Judul | Kasus Jemaah Haji Meninggal Tinggi, Penyelenggaraan Haji Perlu Dievaluasi |
Tanggal | 14 Juli 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | Adopsi - Aspek agama - Islam |
AKD |
- Komisi VIII |
Isi Artikel | KOMPAS/RHAMA PURNA JATI Ratusan calon jemaah haji sedang berkumpul di aula Asrama Haji Palembang untuk mengikuti pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik, Jumat (26/5/2023). Pada musim haji tahun ini, sebanyak 8.192 calon jemaah haji dari Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung akan diberangkatkan melalui embarkasi Palembang. PALEMBANG, KOMPAS — Tingginya angka jemaah haji yang meninggal tahun ini di Tanah Suci harus menjadi evaluasi bersama. Pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat dan koordinasi pada situasi darurat perlu diperkuat agar risiko kematian dapat diminimalkan. ”Sampai saat ini, 614 jemaah haji Indonesia meninggal. Angkanya jauh lebih besar dibanding tahun 2019, yakni 341 orang. Tingginya angka kematian itu karena peserta haji banyak lanjut usia. Ini harus menjadi evaluasi agar tidak terulang tahun depan,” ucap Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily saat melakukan kunjungan kerja di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/7/2023). Ace menyebut, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, seperti penguatan tata cara pemeriksaan kesehatan. Tujuannya memastikan jemaah siap menghadapi cuaca di Arab Saudi. Petugas juga harus memastikan jemaah tidak sedang mengidap penyakit kritis hingga risiko demensia. Koordinasi di lapangan juga perlu diperkuat, khususnya menghadapi situasi darurat. Baca juga : Ibadah Haji dan Politik KOMPAS/RHAMA PURNA JATI Jemaah haji asal Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, melambaikan tangan sebelum memasuki pesawat yang akan membawanya ke Arab Saudi, Sabtu (27/5/2023). Tahun ini, sebanyak 8.192 jemaah haji dari Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung akan diberangkatkan melalui embarkasi Palembang. Mereka akan berangkat dalam 23 kloter. Ke depan, Kementerian Agama perlu meminta mashariq haji agar turut dilibatkan dalam pelayanan. Tujuannya, saat ada keadaan darurat, petugas bisa turut memantau jemaahnya, terutama saat puncak ibadah haji di Arafah, Mina, dan Muzdalifah. Selain itu, petugas penyelenggara haji diharapkan berkoordinasi dengan kepolisian Kerajaan Arab Saudi jika terjadi kondisi darurat di lapangan. Dia mencontohkan, kasus hilangnya jemaah asal Indonesia. Kepolisian setempat, kata Ace, pasti dapat mendeteksi awal kejadian guna mempermudah proses pencarian. Dari kejadian ini, dia berharap pemerintah lebih optimal memastikan jaminan perlindungan kepada jemaah haji. Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kemenag Sumsel Arnet Dachi mengatakan, 2.222 jemaah haji dari enam kloter sudah kembali ke Palembang. Sejauh ini, 31 jemaah meninggal dari Embarkasi Palembang. Lima dari Bangka Belitung. Sebanyak 26 lainnya dari Sumsel. Sebagian besar jemaah yang meninggal adalah lansia dan berpulang saat menjalani puncak ibadah haji. KOMPAS/RHAMA PURNA JATI Petugas sedang memeriksa aplikasi Peduli Lindungi milik seorang jemaah haji yang baru tiba di Embarkasi Palembang, Sabtu (24/6/2022). Mereka akan diterbangkan ke Arab Saudi melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Secara keseluruhan Sumsel mendapatkan kuota haji sebanyak 3.143 jemaah yang akan dibagi dalam sembilan kloter. Selain itu, jemaah bernama Idun Rohim Zen (87) hingga kini belum diketahui keberadaannya. Idun disebut hilang saat berada di Arafah menuju Muzdalifah. Saat itu, Idun meminta izin kepada pendamping kloter untuk ke toilet. Namun, hingga sampai ke Mina, Idun belum juga ditemukan. Diduga Idun demensia. ”Saat awal pemeriksaan, tidak ada gejala demensia, tetapi karena kelelahan bisa saja gejala itu tiba-tiba terjadi,” kata Arnet. Hingga kini, keluarga Idun masih berkoordinasi dengan petugas penyelenggara ibadah haji. ”Saya berharap keberadaan jemaah yang hilang bisa segera diketahui," ujar Armet. |
Kembali ke sebelumnya |