Judul | DUGAAN KORUPSI : IPW Sebut Sempat Ada Hambatan dalam Penyelidikan Kasus Wamenkumham |
Tanggal | 07 Nopember 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK meningkatkan status penyelidikan gratifikasi yang diduga diterima Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej ke penyidikan. Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso yang melaporkan kasus itu kepada KPK, Maret lalu, menyebut sempat ada hambatan saat kasus masih di tahap penyelidikan. Terkait ditingkatkannya kasus Wamenkumham itu ke penyidikan, Sugeng saat dihubungi Selasa (7/11/2023) meyakini penyidik KPK sudah pula menetapkan tersangka. Ia pun meyakini KPK sudah memperoleh alat bukti cukup dalam penanganan perkara tersebut. Sugeng mengatakan, sejak Maret 2023, IPW telah melaporkan Edward karena diduga menerima gratifikasi terkait dengan konsultasi hukum dan permintaan pengesahan status badan hukum yang diajukan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) berinisial HH. Edward juga dilaporkan atas dugaan permintaan agar dua asisten pribadinya, berinisial YAR dan YAM, ditempatkan sebagai komisaris PT CLM.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menjelaskan kepada wartawan terkait laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan penerimaan gratifikasi sekitar Rp 7 miliar oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej, Selasa (14/3/2023) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Sebelum naik ke tahap penyidikan, Sugeng mendapat kabar bahwa dalam penanganan perkara gratifikasi itu sempat ada hambatan. Hambatan dimaksud berupa Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi atau LKTPK yang tak kunjung dibuat oleh penyelidik KPK. Ketika kasus ini sudah naik ke penyidikan, Sugeng berharap KPK bisa bersikap secara transparan dan akuntabel dalam memproses laporan dugaan dari masyarakat karena masyarakat berhak mendapatkan informasi perkembangannya. ”Seharusnya, KPK dapat membuatkan laporan perkembangan proses hukum tipikor atas laporan masyarakat secara berkala sebagai akuntabilitas kerja,” ujarnya. Pada Senin (6/11/2023), KPK menjelaskan menaikkan status laporan dugaan penerimaan gratifikasi itu ke penyidikan. Gelar perkara atau ekspose telah dilakukan bulan lalu dan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup. Meski demikian, KPK masih belum mengumumkan para tersangkanya. ”Kami akan publikasikan pihak-pihak yang ditetapkan tersangka dalam proses sidik ketika proses sidik itu telah cukup,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kiri) dan juru bicara KPK Ali Fikri saat mengekspos penahanan tiga tersangka kasus suap jual beli jabatan Kabupaten Pemalang, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (27/6/2023). Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, tim penyidik menerapkan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP terkait gratifikasi. KPK juga menerapkan pasal suap untuk mengusut perkara tersebut. Asep memastikan, dalam perkara suap, jumlah tersangka akan lebih dari satu orang. Ada pemberi dan penerima suap. Asep enggan mengungkap siapa saja nama tersangka dalam perkara tersebut. ”Kan nanti biasanya diumumkan. Nanti diumumkan. Tenang saja,” ujar Asep. Sebelumnya, Edward telah diperiksa KPK pada 20 Maret dan 28 Juli 2023. Ia diperiksa terkait aliran dana sekitar Rp 7 miliar yang diterima dua orang yang diduga sebagai asisten pribadi Edward. Seusai diperiksa, Edward menegaskan, laporan yang disampaikan IPW mengenai dugaan penerimaan gratifikasi terhadap dirinya, melalui asisten pribadi, mengarah pada fitnah. Ia menekankan, jika seorang pejabat diadukan, yang perlu dilakukan adalah mengklarifikasi. Laporan yang disampaikan IPW pun, menurutnya, tidak perlu ditanggapi secara serius. Meskipun demikian, pihaknya merasa perlu mengklarifikasi kepada KPK dan publik. ”Klarifikasi kepada KPK dan publik itu perlu agar tidak menimbulkan kegaduhan karena pasti akan menimbulkan beragam perspektif di mana-mana,” katanya. Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
|
Kembali ke sebelumnya |