Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul KPK Meminta Efisiensi pada Biaya Haji
Tanggal 28 Januari 2023
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi VIII
Isi Artikel

Menteri Agama, Kamis (19/1/2023), mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh jemaah haji tahun 2023 sebesar Rp 69 juta. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat tahun lalu yang hanya Rp 39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 hingga 2020 lalu yang ditetapkan Rp 35 juta.KOMPAS

Menteri Agama, Kamis (19/1/2023), mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh jemaah haji tahun 2023 sebesar Rp 69 juta. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat tahun lalu yang hanya Rp 39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 hingga 2020 lalu yang ditetapkan Rp 35 juta.

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta agar penentuan biaya ibadah haji bisa efisien dan sesuai dengan kemampuan masyarakat. Dari kajian yang dilakukan KPK, terdapat penetapan petugas haji yang tidak optimal dan tidak transparan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan, selama ini, biaya ibadah haji atau yang dikenal dengan ongkos naik haji (ONH) besarnya antara Rp 35 juta dan Rp 40 juta, mulai dari keberangkatan, transportasi, akomodasi, biaya hidup, sampai dengan kepulangan. Padahal, biaya ibadah haji yang ditetapkan pemerintah sesungguhnya sekitar Rp 98 juta. Alhasil, ketika Kementerian Agama mengumumkan rencana ONH pada 2023 sebesar Rp 69 juta, masyarakat menjadi terkejut.

Sejak 2019-2020, KPK telah melakukan beberapa kajian. Dari kajian tersebut, KPK berharap penentuan biaya ibadah haji yang dibebankan kepada masyarakat bisa efisien dan sesuai kemampuan masyarakat.

”Karena jemaah ataupun masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membiayai, baik dari keberangkatan, transportasi, maupun biaya akomodasi selama di Mekkah, tentu kemudian ini juga sesungguhnya belum memenuhi kewajiban atau ditanggung beban kewajiban untuk menunaikan ibadah haji,” kata Ghufron dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Baca juga: Mencermati Biaya Haji

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021).KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021).

Terkait dengan biaya haji yang efisien, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, KPK menemukan penetapan petugas haji tidak optimal dan tidak transparan, terutama petugas pembimbing ibadah haji di Arab Saudi dan kloter, serta tim pembimbing haji daerah.

”Kita bilang ini beban kerjanya dilihat, sehingga kita tahu berapa orang ini sebenarnya, yang daerah juga diseleksi. Jangan karena ini daerah, maka kepala daerah dan keluarganya ikut,” kata Pahala.

KPK telah meminta Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama untuk membuat regulasi dan sudah dilaksanakan. Regulasi ini dampaknya besar sehingga tim pembimbing haji di daerah sudah diseleksi berdasarkan kompetensi.

KPK menemukan penetapan petugas haji tidak optimal dan tidak transparan, terutama petugas pembimbing ibadah haji di Arab Saudi.

Efisiensi lainnya yang dilihat oleh KPK adalah proses penyediaan barang dan jasa haji di Arab Saudi yang belum memenuhi prinsip pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Persoalan ini cukup sulit karena kondisi di Arab Saudi dan Indonesia berbeda. Karena itu, KPK meminta kepada Dirjen PHU untuk membuat aplikasi agar bisa dipantau.

Aplikasi ini sudah dibuat dengan nama Sepakat. Dari aplikasi tersebut, kata Pahala, semua pengadaan barang dan jasa haji bisa dipantau.

Baca juga: Kemenag Diminta Pertimbangkan Kenaikan Biaya Haji

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021).

Menanti harmonisasi

Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, KPK telah memberikan 9 saran dan 24 rencana tindak lanjut. Dari jumlah tersebut, ada dua yang belum bisa diselesaikan, yaitu terkait Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji serta UU No 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.

Untuk mengharmonisasi kedua undang-undang tersebut, Kemenag masih membahasnya dan saat ini sudah selesai naskah akademiknya. Pekan depan, kedua saran KPK tersebut diharapkan bisa ditindaklanjuti.

Yaqut juga menjelaskan perbedaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dengan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih). BPIH merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan pembiayaan haji, sedangkan Bipih merupakan biaya yang dibayarkan oleh calon jemaah.

Baca juga: Kewajaran Biaya Haji

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan sambutan pada acara Peringatan Nuzulul Quran Tingkat Kenegaraan 1443 Hijriah, Selasa (19/4/2022).TANGKAPAN LAYAR KANAL YOUTUBE KEMENAG RI

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan sambutan pada acara Peringatan Nuzulul Quran Tingkat Kenegaraan 1443 Hijriah, Selasa (19/4/2022).

Kemenag telah mengusulkan Bipih ke DPR sebesar Rp 69,1 juta (70 persen) dan nilai manfaat Rp 29,7 juta (30 persen). Bipih sebesar 70 persen tersebut ditanggung jemaah, sedangkan 30 persennya ditutup dengan menggunakan dana manfaat yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Yaqut mengungkapkan, kebijakan tersebut diusulkan untuk menjaga keberlanjutan keuangan haji agar jemaah haji yang sudah berangkat tidak menggerus hak jemaah yang belum berangkat.

Kemenag telah mengusulkan Bipih ke DPR sebesar Rp 69,1 juta (70 persen) dan nilai manfaat Rp 29,7 juta (30 persen).

”Kami tadi diingatkan pimpinan KPK agar keuangan haji ini agar ditata dengan baik agar ada keajekan. Kalau memang harus naik, naiknya terstruktur sehingga jemaah bisa memperkirakan yang belum berangkat, kira-kira harus nambah berapa,” ujarnya.

Kepala BPKH Fadlul Imansyah mengatakan, BPKH sudah melakukan harmonisasi UU Pengelolaan Keuangan Haji serta UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Ia berharap naskah akademis dari Kemenag akan menjadi referensi terhadap harmonisasi kedua undang-undang.

Baca juga: Kenaikan Biaya Haji Belum Final

Fadlul ImansyahKOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)

Fadlul Imansyah

Terkait dengan Bipih, Fadlul mengatakan, memang seharusnya biaya yang dikeluarkan tidak mengambil bagian dari jemaah haji ke depannya. BPKH berusaha mendukung ekosistem perhajian di luar negeri sehingga dapat berkontribusi terhadap efisiensi biaya haji di Arab Saudi.

  Kembali ke sebelumnya