Judul | DUGAAN PELANGGARAN ETIK : Majelis Kehormatan MK Sudah Dapat Titik Terang |
Tanggal | 01 Nopember 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sudah mendapat titik terang mengenai masalah internal di Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait penanganan perkara pengujian syarat minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden. Namun, sikap Majelis Kehormatan baru akan diungkap pada putusan yang dibacakan 7 November 2023. ”Kami sebenarnya sudah lengkap, bukti-bukti sudah lengkap. Cuma kita tidak bisa menghindar dari memeriksa sidang untuk pelapor yang belum kita dengar, siapa tahu ada hal-hal baru seperti tadi muncul hal baru. Mereka menuduh ada kebohongan, itu harus kita tanggapi juga,” kata Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Kemarin, dalam sidang pembuktian, Tim Advokasi Peduli Pemilu melaporkan dugaan kebohongan yang diduga dilakukan Ketua MK Anwar Usman, khususnya terkait dengan alasannya tidak menghadiri rapat permusyawaratan hakim (RPH) pengambilan putusan perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada 19 September 2023, terkait usia capres-cawapres. Kepada Wakil Ketua MK Saldi Isra seperti diungkap dalam dissenting opinion Saldi pada perkara 90, juga terkait usia capres-cawapres, Anwar mengaku sengaja tidak menghadiri RPH untuk menghindari konflik kepentingan. Namun, Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting opinion-nya mengungkapkan bahwa ketidakhadiran Anwar karena alasan kesehatan. Hingga Rabu sore, Majelis Kehormatan menerima 20 pengaduan etik terhadap sembilan hakim konstitusi. Anwar Usman jadi hakim yang paling banyak diadukan, diikuti Saldi Isra dan Arief Hidayat, serta para hakim yang lain. Selain memeriksa Saldi Isra serta Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Suhartoyo, kemarin, Majelis Kehormatan MK yang dipimpin Jimly mendengarkan keterangan dari enam pengadu dan menerima bukti-bukti yang diajukan. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie memimpin sidang etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dengan agenda pemeriksaan pendahuluan mendengarkan keterangan pelapor dan/atau memeriksa alat bukti terkait dugaan pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman di Ruang Sidang MKMK, Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Ditegaskan lagi apakah Majelis Kehormatan sudah mendapatkan titik terang terkait dugaan pelanggaran etik hakim terlapor, Jimly mengungkapkan, sepanjang isu yang dilaporkan kemarin sudah terang. ”Namun, sekarang tumbuh berkembang yang baru lagi. Ya, nanti kita nilai di putusan hari Selasa (7 November),” katanya. Periksa CCTVJimly mengungkapkan, Majelis Kehormatan juga sudah memeriksa kamera pengawas Gedung MK atau CCTV untuk mengungkap lebih jauh mengenai manajemen registrasi dan persidangan. CCTV tersebut berkaitan dengan penarikan permohonan uji materi dan pembatalan penarikan perkara 90-91/PUU-XXI/2023. Adapun pada hari Jumat 29 September 2023 pukul 14.32 WIB, kuasa hukum perkara nomor 90 dan 91 mengirimkan surat pencabutan permohonan. Namun, sehari kemudian, pada Sabtu 30 September 2023, penarikan permohonan tersebut dibatalkan dengan mengirimkan surat pembatalan pencabutan berkas perkara. Persoalan kejanggalan dalam penarikan permohonan dan pembatalannya tersebut diungkapkan di dalam pendapat berbeda Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam perkara nomor 90. Arief secara detail menguak prosesnya. Misalnya, dari sidang klarifikasi pencabutan perkara, ditemukan fakta bahwa kuasa hukum melalui Rudi Gunawan mengirimkan surat pembatalan pencabutan perkara tertanggal 29 September 2023 dan diterima MK pada Sabtu 30 September 2023 oleh Dani (pamdal MK) pada pukul 20.36 WIB dan dicatat dalam tanda terima berkas perkara sementara (TTBPS). Namun, Arief menemukan ada perbedaan nama pamdal MK yang menerima surat pembatalan pencabutan perkara, yaitu bukan Dani, melainkan Safrizal. Waktu penerimaan surat pun berbeda. Dalam TTBPS tertera surat pembatalan pencabutan perkara diterima pada pukul 12.04 WIB. ”Kita periksa salahnya di mana. Kan, belum tentu salah juga,” kata Jimly. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kiri) memenuhi panggilan sidang etik dengan agenda pemeriksaan dirinya sebagai terlapor oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Selain itu, Jimly juga mengungkapkan tentang haramnya bagi seorang hakim membocorkan dapur internal MK, termasuk di dalamnya proses RPH. Hakim, menurut dia, boleh berdebat dan berbeda pendapat secara keras, tetapi begitu diputuskan, para hakim harus saling menghormati. ”Jangan sampai keluar perbedaan pendapat itu. Ini perlu untuk menjaga kolegialitas, kohesivitas. Karena sembilan tiang (Gedung MK) mencerminkan sembilan cara berpikir masyarakat plural kita,” kata Jimly sembari mengungkapkan bahwa hakim tidak boleh baper atau terbawa perasaan. Ditanya apakah hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran kode etik, Jimly meminta para pihak untuk bersabar menunggu putusan Majelis Kehormatan. Sudah enam hakimDengan diperiksanya Saldi Isra, Manahan MP Sitompul. dan Suhartoyo, Majelis Kehormatan sudah memeriksa enam hakim. Sebelumnya, majelis memeriksa Ketua MK Anwar Usman serta Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih. Saldi menjadi hakim konstitusi pertama yang diperiksa pada Rabu ini, diikuti Manahan dan Suhartoyo. Pemeriksaan terhadap Suhartoyo terbilang berlangsung singkat, lebih kurang hanya setengah jam. Seusai menjalani pemeriksaan, ketiganya pelit memberikan komentar. ”Boleh enggak menjawab, ya,” kata Saldi saat ditanya mengenai pemeriksaannya dan juga wacana digulirkannya hak angket di DPR. Ia meminta awak media untuk menanyakan kepada MKMK mengenai proses etik yang berlangsung. Senada dengan Saldi, Manahan dan Suhartoyo tak banyak memberikan keterangan. Saat dikonfirmasi mengenai singkatnya waktu pemeriksaan, Suhartoyo mengungkapkan, ”Hanya konfirmasi saja, saya tidak terlalu… secara substansial, kan, tidak. Mungkin dipandang tidak banyak sehingga cepat selesai konfirmasinya.” KOMPAS/HERU SRI KUMORO Hakim Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, mengikuti persidangan dengan agenda pembacaan putusan perkara di Gedung MK, Jakarta, Rabu (20/4/2022). Pada persidangan ini, hakim MK memutus 14 perkara, di antaranya konstitusionalitas pengisian kekosongan pejabat kepala daerah yang diangkat berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya/pratama, presidential threshold, dan pemotongan masa jabatan kepala daerah karena pelaksanaan pemilu serentak. Suhartoyo merupakan satu-satunya hakim konstitusi yang menyatakan pengujian syarat usia capres dan cawapres, baik dalam perkara yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, lima kepala daerah, Almas Tsaqibbirru Re A, maupun Arkan Wahyu Re A, tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Dengan demikian, dalam lima perkara itu, ia tidak membahas substansi perkara soal syarat usia minimum capres dan cawapres. Saat ditanya apakah juga dikonfirmasi mengenai prosedur pengambilan putusan perkara 90, Suhartoyo minta supaya jangan dipancing-pancing. ”Saya biasa hati-hati dengan teman-teman, nanti kepancing ini,” pinta Suhartoyo. Sementara itu, Manahan mengaku ditanya mengenai hal-hal yang umum terkait dengan perkara 90. ”Jadi, saya jawab sebagaimana yang saya ketahui saja sehingga selesai saya dimintai keterangan. Kira-kira keterangannya juga biasa, enggak terlalu njelimet,” ungkapnya. Menurut rencana, pada Kamis (2/11/2023), MKMK akan memeriksa tiga hakim konstitusi yang tersisa, yaitu Guntur Hamzah, Daniel Yusmic P Foekh, dan Wahiduddin Adams. Khusus untuk Wahiduddin, pemeriksaan dilakukan secara khusus mengingat yang bersangkutan juga menjadi anggota MKMK. Selain itu, MKMK juga akan menggelar sidang terbuka pembuktian terhadap laporan yang tersisa (10 perkara). Harapannya, seluruh pengaduan etik dapat diputus pada 7 November mendatang. Editor:
ANTONY LEE
|
Kembali ke sebelumnya |