Judul | Kian Mendesak, Revisi UU Migas Ditargetkan Dibahas 2023 |
Tanggal | 10 Januari 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VII |
Isi Artikel | Menurut Statistik Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, realisasi ”lifting” minyak Indonesia terus menurun dari 829.000 barel per hari pada 2016 menjadi 660.300 barel per hari pada 2021. Iklim investasi perlu diperbaiki. Oleh ADITYA PUTRA PERDANA
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat tetap berencana membahas Rancangan Undang-Undang tentang perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi meski tidak masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2023. Revisi undang-undang tersebut dirasa semakin mendesak guna memperbaiki iklim investasi hulu migas di Indonesia. Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (15/12/2022), DPR RI menyetujui 39 RUU untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023. Pada bidang energi dan sumber daya mineral (ESDM), yang masuk dalam prioritas hanya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, Selasa (10/1/2023), mengatakan, pihaknya bermaksud melanjutkan pembahasan revisi UU Migas pada 2023 sebagai usul inisiatif DPR. Bagaimanapun, revisi UU Migas dinilai penting dan mendesak untuk segera dibahas dan diselesaikan. ”Banyak halhal penting terkait dengan iklim investasi hulu migas. Misalnya, kelembagaan badan pelaksana hulu migas, yang sekarang SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi), yang masih lembaga sementara. Juga terkait kemudahan dan insentif terkait investasi di era industri migas yang semakin sunset (terbenam),” ujarnya. Baca juga: Sederet Masalah Hambat Investasi Hulu Migas Saat ini, imbuh Mulyanto, RUU EBET memang lebih maju karena segera masuk pembahasan tingkat I bersama pemerintah. Sementara revisi UU Migas baru pembahasan awal di internal Komisi VII DPR. Namun, menurut dia, pembahasan akan paralel. ”Kalau RUU EBET dapat kita selesaikan, revisi UU Migas ini akan majukan ke Prolegnas 2023,” katanya Berdasarkan informasi pada laman DPR RI, RUU Migas terdaftar dalam Prolegnas 2020-2024, tetapi hingga 10 Januari 2023 statusnya masih terdaftar. Sementara RUU EBET, sejak 14 Juni 2022, kemajuannya sudah ditetapkan usul DPR. Bahkan, pada Desember 2022 pemerintah telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU itu kepada Komisi VII DPR. Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, menuturkan, pengesahan RUU Migas sangatlah penting bagi investasi hulu migas. Itu termasuk kejelasan status SKK Migas, yang memegang peranan penting dalam industri itu. Juga berkait dengan kepastian hukum. ”(RUU itu) seharusnya akan merevisi SKK Migas. Statusnya (sebatas satuan kerja) di bawah Kementerian ESDM. Padahal, perannya sangat penting dalam mewakili negara untuk menandatangani kontrak dengan para investor. RUU Migas ini (diusulkan) sudah sejak lama, bertahun-tahun, tetapi belum tuntas. Harus didesak agar RUU Migas ini segera diundangkan,” katanya. Baca juga: Kendala Investasi Energi Terbarukan Senada, ahli teknik perminyakan yang juga Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (BP Migas) periode 2005-2008, Kardaya Warnika, juga berpendapat, RUU Migas harus segera diselesaikan. Pasalnya, selama ini berlarut dan berdampak pada ketidakpastian. Saat ada berita UU hendak diubah, investor akan cenderung diam, menunggu UU baru. ”Itulah kenapa iklim investasi di kita tidak begitu kondusif dan investasi di bidang migas melorot terus. Kalah dengan negara-negara lain. (Perubahan) undang-undangnya sudah geger sekitar 10 tahun lalu, tetapi enggak diganti-ganti. Tidak pasti. Sementara investasi migas yang nilainya bisa puluhan miliar dollar AS, jangka waktunya lama. Siapa yang mau investasi, tetapi tidak tahu bagaimana undang-undangnya nanti,” ucap Kardaya. Berdasarkan data Statistik Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, realisasi produksi siap jual (lifting) minyak Indonesia terus menurun, yakni 829.000 barel per hari (2016), 804.000 barel per hari (2017), 778.000 barel per hari (2018), 746.000 barel per hari (2019), 706.700 barel per hari (2020), dan 660.300 barel per hari (2021). Per triwulan III-2022, lifting minyak 610.100 barel per hari. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo berharap kenaikan produksi migas. Di Blok Rokan, yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan sejak 2021, misalnya, meski ada peningkatan dari 158.000 barel per hari menjadi 166.000 barel per hari, Presiden meminta lebih. Bahkan, diharapkan secara bertahap bakal mencapai 400.000 barel per hari. Investasi besar diperlukan (Kompas.id, Jumat, 6/1). Duduk bersama Sebelumnya, melalui keterangan tertulis, Selasa (27/12/2022), Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, pemerintah siap mengajukan usulan terakit revisi UU Migas, dengan sejumlah perbaikan, seperti terkait perizinan dan kemudahan berusaha. Revisi aturan itu diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi migas. ”Kami telah membahas beberapa kali juga bersama dengan Badan Keahlian DPR RI dan SKK Migas. Kami sangat siap untuk mengajukan rancangan ini, terutama untuk memperbaiki iklim investasi,” kata Tutuka. Pemerintah pun siap duduk bersama dengan DPR untuk membahas revisi UU Migas. Diakui Tutuka, iklim investasi hulu migas Indonesia kurang menarik jika dibandingkan negara tetangga. ”Kecepatan pengembalian modal juga kurang baik. Kita perlu perbaiki itu supaya lebih kompetitif,” ujarnya. Adapun dalam rapat dengar pendapat di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2022), salah satu kesimpulan rapat ialah Komisi VII DPR dan Dirjen Migas Kementerian ESDM bersepakat untuk segera menyelesaikan revisi UU Migas. UU tersebut akan menjadi payung hukum bagi penguatan kelembagaan dan daya tarik investasi hulu migas di Indonesia. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya juga mengatakan, investor hulu migas membutuhkan kepastian hukum untuk berani berinvestasi di Indonesia. Penyelesaian revisi UU Migas yang tak kunjung tuntas dinanti-nantikan dan nantinya akan berpengaruh terhadap aktivitas produksi migas di Indonesia. (Kompas, 24 November 2022). Baca juga: Tahun Ujian Regulasi |
Kembali ke sebelumnya |