Judul | Wisnu Wijaya Sambut Baik 40.928 Sekolah Terapkan Pendidikan Inklusi |
Tanggal | 14 Oktober 2023 |
Surat Kabar | Website DPR |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi VIII |
Isi Artikel | <img alt="" data-cke-saved-src="https://www.dpr.go.id/images_pemberitaan/images/2023/2023%20Oktober/ISTIMEWA-WISNU.jpg" src="https://www.dpr.go.id/images_pemberitaan/images/2023/2023%20Oktober/ISTIMEWA-WISNU.jpg" :467px;="" width:702px"="" style="box-sizing: border-box; border: 0px; vertical-align: middle; margin: 10px; width: 658.698px; max-width: 100%;"> Anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya saat menjadi pembicara pada Forum Tingkat Tinggi ASEAN atau “The ASEAN High Level Forum (AHLF) on Enabling Disability-Inclusive Development and Partnership Beyond 2025” di Makassar. Foto: Ist/nr
Anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya menyoroti implementasi dari penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah-sekolah umum di Indonesia. Menurutnya, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pertumbuhan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia berjalan ke arah positif. Saat ini setidaknya sudah ada 40.928 sekolah di Indonesia yang melaksanakan pendidikan inklusif.
Wisnu Wijaya menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara pada Forum Tingkat Tinggi ASEAN atau “The ASEAN High Level Forum (AHLF) on Enabling Disability-Inclusive Development and Partnership Beyond 2025” di Hotel Four Points, Makassar, Rabu (11/10/2023). Parlementarian mendapatkan keterangan tertulis pada Sabtu, (14/10/2023).
Mengacu pada data pokok pendidikan (Dapodik) per Desember 2022, paparnya, sebanyak 40.928 sekolah telah melaksanakan pendidikan inklusif baik di jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri maupun swasta. Dari jumlah satuan pendidikan tersebut, sebanyak 135.946 peserta didik berkebutuhan khusus telah melaksanakan pembelajaran di dalamnya.
“Jumlah peserta didik yang menikmati pendidikan inklusi telah mengalami peningkatan signifikan sejak tahun 2010 dari angka 15 ribu orang menjadi 135 ribu orang pada tahun 2022. Ini tidak lepas juga dari peran sekolah dalam menyediakan guru pembimbing khusus yang mendidik, melatih, dan mengevaluasi peserta didik dalam melaksanakan pendidikan inklusi. Kendati demikian, kurang dari 13 persen sekolah yang memiliki pendidik terlatih dalam pendidikan inklusi” terang Wisnu.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kabupaten Kendal itu menekankan, mengingat pentingnya peran dan tugas dari guru pembimbing khusus dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi, dia mendorong pemerintah menyediakan anggaran tersendiri untuk memenuhi kebutuhan tenaga terlatih di sekolah inklusi.
“Kami di DPR siap menjembatani Kemenkeu, Kemendikbud, dan Kemensos untuk mendiskusikan kebijakan anggaran yang tepat untuk mendorong lebih banyak tenaga profesional di sekolah inklusi. Kami tidak ingin sekolah inklusi hanya sekadar pelabelan dan formalitas semata,” kata anggota Fraksi PKS itu.
Aspek kesiapan infrastruktur sekolah, lanjut Wisnu, dan kesejahteraan guru harus sepadan dengan besarnya tanggung jawab yang diembankan kepada mereka. Tujuan dari pendidikan inklusi yakni untuk memastikan terbukanya dan keberlanjutan akses yang layak bagi semua anak sesuai kebutuhannya mesti betul-betul tercapai, sambungnya. (tn/rdn) |
Kembali ke sebelumnya |