Judul | PERGURUAN TINGGI: PTN-BH dan Fenomena ”Kapal Keruk” |
Tanggal | 24 Nopember 2023 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 6 |
Kata Kunci | Perguruan Tinggi Negeri - Badan Hukum |
AKD |
- Komisi X |
Isi Artikel | Ketika PTN tak mampu hadir di berbagai pelosok Nusantara, PTS-lah yang mengambil alih peran mendidik anak bangsa. Oleh:DIDI ACHJARI
KOMPAS/HERYUNANTO Ilustrasi Rektor Universitas Islam Indonesia yang juga Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Wilayah V baru-baru ini menulis surat terbuka berjudul ”Surat Cinta PTS Yogyakarta untuk Mas Menteri”. Isinya adalah kegelisahan atas kiprah perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN- BH) yang dianggap mengakibatkan penurunan mahasiswa di perguruan tinggi swasta (PTS), khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Banyak PTS yang harus memperpanjang masa penerimaan mahasiswa baru dengan harapan mendapat limpahan calon mahasiswa dari PTN. Namun, banyak yang mendapat mahasiswa jauh lebih sedikit dari daya tampung. Kondisi ini justru lebih parah daripada saat pandemi Covid-19.
Fenomena ”kapal keruk”Mengapa PTN-BH dianggap sebagai penyebab turunnya jumlah mahasiswa PTS? Hal ini tidak lepas dari otonomi yang dimiliki PTN-BH. Untuk mencapai target kinerja yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik, PTN-BH diberi otonomi yang lebih luas di bidang sumber daya manusia, aset, dan keuangan dibandingkan PTN dengan pengelolaan keuangan badan layanan umum (BLU) dan PTN satuan kerja. Di bidang keuangan, PTN-BH dapat menerima dan menggunakan secara langsung dana dari masyarakat berupa uang kuliah, sumbangan, hibah, dan lainnya tanpa harus menyetor ke kas negara dulu. PTN-BH juga diberi kewenangan untuk menentukan tarif dan standar biaya sendiri. Di jalur seleksi mandiri, PTN-BH memiliki otonomi untuk menentukan besaran tarif uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi (atau istilah lain yang sejenis). Dengan otonomi yang dimiliki, PTN-BH dapat membuka program studi dan meningkatkan daya tampung mahasiswa, khususnya melalui jalur seleksi mandiri. PTN-BH juga diizinkan membuka jalur seleksi mandiri sebesar maksimal 50 persen daya tampung.
Masalah akan muncul ketika PTN-BH meningkatkan daya tampung secara besar-besaran yang berdampak pada PTS. Mereka kemudian ada yang hampir tidak kebagian mahasiswa. Ini yang disebut sebagai fenomena ”kapal keruk”. Tentu tak semua PTN-BH berperilaku ”kapal keruk”. Tidak tertutup kemungkinan ada faktor lain sebagai penyebab menurunnya jumlah mahasiswa PTS, misal perubahan demografi penduduk. Pendanaan PTN-BHSaat ini ada 21 PTN-BH, dan akan bertambah. Sayangnya, bertambahnya PTN-BH tidak diikuti naiknya secara proporsional alokasi bantuan pendanaan PTN-BH (BP-PTN-BH). Tanpa kenaikan anggaran yang memadai, alokasi bantuan pendanaan untuk tiap PTN-BH akan makin kecil. Padahal, tujuan dari bantuan pendanaan itu adalah untuk memberi subsidi kepada PTN-BH atas selisih biaya kuliah tunggal (BKT) yang dikeluarkan PTN dengan UKT yang dibayar mahasiswa. Pemerintah menanggung selisih UKT yang lebih rendah ketimbang BKT (unit cost) untuk semua mahasiswa di tiap PTN-BH. Kenyataannya, alokasi subsidi yang diterima tiap PTN-BH sulit untuk memenuhi perhitungan tersebut karena keterbatasan anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dengan target kinerja PTN-BH yang tinggi dan kewenangan yang dimiliki, cara cepat dan ”mudah” menambal kebutuhan pendanaan adalah bersumber dari mahasiswa, khususnya jalur seleksi mandiri. Adanya kewenangan untuk menentukan sendiri tarif UKT dan iuran pengembangan institusi akan menciptakan ”insentif” bagi PTN-BH untuk meningkatkan daya tampung. Ada beberapa upaya untuk meminimalkan ”insentif” bagi PTN-BH untuk meningkatkan daya tampung secara berlebihan, tanpa memperhatikan daya dukung sumber daya yang ada yang bisa mengorbankan kualitas. Pertama, dalam jangka pendek melakukan penegakan Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022 tentang Seleksi PTN. Pengumuman hasil seleksi mandiri oleh PTN dilaksanakan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Walau dalam kondisi terisi kurang dari 50 persen daya tampung, seleksi mandiri bisa diperpanjang sampai akhir Agustus. Secara umum, di bulan Juli seharusnya mayoritas proses seleksi sudah selesai. Dengan demikian, PTS masih ada waktu untuk melakukan seleksi mahasiswa sampai Agustus. Kedua, alokasi bantuan pendanaan PTN-BH ditingkatkan seiring dengan bertambahnya PTN-BH. Opsi ini tidak mudah karena banyak program dan kegiatan lain yang harus dibiayai oleh Kemendikbudristek. Dengan dimasukkannya gaji dan tunjangan dalam anggaran pendidikan, setiap ada kenaikan gaji dan tunjangan akan berpotensi mengurangi anggaran kegiatan pengembangan. Ketiga, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek dan lembaga akreditasi nasional (Badan Akreditasi Nasional/BAN atau Lembaga Akreditasi Mandiri/LAM) dapat memanfaatkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) untuk melakukan pemantauan atas peningkatan daya tampung PTN-BH. Jika mendapati adanya fenomena ”kapal keruk”, diharapkan bisa ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.
Mitra pemerintahPTS adalah mitra pemerintah dalam menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 31, bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Sampai saat ini, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia masih berkutat di angka sekitar 31 persen. Pemerintah menargetkan APK pendidikan tinggi sebesar 37 persen pada 2024. Artinya, masih ada 69 persen pemuda usia kuliah yang belum tersentuh pendidikan tinggi. Jadi masih sangat besar peluang PTS untuk meningkatkan APK pendidikan tinggi. PTS bisa secara kreatif dan inovatif memanfaatkan peluang tersebut sehingga tidak perlu khawatir kekurangan mahasiswa. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia unggul, pemerintah tidak bisa sendirian. Ketika PTN tak mampu hadir di berbagai pelosok Nusantara, PTS-lah yang mengambil alih peran mendidik anak bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya PTN-BH dan PTN lain bergotong royong dengan PTS dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, tak perlu ada fenomena ”kapal keruk”. Baca juga : Jumlah Mahasiswa PTS di Sumbar Berpotensi Turun, Pemerintah Diminta Kaji PMB di PTN-BH Didi Achjari Guru Besar FEB-UGM; Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V, Daerah Istimewa Yogyakarta, 2019-2021 Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
|
Kembali ke sebelumnya |