Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Topang Kebutuhan Energi Masa Depan, PLTS Atap Dipacu
Tanggal 02 Maret 2023
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi VII
Isi Artikel

Pesatnya pemanfaatan PLTS menjadi peluang bisnis yang dapat terus berkembang. Hal tersebut antara lain terlihat dalam penyelenggaraan Solartech Indonesia 2023, di JIExpo, Jakarta, 2-4 Maret 2023.

Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap dimasifkan karena jenis energi terbarukan itu diyakini dapat memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang. Di sisi lain, kondisi kelebihan pasokan listrik atau oversupply di Pulau Jawa juga menjadi tantangan karena ruang akselerasi PLTS atap masih terbatas.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, Agus Tjahajana, dalam Solartech Indonesia, di JIExpo, Jakarta, Kamis (2/3/2023), mengatakan, International Energy Agency (IEA) dan International Renewable Energy Agency (Irena) telah memprediksi bahwa tenaga surya kelak akan dominan.

Hal itu didukung data bahwa saat ini Indonesia memilki potensi energi terbarukan sekitar 3.600 gigawatt (GW). ”Sebesar 89 persen di antaranya adalah dari tenaga surya. Sesuai dengan peta jalan transisi energi Indonesia, tenaga surya memainkan peran penting,” kata Agus.

Tak dimungkiri, salah satu kendala dari pembangkit listrik tenaga surya ialah intermitensi atau tidak selalu dapat diandalkan karena bergantung pada pencahayaan matahari. Oleh karena itu, sejumlah teknologi pendukung energi terbarukan juga terus diupayakan dikembangkan, salah satunya adalah teknologi penyimpanan energi dalam baterai.

”Di samping finansial, teknologi adalah enabler (pemecah masalah) penting dalam transisi energi,” ucap Agus.

Baca juga: Pemasangan Panel Surya Atap Masih Terkendala

Menurut data Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, dalam lima tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan ialah sebesar 2.734 megawatt (MW), dengan kenaikan rata-rata sekitar 5 persen per tahun. Adapun realisasi tenaga surya pada 2022 adalah 271,6 MW dan ditargetkan meningkat menjadi 432,6 MW pada 2023.

Adapun implementasi PLTS atap hingga akhir 2022 mencapai 6.522 pelanggan dengan kapasitas terpasang 80,45 MW peak (MWp). Sementara pembangunan infrastruktur PLTS atap pada 2022 adalah 148 unit dengan kapasitas 2,8 MWp.

Ketua Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (Apamsi) Linus Andor Mulana Sijabat menambahkan, dalam 5-10 tahun ke depan, sebanyak 20 persen kelistrikan diperkirakan bakal dipasok oleh PLTS. Dengan potensi yang ada, ia pun berharap PTLS dikembangkan dengan lebih serius dan konsisten sehingga peluang yang ada tak terlewatkan begitu saja.

 

Peluang bisnis

Tumbuhnya PLTS juga menjadi peluang bisnis yang dapat terus berkembang. Hal tersebut antara lain terlihat dalam penyelenggaraan Solartech Indonesia 2023, di JIExpo, Jakarta, 2-4 Maret 2023. Total terdapat 431 peserta pameran dari 20 negara, dengan target pengunjung sebanyak 20.000 orang.

Adapun peserta pameran didominasi penyedia sistem ataupun produsen panel surya. Selain itu, juga dipamerkan antara lain mesin dan bahan panel surya, battery energy storage system, lampu LED, internet of things (IoT), smart home, komponen elektronik, serta teknologi ramah lingkungan lainnya.

”Ini konsepnya satu paket, hulu hilir. Peluang bisnis panel surya ini luar biasa dan kenapa tidak juga (dioptimalkan) swasta. Ini penting karena semua harus berubah untuk lepas dari polusi. Panel surya in perlu terus didukung pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),” kata Direktur PT Global Expo Management (GEM), selaku penyelenggara acara, Baki Lee.

Sales Engineer Sedayu Solar, perusahaan penyedia sistem panel surya, Ilham Setiawan mengatakan, sejak 2019, permintaan pemasangan PLTS atap sebenarnya tumbuh. Namun, adanya pembatasan kapasitas terpasang sebesar 15 persen, sejak 2022 turut berpengaruh sehingga ada penurunan sekitar 50 persen, terutama pada pelanggan residensial (hunian).

”Yang diandalkan saat ini permintaan dari industri privat, seperti pabrik-pabrik besar. Apabila perusahaan memilki pabrik lebih dari 3 hektar, pemasangan masih tetap layak. Sebab, pemasangan PLTS turut memengaruhi penurunan tagihan listrik. Namun, untuk residensial tidak demikian,” ujar Ilham.

Adapun Kementerian ESDM saat ini tengah merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. Revisi itu dilakukan dalam rangka percepatan implementasi PLTS atap serta memberi kesempatan lebih luas bagi masyarakat dalam memasangnya.

 

 

 

  Kembali ke sebelumnya