Judul | MAHKAMAH KONSTITUSI : Suhartoyo Terpilih dalam Musyawarah Mufakat sebagai Ketua Baru MK |
Tanggal | 09 Nopember 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS – Hakim konstitusi Suhartoyo terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi untuk lima tahun mendatang. Ia terpilih setelah musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sembilan hakim konstitusi, pada Kamis (9/11/2023). Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis siang mengungkapkan, sembilan hakim konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) secara tertutup sejak pukul 09.00 WIB. Dalam RPH tersebut yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK tersebut, sembilan hakim menyebutkan mana hakim yang dicalonkan. Dua nama itu adalah Saldi Isra dan Suhartoyo. Sembilan hakim konstitusi sepakat untuk memberi kesempatan terhadap dua hakim tersebut untuk berdiksusi untuk memutuskan siapa yang akan menjadi ketua dan wakil ketua. “Sembari melakukan refleksi, kami berdua tadi, dengan dorongan dan semangat untuk memperbaiki MK, setelah beberapa kejadian terakhir, akhirnya kami berdua sampai pada putusan bahwa yang menjadi Ketua MK ke depan adalah Doktor Suhartoyo. Saya tetap menjalankan tugas sebagai wakil ketua,” ujar Saldi. Keputusan tersebut kemudian disampaikan kepada tujuh hakim lain, mereka lalu sepakat dengan keputusan yang dihasilkan. Rencananya, pengambilan sumpah Ketua MK baru akan dilaksanakan pada Senin (13/11/2023). KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Suasana saat hakim konstiusi yang terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) berfoto bersama dengan 8 hakim konstitusi lainnya seusai pemilihan dan pengumuman Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) baru di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (9/11/2023). Pemilihan Ketua MK kali merupakan pelaksanaan dari perintah Majelis Kehormatan MK yang mencopot Anwar Usman kemudian meminta Wakil Ketua MK untuk menyelenggarakan pemilihan ketua baru dalam waktu 2x24 jam. Hari Kamis ini merupakan hari terakhir batas waktu yang ditetapkan MKMK mengingat putusan pelanggaran etik tersebut dibacakan pada Selasa (7/11) petang. Tugas beratPeneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reininda, yang juga tergabung dalam Constitusional and Administrative Law Society (CALS) mengingatkan tugas Ketua MK yang baru akan berat. Kedudukan Ketua MK menjadi sangat krusial untuk menyambut pembenahan holistik MK. Untuk itu, penting untuk memeroleh Ketua MK baru yang tidak mendapatkan sanksi etik lebih dari satu kali serta tidak turut berkontribusi dalam memberikan jalur khusus yang melanggengkan dinasti politik. Tugas lain yang riil yang dihadapi oleh Ketua MK baru, menurut Violla, adalah mengingatkan kolega hakim supaya tidak melenceng sampai melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi “Sapta Karsa Hutama”. Ketua MK baru juga perlu memperhatikan isi putusan MKMK, khususnya putusan nomor 2/MKMK/11/2023, yang menyinggung tentang judicial leadership ketua sebelumnya yang dinilai tidak optimal. Disebutkan, Anwar Usman sebagai ketua MK saat itu seharusnya menjalankan hukum acara sebagaimana mestinya khususnya pada penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres yang sempat ditarik/dicabut oleh pemohon. Mengacu pada Peraturan MK 2/2021, permohonan yang sudah ditarik tidak dapat diajukan Kembali tetapi faktanya perkara tersebut dilanjutkan. Menurut MKMK, hal itu menunjukkan bahwa MK tidak konsisten dengan aturan yang berlaku, di mana hal tersebut merupakan bentuk sikap yang menggambarkan ketidakcermatan dalam pelaksanaan tugas profesinoal hakim. MKMK menilai Anwar melanggar Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan dalam Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. DOKUMENTASI PRIBADI Violla Reininda Violla juga meminta Ketua MK baru untuk mencermati hal tersebut. Selain itu, CALS juga berharap ada reformasi MK untuk jangka panjang. Salah satu hal yang perlu diperbaiki adalah sistem pengawasan dan penegakan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dengan membentuk Majelis Kehormatan MK yang permanen. Pengisian keanggotaan MKMK juga perlu dilakukan dengan memilih tokoh-tokoh negarawan yang tidak pernah melakukan pelanggaran etik dan hukum. “MKMK harus ditempatkan sebagai Lembaga yang independen dan terpisah dari MK, sehingga untuk ke depan hakim konstitusi tidak menaruh representasi pada MKMK. MKMK yang permanen pun diharapkan proaktif dalam mengawasi MK,” kata Violla. Editor:
ANTONY LEE
|
Kembali ke sebelumnya |