Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul GURU TANGGUH: Dedikasi Luhur Guru
Tanggal 28 Nopember 2023
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi X
Isi Artikel

Penggerak utama para guru tangguh untuk tetap bersetia menemani anak-anak bangsa adalah hati lapang dan dedikasi luhur.

 
Oleh:
ANGGI AFRIANSYAH

Ilustrasi

SUPRIYANTO

Ilustrasi

Saya sering mendapat cerita dari para guru tentang pengalaman mereka mengajar. Salah satunya saya dapatkan dari guru di salah satu sekolah negeri. Ia memaparkan, kebanyakan anak-anak yang dididiknya berlatar belakang sosial ekonomi amat terbatas. Anak-anak tersebut memiliki banyak hambatan meraih pendidikan terbaik. Dukungan keluarga amat sangat minim didapat sebab orangtua mereka harus bekerja keras memenuhi kebutuhan ekonomi.

Tak jarang guru tersebut menemukan anak-anak yang belum sarapan. Ada juga anak-anak yang berasal dari keluarga broken home. Sebagian dari mereka terpapar tindakan kekerasan di lingkungan sosial sehingga kata-kata makian dan kasar merupakan sesuatu yang lazim menjadi perbincangan keseharian. Anak-anak tersebut kurang dukungan cinta dan kasih sayang, bahkan dari orang-orang paling dekat mereka. Tak bisa diharapkan language of love dari orang-orang yang seharusnya menjadi pendukung mereka di garda terdepan. Patah hati pertama anak-anak ini justru didapat dari orang-orang terkasih mereka.

Guru-guru di Indonesia pasti sering menghadapi situasi seperti yang diceritakan oleh guru tersebut kepada saya. Mereka harus menemani anak-anak yang memiliki banyak permasalahan hidup di tengah usia belia. Tantangan yang menghambat mereka untuk maju begitu besar. Ruang tumbuh aman tak dimiliki oleh anak-anak tersebut. Anak-anak ini pun sering terjebak dalam situasi rumit, terlibat aksi tawuran, kekerasan, perundungan, dan aksi lain yang dianggap buruk oleh masyarakat. Pada akhirnya mereka menjadi musuh bersama dan dijauhi masyarakat.

Baca juga: Menyoal Dunia Pendidikan Kita

Hal yang paling menyedihkan dari cerita-cerita tersebut, orang-orang terdekat justru menjadi pihak pertama yang menyerah untuk menemani mereka. Ketika orangtua kelelahan, maka mereka menyerahkan kepada para guru di sekolah. Ketika para guru di sekolah kewalahan, anak-anak ini semakin menjauh dari jalur kebaikan yang diharapkan. Pendidikan pada akhirnya tak mampu menjangkau mereka. Pada titik ini, pendidikan sebagai bagian dari upaya pencerahan dan pencerdasan pun mendapatkan tantangan terberat.

Suhendi, guru honorer mengajar di kelas jauh SD Kuta Karang 3, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Foto diambil beberapa waktu lalu.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Suhendi, guru honorer mengajar di kelas jauh SD Kuta Karang 3, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Foto diambil beberapa waktu lalu.

Kerunyaman pendidikan

Di tengah kerunyaman pendidikan Indonesia seperti yang dipaparkan di atas, para guru ditantang untuk terus maju dan berinovasi. Guru, misalnya, dituntut semakin cakap digital dan mampu memanfaatkan berbagai varian teknologi untuk mendukung kegiatan pembelajaran di kelas. Situasi yang terjadi, para guru yang tidak memanfaatkan varian digital cenderung dianggap tertinggal dan tidak dapat membaca arus zaman, dan akhirnya tenggelam di gegap gempita zaman yang semakin riuh.

Tuntutan bagi guru memang tidak pernah berakhir sebab sering kali guru dianggap benteng terakhir yang mampu mendidik anak-anak zaman di setiap periode. Namun, guru sering mendapatkan jebakan. Jebakan saat ini adalah tuntutan kapabilitas guru dalam penguasaan teknologi. Di era serba digital, kemahiran guru dalam mengoperasikan berbagai teknologi menjadi salah satu penanda guru yang tak ketinggalan zaman dan mampu mengiringi laju anak-anak didik. Namun, apakah penguasaan digital semata yang menjadi fokus?

Bukan berarti saya anti sesuatu yang berbau digital. Teknologi memang memudahkan banyak hal, tetapi jangan sampai kita selalu dilenakan oleh isu teknologi digital. Seolah Indonesia sudah terbebas dari kesenjangan digital dan pemerintah sudah berhasil membuat semua wilayah di Indonesia memiliki akses yang setara dalam pemanfaatan teknologi digital.

Guru-guru hadir di sekolah dengan menghadapi persoalan konkret di masyarakat. Menghadapi anak-anak yang memiliki ragam kerapuhan yang diterimanya di ruang keluarga atau di masyarakat.

Demikian dalam konteks pendidikan, tak semua ruang kelas sudah canggih dan memiliki akses memadai. Jangan jauh ke Indonesia timur, silakan periksa sekolah-sekolah di kawasan Jabodetabek. Tak semua sekolah memiliki kemewahan akses teknologi digital. Tak semua sekolah memiliki fasilitas ruang komputer, internet, dan perangkat teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik ataupun guru.

Guru-guru hadir di sekolah dengan menghadapi persoalan konkret di masyarakat. Menghadapi anak-anak yang memiliki ragam kerapuhan yang diterimanya di ruang keluarga atau di masyarakat. Selain tentu saja para guru juga memiliki ragam problem yang menyertai dirinya. Kita tak bisa menutup mata, soal kesejahteraan misalnya, tak semua guru memiliki penghasilan memadai dari pekerjaannya sebagai guru. Pemenuhan hak bagi guru masih terus menjadi tantangan bagi negara.

Selain itu, peningkatan kapasitas, dukungan keberlanjutan karier dan psikologis juga masih sangat terbatas. Tugas negara untuk memberikan hak sepatutnya bagi para guru. Apa yang bisa diharapkan ketika para guru dengan persoalan diri tersebut harus juga menyelesaikan kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah pribadi anak-anak yang dididiknya?

https://cdn-assetd.kompas.id/-nmoz0USSl2NM1vQk_yjO3E3u4E=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F13%2F0f738a17-9fe1-4a18-972d-91f125c7ded8_jpg.jpg

Penggerak utama guru

Pada titik ini, kekuatan dan ketangguhan guru sangat diperlukan. Di tengah gempuran tantangan, mereka tetap bertahan menemani anak-anak bangsa dengan beragam problem pribadinya. Para guru tersebut mungkin tak mendapat gaji memadai, tak terjamin ketika mereka sakit, tak dapat jaminan hari tua, atau dengan mudah disepelekan masyarakat karena kurang sejahtera.

Namun, hidup selalu menghadirkan kejutan. Kita sering mendapat cerita tentang guru-guru tangguh yang tetap bertahan menemani anak-anak dengan telaten. Penggerak utama guru-guru terbaik ini untuk tetap bersetia menemani anak-anak bangsa adalah hati yang lapang dan dedikasi yang luhur. Mereka menjadi anomali dan paradoks yang indah.

Guru-guru tipe ini agak di luar nalar rasional sebab, meski hidupnya serba terbatas dan ada banyak rintangan yang dilalui, mereka memiliki mental yang kokoh untuk terus solid menemani anak-anak Indonesia. Mereka hadir untuk anak-anak didik mereka, mendengarkan setiap cerita dari anak-anak, apa saja yang menjadi persoalan mereka dalam hidup.

Baca juga: Tugas Mulia Guru

Tentu saja para guru ini tidak memiliki solusi jitu bagi anak-anak yang memiliki persoalan besar dalam hidupnya. Namun, kehadiran mereka untuk mendengar keluh kesah anak-anak ini menjadi oase yang menyejukkan anak-anak yang butuh kehadiran orang-orang yang mau mendukung mereka.

Para guru hebat ini mengimplementasikan momong ala Ki Hadjar Dewantara. Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, para guru harus digugudan ditiru. Guru, dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara juga merupakan pemimpin yang selain pengajar ilmu juga penuntun laku. Sebab itu, dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, guru harus berilmu, bersemangat, dan berlaku pendidikan agar dapat memimpin para anak didiknya.

Guru-guru keren ini hadir untuk menemani anak-anak meniti hidup setahap demi setahap di tengah terjalnya kehidupan. Dedikasi luhur guru dan ketangguhan guru adalah cahaya terang yang akan membantu anak-anak didik yang kesulitan menempuh jalur kehidupan mereka yang suram. Hormat dan terima kasih untuk para guru mulia.

Anggi AfriansyahPeneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Anggi Afriansyah

KOMPAS

Anggi Afriansyah

  Kembali ke sebelumnya