Judul | KORUPSI MENARA BTS Penyetoran ”Commitment Fee” Rp 240 Miliar di Proyek BTS Disamarkan lewat Kontrak Fiktif |
Tanggal | 30 Agustus 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Konsorsium perusahaan yang mengerjakan proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G diminta biaya komitmen atau commitment fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Pemberian uang disamarkan melalui kontrak pekerjaan fiktif dengan meminjam rekening perusahaan lain. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus BTS 4G dengan agenda pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Johnny G Plate, Anang Achmad Latif, dan Yohan Suryanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (29/8/2023). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fatzal Hendrik dengan didampingi Riyanto Adam Pontoh dan Sukartono sebagai hakim anggota. Menghadirkan 12 saksi Jaksa penuntut umum menghadirkan 12 saksi yang berasal dari pihak konsorsium perusahaan yang mengerjakan Paket 3 proyek BTS 4G di Papua Barat dan Papua Tengah. Konsorsium terdiri dari PT Lintas Arta sebagai pemimpin kemitraan bersama PT Huawei Tech Investment dan PT Surya Energi Indotama (PT SEI). Selain itu, dihadirkan pula beberapa pihak yang merupakan perusahaan rekanan konsorsium atau perusahaan subkontraktor. Konsorsium Lintas Arta-Huawei-PT SEI tersebut memenangkan kontrak pembangunan 954 menara BTS pada 2021 dengan nilai kontrak Rp 2,4 triliun. Setiap anggota konsorsium kemudian mengalihkan (subkontrak) sebagian pekerjaan ke perusahaan rekanan. Di tengah jalan juga terjadi perubahan skema pembayaran dari pembayaran penuh dilakukan setelah pekerjaan selesai (turn key) menjadi pembayaran per tahap atau termin. KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA Terdakwa bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (bermasker) menjalani sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Sidang ini beragendakan pemeriksaan tujuh saksi untuk terdakwa bekas Menkominfo Johnny G Plate, bekas Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto. Disetorkan lewat kontrak fiktifDi dalam persidangan terungkap bahwa sebelum tender proyek dimulai, Galumbang Menak Simanjuntak yang saat itu dikenal para saksi sebagai profesional atau praktisi komunikasi meminta biaya komitmen (commitment fee) sebesar 10 persen dari nilai kontrak Rp 2,4 triliun atau sekitar Rp 240 miliar. Saat itu, Direktur Utama PT Lintas Arta, Arya Damar, yang menjadi saksi dalam persidangan, mengaku menolak permintaan itu. Adapun saat ini Galumbang telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara yang sama. Terkait dengan permintaan biaya komitmen, pada akhirnya konsorsium bersedia memberikan uang sebagaimana diminta Galumbang melalui PT Jig Nusantara Persada dan PT Sarana Global Indonesia (PT SGI). Agar terlihat resmi, kedua perusahaan ini ditempatkan seolah-olah sebagai perusahaan pengawas pembangunan proyek menara BTS.
Menurut Direktur Niaga/Komersial PT Lintas Arta, Alfi Asman, biaya komitmen itu diberikan sebanyak Rp 26 miliar melalui transfer ke PT Jig Nusantara Persada, Rp 5 miliar diberikan secara tunai melalui Windy Purnama, serta Rp 2 miliar diberikan melalui perusahaan milik Windy, yakni PT Multimedia Berdikari Sejahtera. Semua uang tersebut ditujukan kepada Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy yang di dalam sidang disebut sebagai calo atau penghubung. KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA Hakim bertanya kepada saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Pinjam nama perusahaanMasih tentang biaya komitmen, saksi Marlon Maruap Panjaitan selaku Fulfilment Responsibility of Integrity Account PT Huawei Tech Investment mengaku tidak mengetahui adanya permintaan biaya komitmen 10 persen. Namun, kemudian saksi Bayu Arriano Affia selaku Direktur PT SGI mengungkapkan, pihaknya dihubungi Irwan dan diminta untuk meminjamkan nama perusahaan untuk bertransaksi dalam bentuk perintah pembelian (purchase order) senilai Rp 32,1 miliar yang kemudian dipotong pajak sehingga menjadi Rp 30,1 miliar. Uang tersebut, kata Bayu, merupakan perintah pembelian yang diterbitkan Lintas Arta yang kemudian disebutkan berasal dari Huawei. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 29 miliar diserahkan kepada Irwan Hermawan dan PT SGI mendapatkan komisi 4 persen atau senilai Rp 1,2 miliar yang kemudian diklaim digunakan untuk biaya operasional perusahaan. ”Jadi, totalnya (biaya komitmen yang diberikan) Rp 66 miliar plus pajak,” kata Alfi. ”Nah, itu yang tadi dibilang commitment fee, benar enggak Pak Arya?” kata ketua majelis hakim. ”Betul Yang Mulia, commitment fee,” jawab Arya. ”Jadi PT SGI hanya digunakan alat saja,”ujar ketua majelis hakim. Meski sebagai perusahaan perantara, saksi Irwan selaku Direktur PT JIG Nusantara Persada mengaku tidak mendapatkan komisi sebesar 4 persen sebagaimana didapatkan oleh PT SGI. Ia menyatakan, urusan transaksi melalui PT JIG Nusantara Persada hanya diurus oleh direktur keuangannya, sementara dia bersikukuh menolak hal itu. KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN Terdakwa bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menghadiri sidang lanjutan dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/7/2023). Hakim sebut saksi Rohadi berbohongDi dalam sidang terungkap bahwa Irwan Hermawan juga meminta Alfi untuk bertemu Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur Utama PT Basis Utama Prima, yang mengarahkan agar nantinya pihak penyedia sistem daya (power system) adalah mereka. Kemudian, terdapat PT Bintang Komunikasi Utama yang kemudian menghubungi Lintas Arta sebagai perusahaan yang diminta Yusrizki untuk menyediakan perlengkapan sistem daya. Saksi Rohadi selaku Direktur PT BKU mengatakan, pihaknya penyedia atau subkontraktor bagi PT Lintas Arta untuk sistem daya menara BTS, seperti baterai. Perlengkapan tersebut dibeli PT BKU dari Huawei yang merupakan anggota konsorsium bersama Lintas Arta dan PT SEI. Dia menyebut, hal itu merupakan permintaan Yusrizki yang kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
”Barang itu (sistem daya) dari Huawei, kemudian kami tawarkan ke Lintas Arta. memang begitu kondisinya Pak. Saya tidak tahu. Saya bukan anggota konsorsium,” kata Rohadi ketika ditanya ketua majelis hakim. Menurut Rohadi, nilai pekerjaan untuk menyediakan sistem daya di paket 3 proyek tersebut sekitar Rp 550 miliar. Dari jumlah itu, Rohadi mengaku memberikannya kepada Yusrizki sebesar Rp 75 miliar. Atas pengakuan tersebut, ketua majelis hakim menyatakan bahwa Rohadi sudah memberikan keterangan palsu. Sebab, ketika ketua majelis hakim menanyakan kepada Rohadi mengenai pemberian uang kepada pihak lain, Rohadi mengatakan tidak ada. ”Saya tanya berkali-kali kepada Saudara kenapa Saudara berbohong? Saudara disumpah, Saudara berbohong. Saya dari awal sudah bilang, sudah cukup itu bukti Saudara memberikan keterangan palsu,” ujar ketua majelis hakim. KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA Majelis hakim pada salah satu sidang kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (27/7/2023). ”Izin Yang Mulia, yang Rp 75 miliar sudah dikembalikan dari Yusrizki,” kata Rohadi ”Masih bisa senyum ini Saudara. Masalahnya bukan dikembalikan atau tidak, Pak, bukan itu soalnya. Ada lagi (saksi) yang lain, tanggung-tanggung berbohong? Ada lagi yang diberi uang selain Yusrizki, ada lagi enggak, Pak?” kata ketua majelis hakim kepada Rohadi. ”Tidak ada Yang Mulia,” jawab Rohadi. Sidang tersebut kemudian dihentikan oleh ketua majelis hakim karena ada salah satu hakim anggota yang kurang sehat. Sidang dengan pemeriksaan saksi yang sama akan dilanjutkan pada Kamis (31/8/2023). Editor:
MADINA NUSRAT
|
Kembali ke sebelumnya |