Judul | TRANSPORTASI PUBLIK,Pengguna KRL Minta Kebutuhan Publik Diutamakan |
Tanggal | 27 Maret 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | Kereta Api |
AKD |
- Komisi V |
Isi Artikel | Masyarakat pengguna kereta rel listrik mendesak pemerintah lebih mengutamakan kebutuhan publik dalam polemik rencana impor 29 rangkaian kereta dari Jepang. PT KCI juga didesak memperbaiki rencana peremajaan armada. Oleh KRISTIAN OKA PRASETYADI JAKARTA, KOMPAS — Kelompok masyarakat pengguna kereta rel listrik atau KRL mendesak pemerintah untuk lebih mengutamakan kebutuhan publik dalam polemik rencana impor 29 rangkaian kereta dari Jepang. Di sisi lain, PT Kereta Commuter Indonesia atau KCI didesak untuk memperbaiki perencanaan peremajaan armada lebih dini. Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Faela Sufa, menegaskan, permintaan publik akan gerbong KRL baru sudah sangat krusial. Jika memang PT Industri Kereta Api (INKA) belum bisa memenuhi permintaan tersebut, impor pun tidak dapat ditunda lagi mengingat setiap hari ada sekitar 830.000 pengguna KRL. ”Saya setuju kita harus memproteksi industri dalam negeri, tetapi kita tidak bisa memungkiri (bahwa) demand sudah sangat urgent. Tidak apa-apa impor dalam jangka waktu tertentu (2023-2024), tetapi kita juga harus ada mitigasi, misalnya, berapa tahun lagi harus ada pergantian gerbong,” kata Faela, Senin (27/3/2023), dalam diskusi daring yang digelar Institute of Public Policy Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Diskusi ini digelar sebagai tanggapan atas rencana PT KCI mengimpor 10 rangkaian kereta baru pada 2023 dan 19 rangkaian pada 2024 dari East Japan Railway Company (JR East). Satu rangkaian kereta terdiri atas 12 gerbong sehingga jumlah yang akan diekspor adalah 348 gerbong. Rangkaian-rangkaian tersebut telah berusia sekitar 25 tahun. Rencana pembelian tersebut dimaksudkan untuk mengganti 29 rangkaian eksisting produksi lokal yang sudah berusia lebih dari 15 tahun sehingga harus dikonservasi alias dipensiunkan. Pada saat yang sama PT KCI telah membuat perjanjian pembelian 16 rangkaian kereta dengan PT INKA, tetapi baru bisa dipenuhi pada 2025 dan 2026. PT KCI mendapatkan harga yang cenderung murah untuk pengadaannya, yaitu Rp 150 miliar untuk pengadaan 10 rangkaian pada 2023. Nilai ini jauh lebih rendah ketimbang pengadaan 16 trainset dari PT INKA yang mencapai Rp 4 triliun. Faela mengatakan, harga yang murah memanglah keunggulan dari membeli kereta bekas. Namun, biaya perawatan (maintenance) ia yakini jauh lebih tinggi. Operator harus memeriksa kelaikan operasionalnya setiap hari setiap kali kereta kembali ke depo. PT KCI selaku operator harus bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan penaksiran (appraisal) terkait masa guna kereta bekas secara teliti. Mereka juga harus memperjelas rencana masa depan perkeretaapian nasional. Rencana ini disebut belum kuat sehingga PT KCI terpaksa mengimpor dan mengabaikan aspek tingkat komponen dalam negeri (TKDN). ”Kalau kita punya roadmap (peta jalan) yang jelas, ini juga akan menarik pihak swasta. Kualitas layanan commuter line itu menurun dari tahun ke tahun, terutama sejak pandemi. PT KCI harusnya sudah punya rencana untuk perbaikan gerbongnya, harusnya sudah dilakukan sejak awal,” katanya. Perwakilan komunitas KRL Mania, Gusti Raganata, juga menyatakan, impor tak bisa ditunda lagi. Saat ini, KRL melayani 1.100 perjalanan yang dilayani 98 rangkaian kereta. Jika kereta-kereta yang sudah uzur tak diganti, hanya akan tersisa 69 rangkaian. ”Artinya akan semakin padat, padahal penumpang akan naik terus,” katanya. Sebagai seorang yang pernah tinggal di Jepang selama dua hingga tiga tahun dan magang di JR East, Gusti menyatakan, gerbong-gerbong kereta bekas JR East masih sangat layak. Ia pun menyatakan appraisal harus dilakukan demi menjamin keamanannya. Namun, ia mendorong pemerintah untuk memperbaiki perencanaan pembaruan kereta. ”Jangan dianggap KRL bekas dari JR East itu yang sudah karatan dan harus dibuang. Tetapi, saya juga enggak setuju kalau Indonesia dalam jangka panjang enggak bisa bikin kereta sendiri, karena ini akan berpengaruh ke neraca perdagangan kita. Di tambah lagi, penyusutan nilai kereta itu cepat sehingga penjualan kembali juga susah,” kata Gusti. Terhambat pandemi Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR, Direktur Utama (Dirut) PT KCI Suryawan Putra Hia mengatakan, perusahaannya terakhir kali mengadakan KRL bekas dari Jepang pada 2018 dengan jumlah 28 rangkaian atau 336 gerbong. Sejak itu, pembelian kereta bekas dari Jepang tak lagi diperbolehkan oleh pemerintah. Bersama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI), pihaknya sudah mencari alternatif lain dengan menandatangani surat komitmen awal (letter of intent/LoI) dengan perusahaan manufaktur kereta Swiss, Stadler, untuk pembelian 500 unit gerbong. Namun, rencana tersebut tak terlaksana akibat Covid-19. Pemasukan perusahaan juga sempat tergerus selama 2020-2021 hingga 80-85 persen akibat pandemi Covid-19. Rencana peremajaan armada KRL dengan pembelian unit baru dan bekas pun tak dapat terlaksana. Baru pada 9 Maret 2023 rencana pembelian 16 gerbong dari PT INKA dapat disetujui dan terlaksana. Hanya saja, PT INKA butuh 32 bulan untuk membuat kereta baru dan mengirimkannya kepada PT KCI. Impor kereta bekas pun menjadi opsi pilihan karena kebutuhan masyarakat terus meningkat.
”Pada 2023 volume penumpang kita 63 persen dari total kapasitas secara keseluruhan. Tetapi, okupansi peak hour atau jam sibuk sudah 126 persen. Seandainya enggak ada replacement (penggantian), bisa sampai 195 persen pada 2024,” kata Suryawan. Terkait hal itu, Dirut PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kini sedang meninjau kereta bekas yang akan dibeli dari Jepang sejak seminggu lalu. ”Kereta yang akan diimpor itu masih beroperasi sampai sekarang. Saat ini PT KAI dan PT KCI masih tunggu review dari BPKP,” katanya. Sementara itu, anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade, menuduh PT KAI dan PT KCI memang tak mempunyai niat untuk membeli kereta buatan PT INKA. Masalahnya, PT INKA telah membuka pabrik di Banyuwangi sejak Desember 2020 dan siap melayani pesanan, tetapi PT KCI tak pernah mengajukan pesanan. ”Kalau sudah terima order dari Januari 2021, pasti Juni 2022 PT KCI sudah punya KRL baru karena proses terima order sampai delivery cuma 18 bulan. Lagipula, kenapa tidak mengajukan retrofit (pembaruan) saja yang bisa 14 bulan selesai dan biayanya cuma 40 persen dari beli baru? Ini emang rencananya beli dari Jepang,” katanya. Sementara itu, anggota Komisi VI lainnya, Evita Nursanty, mempertanyakan rencana impor KRL PT KCI. Menurut dia, kepadatan KRL hanya meningkat drastis pada masa libur Tahun Baru dan Lebaran sehingga seharusnya tak ada urgensi untuk mengimpor KRL bekas.
|
Kembali ke sebelumnya |