Judul | Sri Mulyani Pamer Defisit APBN Lebih Kecil dari G20 dan Asean |
Tanggal | 17 Januari 2023 |
Surat Kabar | Bisnis Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi XI |
Isi Artikel | Menkeu Sri Mulyani mengatakan defisit APBN 200 lebih kecil jika dibandingkan dengan negara Asean dan negara anggota G20. Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta pada Senin (16/1/2023). Sidang itu membahas evaluasi kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 serta Pelaksanaan APBN 2023. Sri Mulyani mengunggah salah satu materi paparannya di akun Instagramnya, yakni mengenai kondisi akumulasi defisit anggaran terhadap produk domestik bruto (PDB) di berbagai negara akumulasi pada 2020—2022. Dia membandingkan kondisi Indonesia dengan negara-negara G20 dan Asean. Akumulasi defisit tertinggi terjadi di India, yang mencapai 32,6 persen terhadap PDB Negeri Barata itu. Setelahnya, terdapat Amerika Serikat dengan akumulasi defisit 29,4 persen terhadap PDB dan Inggris yakni 25 persen terhadap PDB. Negara-negara yang bertengger di urutan 10 teratas merupakan anggota G20. Dalam daftar yang Sri Mulyani paparkan itu, negara Asean dengan akumulasi defisit tertinggi berada di urutan ke-12, yakni Filipina dengan 17,6 persen terhadap PDB. Indonesia tercatat berada di urutan 15 dari 21 negara yang Sri Mulyani paparkan. Indonesia mencatatkan akumulasi defisit 13,1 persen dalam kurun 2020—2022 atau selama pandemi Covid-19. Menurut Sri Mulyani, defisit anggaran di berbagai negara meningkat karena melonjaknya belanja untuk penanganan pandemi Covid-19. Pasalnya, negara harus mengalokasikan belanja untuk perawatan pasien Covid, pembelian dan pelaksanaan vaksinasi, hingga berbagai insentif ekonomi. Selain itu, pada 2022 terjadi perang antara Rusia dan un Ukraina yang menyebabkan disrupsi rantai pasok. Alhasil, harga komoditas pangan dan energi melonjak tajam dan turut membebani keuangan negara. "Defisit menurun tajam sebesar Rp310,7 triliun menjadi 2,38 persen [terhadap] PDB [pada 2022], jauh lebih rendah dari rencana awal 4,5 persen PDB dan turun di bawah 3 persen PDB lebih cepat satu tahun dari aturan UU 2/2020," tulis Sri Mulyani dalam unggahan media sosialnya, dikutip pada Selasa (17/1/2023). |
Kembali ke sebelumnya |