Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Hati-hati Merevisi UU Desa
Tanggal 24 Juni 2023
Surat Kabar Kompas
Halaman 6
Kata Kunci
AKD - Komisi V
Isi Artikel

Revisi UU Desa perlu dilakukan hati-hati dan pikiran yang jernih. Untuk itu, dibutuhkan kajian mendalam terlebih dahulu.

DPR berencana merevisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa meski UU tersebut tak masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2023.

Disebutkan, revisi ditujukan untuk menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara uji materi UU No 6/2014 yang dibacakan pada Maret 2023.

Materi yang, menurut rencana, akan direvisi, antara lain, ialah masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun dan maksimal menjabat selama dua periode. Saat ini, masa jabatan kepala desa adalah enam tahun dan dapat menjabat paling lama tiga periode. Hal lain adalah meningkatkan alokasi dana desa yang saat ini 10 persen dari dana transfer daerah menjadi 15 persen (Kompas, 23/6/2023).

Hingga saat ini sudah ada beberapa perubahan terkait masa jabatan kepala desa. Dalam UU No 5/1979, masa jabatan kepala desa adalah delapan tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Aturan itu lalu diubah menjadi paling lama 10 tahun atau dua kali masa jabatan lewat UU No 22/1999. Berubah lagi melalui UU No 32/2004 menjadi enam tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, lalu kini menjadi enam tahun dan dapat dipilih lagi untuk dua kali masa jabatan atau paling lama 18 tahun.

Jika kini aturan tentang masa jabatan itu hendak diubah lagi, hal itu bukanlah yang pertama. DPR juga dapat mengusulkan perubahan itu karena putusan MK yang dibacakan pada 30 Maret 2023 menyatakan, pengaturan tentang jabatan kepala desa merupakan kewenangan pembentuk UU.

Dalam pertimbangan putusan itu, MK antara lain menyatakan, dinamika perubahan pengaturan tentang masa jabatan kepala desa sangat tergantung dari kondisi filosofis, yuridis, dan sosiologis. MK juga menyatakan, pembatasan masa jabatan kepala desa tak semata untuk membuka kesempatan terjadinya alih generasi kepemimpinan, tetapi juga untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan karena terlalu lama berkuasa.

Pertimbangan MK itu menarik disimak. Itu antara lain karena di tengah kesuksesan sejumlah desa memanfaatkan dana desa, juga ada catatan tentang penyelewengannya.

Ketua MPR Bambang Soesatyo saat acara Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional Indonesia, 15 Maret lalu, menyatakan, kasus korupsi dana desa meningkat sembilan kali lipat selama periode 2015-2021. Jika pada 2015 ada 21 kasus korupsi dana desa, pada 2021 menjadi 154 kasus (Kompas.id, 15/3/2023).

Rencana revisi UU Desa dapat menjadi momentum, antara lain, untuk memperbaiki pengawasan dana desa. Namun, agar momentum itu dapat digunakan optimal, revisi perlu dilakukan hati-hati dan pikiran yang jernih. Untuk itu, dibutuhkan kajian mendalam terlebih dahulu agar jangan sampai materi yang direvisi diduga justru lebih terkait kepentingan Pemilu 2024 dan tidak untuk masa depan desa yang lebih baik. Jangan korbankan desa untuk kepentingan politik sesaat.

  Kembali ke sebelumnya