Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Kilau Terang Pasir Kuarsa
Tanggal 02 Februari 2023
Surat Kabar Bisnis Indonesia
Halaman 4
Kata Kunci
AKD - Komisi VII
Isi Artikel

Sejumlah perusahaan telah melirik poten-si pasir kuarsa di Indonesia, termasuk salah satu korporasi yang menjadi pema-in penting dalam industri pa-nel surya di dunia. Bahkan, sejumlah perusahaan nasional juga mau membentuk konsor-sium agar bisa mengoptimal-kan potensi pasir kuarsa di Tanah Air.Potensi pasir kuarsa pun dinilai bisa mendong-krak kontribusi Indone-sia dalam upaya transisi energi dan optimalisasi pemanfaatan EBT di kan-cah global.Tidak main-main, Dir-ektorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementeri-an Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan pasir kuarsa Indo-nesia mencapai 331 juta ton, dengan total sumber daya sebanyak 25,33 miliar ton.Saat ini, cadangan pasir kuarsa terbanyak masih ada di Jawa dengan jumlah 176 juta ton, diikuti oleh Sula-wesi yang mencapai 74 juta ton, dan Sumatra 64 juta ton. (Lihat infografi k)Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa saat ini sudah banyak perusahaan yang mengincar potensi pasir kuarsa di Indonesia dengan tujuan untuk dikembangkan menjadi panel surya.“Ini modal besar, dan bisa menjadi nikel berikutnya. Jadi memang potensi besar-nya ada, dan sedang berpro-ses,” katanya dikutip Rabu (1/2).Xinyi Solar Energy Hol-ding Co. yang merupakan pemasok 40% panel surya di dunia menjadi salah satu per-usahaan yang berminat untuk mengembangkan potensi pasir kuarsa di dalam negeri. Komitmennya, perusahaan tersebut bakal membenamkan modal hingga US$3 miliar.Tidak ingin kalah cepat, Presiden Joko Widodo pun mewanti-wanti untuk sege-ra mengembangkan pasir kuarsa sebagai bahan baku panel surya di dalam negeri. Dengan potensi yang besar, kata dia, Indonesia harusnya bisa menempati posisi lebih baik dalam peringkat negara pengekspor panel surya.“Ekspor panel surya itu kita [peringkat] 31, padahal bahannya ada di sini. Ka-lau ini kita kerjakan, panel surya itu nilai tambahnya sampai dengan 194 kali,” kata Presiden dalam Man-diri Investment Forum 2023, Rabu (1/2).Presiden pun meni-lai banyak pemangku kepentingan di sektor terkait yang terlalu nya-man dengan ekspor barang mentah, sehingga Indonesia terlambat menciptakan nilai tambah dari sejumlah komo-ditas yang menjadi kekayaan Tanah Air.“Karena memang paling cepat dapat duitnya dan tidak pusing pikirannya, tinggal gali [lalu] kirim,” tegasnya.Kepala Negara pun menga-kui bahwa upaya industrialisa-si melalui penghiliran bukan-lah pekerjaan yang mudah, meskipun mampu mendatang-kan nilai tambah dan meng-untungkan negara dengan nilai yang tidak sedikit.PLTSIndustri panel surya me-mang memikat banyak pihak karena digunakan oleh pem-bangkit listrik tenaga sinar matahari yang saat ini masif dikembangkan, baik dalam skala besar maupun kecil dalam bentuk pembangkit lis-trik tenaga surya (PLTS) atap.Di Indonesia sendiri, PLTS atap menjadi ujung tombak dalam upaya peningkatan porsi EBT dalam bauran ener-gi nasional yang ditargetkan bisa menyentuh 23% pada 2025.Tahun ini, pemerintah me-nargetkan kapasitas terpasang PLTS, termasuk PLTS atap mencapai 432,6 megawatt (MW), tumbuh signifi kan dari capaian tahun lalu yang sebesar 271,6 MW.PLTS dinilai menjadi salah satu sumber EBT yang cepat dikembangkan di Indonesia karena biayanya yang makin terjangkau. Hal tersebut pun memungkinkan PLTS untuk dikembangkan dalam skala kecil.“Pemerintah telah menerap-kan kebijakan pengembangan PLTS dengan porsi yang besar sebagai salah satu upaya meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional di Indonesia,” kata Direktur Aneka Energi Baru dan Ener-gi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna.Menteri ESDM Arifi n Tasrif pun menyebut bahwa panel surya dapat meningkatkan efi siensi untuk memproduksi listrik, dengan keluaran daya yang lebih besar.“Kami merencanakan mem-bangun 420 gigawatt [GW] solar PV yang akan terpasang pada 2060, dengan kebu-tuhan investasi tak kurang dari US$160 miliar,” katanya beberapa waktu lalu.Sustainability Lead Jones Lang LaSalle (JLL) Indone-sia Prisca Winata menyebut, penggunaan PLTS atap dapat menekan biaya operasional hingga 20%—30% daripada biaya operasional bangunan konvensional.Sejauh ini, dia melihat penerapan green building, termasuk penggunaan PLTS atap masih minim di sektor perumahan. Padahal, berda-sarkan data JLL pada 2022, sektor properti menyumbang sekitar 40% emisi karbon secara global.Prisca mengatakan bah-wa penggunaan PLTS atap merupakan salah satu upa-ya mengurangi penggunaan energi konvensional dengan menggunakan sumber energi terbarukan.“Saat ini, secara general in-vestasi pada bangunan hijau atau ramah lingkungan lebih tinggi sekitar 10%—20%, tergantung pada building gra-de, material, teknologi, dan lainnya,” katanya.Menurutnya, PLTS atap menjadi satu dari sekian ele-men yang bisa berkontribusi terhadap penurunan emisi karbon di sektor properti. Di sisi lain, penggunaan material yang ramah lingkungan juga berkontribusi besar terhadap emisi karbon.Sayangnya, upaya menjadi-kan PLTS atap sebagai ujung tombak peningkatan porsi EBT dalam bauran energi terancam, setelah pemerintah merevisi mekanisme ekspor listrik.Manuver pemerintah yang ingin menghapus mekanisme ekspor listrik dari PLTS atap sebagai pengurang tagihan dianggap bertentangan de-ngan komitmen besar transisi energi yang terus didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.Ketua Umum Asosiasi Ener-gi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa usulan pemerintah itu justru bakal mengerek naik biaya investasi, serta operasi PLTS atap di pasar rumah tangga.Konsekuensinya, investa-si pemasangan panel surya menjadi tidak menarik untuk pasar residensial atau bisnis kecil dan menengah.Alasannya, lewat pengha-pusan skema ekspor listrik itu, pelanggan yang menga-lami kapasitas berlebih dari pemasangan PLTS atap tidak lagi dapat menjual daya sisa ke PT PLN (Persero) sebagai pengurangan tagihan.“PLTS atap untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil menjadi tidak layak keekono-miannya, karena pelanggan tegangan itu konsumsinya lebih banyak di malam hari, bukan di siang hari,” kata-nya, Senin (16/1).Berdasarkan penghitungan AESI, minimal pemasangan PLTS atap untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil berada di kisaran 1,5—2 kilo-watt peak (kWp). Sementara itu, batas bawah pemasangan PLTS atap adalah 6—8 kilo-watt hour (kWh).Biasanya, rata-rata pemakai-an efektif PLTS atap di Indo-nesia hanya di kisaran 40%, sedangkan sisa daya yang dihasilkan mesti diekspor ke jaringan PLN.Hitung-hitungan itu mem-buat pemasangan PLTS atap untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil tidak me-narik. Apalagi, akses untuk menjual kembali daya berle-bih ke sistem jaringan PLN rencananya akan ditutup.Senada, pelaku industri panel surya mengkhawatirkan rencana pemerintah untuk menghapus skema ekspor listrik dari PLTS atap sebagai pengurang tagihan bakal me-ngoreksi potensi serta minat investasi pada sektor pem-bangkit bersih itu.Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk. (JSKY) Jung Fan mengatakan, kepu-tusan itu bakal berdampak serius pada segmen pelanggan residensial dengan potensi investasi yang terbilang besar.Konsekuensinya, tren pro-duksi dari sisi manufaktur dan daya listrik yang dihasil-kan akan ikut terkoreksi da-lam kurun waktu yang lama. “Jika diterapkan penghapusan [ekspor listrik] ini, dampak terhadap industri akan memengaruhi pertumbuhan produksi.

  Kembali ke sebelumnya