. Ada 43,6 persen responden yang meyakini kinerja DPR akan membaik di masa mendatang. Hal ini sekaligus menjadi potret harapan publik pada anggota legislatif. Sebuah harapan yang sebenarnya ingin mengembalikan DPR lebih merakyat, mengembalikan kembali lembaga legislatif ini ke marwahnya, seperti slogan yang dipakainya, yakni ”DPR Hebat Bersama Rakyat”. Editor:
ANTONY LEE
|
Kembali ke sebelumnya |