Judul | Selly Andriani Soal Dana ‘Bedah Rumah’ Disalahgunakan Kades: Jangan Ambil Hak Rakyat Kecil! |
Tanggal | 18 Juli 2023 |
Surat Kabar | Website DPR |
Halaman | - |
Kata Kunci | Keuangan |
AKD |
- Komisi VIII |
Isi Artikel | Komisi VIII DPR RI meminta Pemerintah melakukan perbaikan sistem pengawasan terkait penerapan anggaran dalam program bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bagi warga tak mampu. Hal ini menyusul adanya penyalahgunaan yang dilakukan oleh oknum aparat desa. “Bantuan dana untuk program rumah tidak layak huni ditujukan untuk membantu memperbaiki kesejahteraan rakyat yang kurang mampu, jadi harus tepat sasaran. Penyalahgunaan dana program menimbulkan keresahan,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (18/7/2023). Selly mengatakan, bantuan dana RLTH merupakan bantuan stimulan berupa uang untuk pembelian bahan bangunan guna pemugaran rumah tidak layak huni dari Kementerian PUPR kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, khususnya untuk warga tidak mampu. Bantuan dana itu disalurkan melalui Pemerintah Daerah. Adapun pemberian bantuan diberikan dengan kriteria warga yang rumahnya tidak memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan, dan kesehatan penghuni. Meski merupakan program Kementerian PUPR, bansos bedah rumah untuk warga kurang mampu yang diberikan itu harus berdasarkan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) milik Kementerian Sosial (Kemensos). Selly mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih pemberian bantuan. Apalagi Kemensos juga memiliki program serupa, yaitu Bansos Rumah Sejahtera Terpadu (RST) yang merupakan kelanjutan dari program sebelumnya berupa Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS Rutilahu). "Kesepakatannya baik itu PUPR dan Kementerian atau lembaga manapun yang memiliki program bedah rumah untuk warga miskin maka dia harus berdasarkan DTKS milik Kemensos agar tidak tumpang tindih," terang Politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut. "Kemudian acuan untuk pembangunannya pun harus sama seperti RST dari Kemensos agar tidak ada perbedaan. Selama ini yang dari PUPR jadi ditenderkan sehingga rentan disalahgunakan oleh oknum perangkat daerah, sementara kalau program dari Kemensos uang langsung masuk ke rekening penerima," lanjut Selly. Dalam program RLTH, ungkap Selly, seorang Kepala Desa (Kades) biasanya ditugaskan Pemda untuk ikut memantau, mulai dari pencairan dana hingga pelaksanaan rehabilitasi rumah warga yang mendapat bantuan. Namun, belakangan banyak ditemukan penggelapan dana bansos RLTH untuk masyarakat yang dilakukan oknum Kades. Sebagaimana diketahui, peristiwa korupsi program bantuan rumah tidak layak huni, di antaranya terjadi di Bekasi di mana oknum Kades ditangkap karena menyelewengkan dana sebesar Rp 235 juta. Kasus serupa juga pernah terjadi pada tahun 2021 di Bogor, Jawa Barat, yang berujung seorang oknum Kades ditahan karena korupsi sebesar Rp 110 juta. Sementara itu, seorang mantan Kades di Boyolali diseret ke Pengadilan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan program RTLH dengan modus memotong dana bantuan. Total nilai kerugian negara mencapai Rp164 juta. (pun/rdn) |
Kembali ke sebelumnya |