Judul | RUU Kesehatan Disahkan |
Tanggal | 13 Juli 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 6 |
Kata Kunci | Kesehatan - Undang-Undang dan peraturan,Indonesia - Politik Kesehatan |
AKD |
- Komisi IX |
Isi Artikel | Analisis
Tajuk RencanaRUU Kesehatan DisahkanSetelah tertunda hampir sebulan, RUU tentang Kesehatan akhirnya disahkan menjadi undang undang. Sayangnya, tidak tampak upaya untuk mengatasi kontroversi yang ada. Oleh
Redaksi
13 Juli 2023 06:50 WIB
IRENE SARWINDANINGRUM Dokter Lilana Christo Bawele bertugas di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timor, 24 Juni 2023. Christo mengampu dua puskesmas terpencil karena jumlah dokter yang terbatas. Semula Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan pemerintah bersepakat segera mengesahkan RUU tersebut. Ternyata Rapat Paripurna DPR, Selasa (20/6/2023), belum mengagendakan pengesahan RUU Kesehatan. Bisa jadi ini untuk meredam ancaman mogok lima organisasi profesi kesehatan terkait dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan apoteker. Masalah yang masih kontroversi saat itu adalah mandatory spending, penghapusan pelbagai wewenang organisasi profesi, percepatan pendidikan dokter berbasis rumah sakit, serta kemudahan masuknya investasi dan dokter asing. Sayang sekali, jeda waktu hampir satu bulan tidak dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk partai politik yang tidak menyetujui pengesahan RUU itu. KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyerahkan berkas RUU Kesehatan kepada Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Baca juga: Undang-Undang Kesehatan Disahkan, Penolakan Tetap Bergulir Hingga Rapat Paripurna DPR menyetujui RUU Kesehatan menjadi UU tentang Kesehatan, Selasa (11/7/2023), persoalan tetap sama. Demikian pula organisasi profesi dan partai politik yang tidak setuju, tak ada yang berubah. Bisa disimpulkan, belum ada titik temu atas persoalan yang disampaikan. Ini suatu hal yang memprihatinkan mengingat pemerintah perlu bahu-membahu dengan organisasi profesi untuk mengatasi aneka persoalan: dari pemerataan fasilitas dan alat kesehatan, tenaga kesehatan, hingga menjaga kesehatan setiap anggota masyarakat Indonesia tanpa kecuali. Persoalan mandatory spending atau belanja wajib juga tidak menunjukkan adanya upaya perbaikan. Mewakili pemerintah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, selama ini belanja wajib belum memenuhi persyaratan pemerataan anggaran, tidak transparan, dan merugikan negara. Oleh karena itu, belanja wajib diganti dengan anggaran berbasis program dalam rencana induk kesehatan. Baca juga: Organisasi Profesi Siapkan Uji Materi UU Kesehatan Di sisi lain, belanja wajib bisa menjadi pegangan pasti dalam penyelenggaraan kesehatan. Tanpa kepastian, kebijakan anggaran bisa dipengaruhi oleh kondisi sesaat ataupun kepentingan tertentu. Padahal, kesehatan adalah bagian dari kesejahteraan yang menjadi hak setiap warga. Apa boleh buat, RUU sudah disahkan menjadi UU tentang Kesehatan. Banyak hal yang harus dibenahi agar undang-undang ini bisa memenuhi harapan sebagai tonggak transformasi kesehatan untuk memeratakan layanan kesehatan, penguatan layanan kesehatan primer, hingga pendidikan serta transparansi registrasi dan perizinan tenaga medis. Pemerintah dan organisasi profesi perlu duduk bersama, mencari jalan keluar agar tidak berlarut-larut. Alangkah tidak eloknya jika ancaman cuti pelayanan massal terlaksana karena tugas tenaga kesehatan adalah melayani masyarakat yang membutuhkan. Pemerintah juga perlu menjamin bahwa rencana induk kesehatan transparan menganggarkan belanja wajib dan mengawasi pemanfaatannya agar tepat sasaran. Universal Health Care harus menjadi acuan semua pihak agar masyarakat mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Editor:
ANTONIUS TOMY TRINUGROHO
|
Kembali ke sebelumnya |